News

Untuk Kesekian Kalinya, Presidential Threeshold Digugat ke MK

apahabar.com, BANJARMASIN – Untuk kesekian kalinya, ketentuan syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) kembali digugat…

Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman. Foto: Antara

apahabar.com, BANJARMASIN – Untuk kesekian kalinya, ketentuan syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Kali ini, gugatan diajukan oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dan Partai Bulan Bintang (PBB). Keduanya menggandeng Integrity Law Firm sebagai kuasa hukum pemohon.

"Syarat ambang batas pencalonan presiden telah mereduksi amanat konstitusi [yang mana] pemilihan presiden langsung oleh rakyat," kata senior partner Integrity Law Firm, Prof Denny Indrayana, Jumat (25/3).

Denny bilang pengajuan uji konstitusionalitas Pasal 222 UU Pemilu yang mengatur presidential threshold ini merupakan bentuk ikhtiar memperjuangkan daulat rakyat.

Sebab menurutnya, demokrasi telah dibajak oleh kekuatan modal melalui penerapan syarat ambang batas.

Selain itu, ia tegaskan gugatan kali ini dilakukan demi menyelamatkan rakyat dari kekuatan oligarki yang koruptif, manipulatif, dan destruktif.

"Mari kita rebut lagi pemilihan langsung oleh rakyat. Mari kita dorong agar MK membatalkan syarat ambang batas. Tolak penundaan Pemilu 2024 dan selamatkan pemilihan presiden langsung oleh rakyat," pungkasnya.

Dalam perjalanannya, MK sudah acapkali menolak gugatan atas Pasal 222 UU Pemilu. Ini juga sekaligus menjadi produk hukum terbanyak yang digugat ke lembaga konstitusi sepanjang 2021 lalu.

Dalam catatan Kode Inisiatif sepanjang 2017-2020 terdapat 14 gugatan atas Pasal 222 yang mengatur ambang batas capres ke MK. Namun, tak ada satupun gugatan yang dikabulkan.

Lembaga ini mencatat Mahkamah menolak 5 gugatan dan tidak menerima 9 perkara lainnya.

Terakhir, sebanyak 6 gugatan atas ambang batas itu kandas dalam sehari. Terhadap semua permohonan uji materi itu MK menyatakan permohonan tidak dapat diterima.

“Amar putusan mengadili menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” kata hakim ketua Anwar Usman membacakan putusan terhadap masing-masing perkara, Kamis (24/2).

Dalam pertimbangan putusan itu setidaknya terdapat dua hal pokok yang dimentahkan oleh mahkamah.

Pertama, terkait status para pemohon yang dianggap tidak berkedudukan hukum.

Mahkamah membatasi kualifikasi pemohon harus merupakan orang yang memiliki kemungkinan kerugian konstitusional akibat undang-undang yang digugat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Putusan Perkara Nomor 006/PUU-III/2005 junto Perkara Nomor 11/PUU-V/2007.

Dalam putusan 6 perkara itu, Mahkamah menilai pada diri pemohon tidak terdapat kerugian konstitusional. Salah satunya terjadi pada gugatan mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo.

MK menyebut pemohon telah mengetahui hak pilihnya dalam Pemilu legislatif 2019 akan digunakan sebagai bagian persyaratan ambang batas pencalonan Presiden 2024. Hal ini hanya bisa diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu.

“Tidak terdapat kerugian konstitusional Pemohon,” kata Mahkamah dalam pertimbangannya.

Kedua, Mahkamah juga mementahkan argumen pemohon yang menyebut keberadaan Pasal 222 UU Pemilu akan berkorelasi dengan jumlah pasangan capres-cawapres yang akan bertarung dalam Pemilu dan beberapa persoalan Pemilu lainnya.

Menurut Mahkamah, norma Pasal 222 yang mengatur presidential threshold itu tidak membatasi jumlah pasangan capres-cawapres. Tidak adanya korelasi ini juga terjadi pada argumen lain yang diajukan pemohon.

“Norma a quo tidak membatasi jumlah pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang berhak mengikuti pemilihan Presiden dan Wakil Presiden,” tulis Mahkamah dalam pertimbangan perkara Gatot.

Dalam kesimpulannya, Mahkamah kemudian menyatakan bahwa pemohon tidak memiliki kedudukan hukum mengajukan permohonan.

Kemudian, pokok permohonan pemohon juga tidak dipertimbangkan.

“Dikarenakan pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo, Mahkamah tidak mempertimbangkan pokok permohonan,” tulis Mahkamah dalam pertimbangannya.