Tak Berkategori

Tuan Guru H Muhammad Syarwani Abdan (2), Sayyid Amin Qutbi pun Memujinya

apahabar.com, BANJARMASIN – Tuan Guru H Muhammad Syarwani Abdan atau yang kemudian dikenal dengan sebutan Guru…

Tuan Guru H Syarwani Abdan –Guru Bangil- (kiri) dan Tuan Guru H Muhammad Zaini bin Abdul Ghani –Abah Guru Sekumpul- (kanan). Foto-istimewa

apahabar.com, BANJARMASIN - Tuan Guru H Muhammad Syarwani Abdan atau yang kemudian dikenal dengan sebutan Guru Bangil, bertolak ke Tanah Suci untuk menuntut ilmu. Dengan kecerdasan dan ketekunan, nama beliau menjadi buah bibir, hingga Sang Guru pun memberikan pujian.

Sebagaimana disebutkan buku '3 Permata Ulama dari Tanah Banjar', ketika berumur 16 tahun, Tuan Guru H Kasyful Anwar membawa Guru Bangil dan sepupunya (Tuan Guru H Anang M Sya'rani Arif) untuk menimba ilmu di Tanah Suci.

Guru Kasyful Anwar tentu saja tidak sembarangan membawa orang untuk ditempa menjadi ulama. Beliau bisa menilai mana bibit yang mudah berkembang dengan baik dan mana yang tidak. Keduanya selain memiliki tekad yang kuat, juga memiliki kecerdasan yang hebat.

Selama di sana, Guru Bangil menuntut ilmu pada banyak ulama. Di antara yang bisa diketahui: Pada Sayyid Muhammad Amin Qutbi, Sayyid Alawi bin Abbas Al Maliki, Syekh Umar Hamdan, Syekh Muhammad Al 'Arabi, Sayyid Hasan Masyath, Syekh Abdullah Al Bukhari, Syekh Syaifullah Dagesthani, Syekh Syafi'i (asal Kedah Malaysia), Syekh Sulaiman (asal Ambon), Syekh Ahyad (asal Bogor), dan Syekh Ali Al Banjari.

Tak terlalu lama, nama Guru Bangil (dan Guru Anang Sya'rani) mencuat ke permukaan. Terutama dari pandangan para masyaikh yang menilai keduanya lebih menonjol dalam keilmuan dibanding teman-temannya. Karena itu, keduanya kemudian dipercaya untuk mengajar selama beberapa tahun di Masjidil Haram. Masyhurlah nama keduanya dengan julukan 'Mutiara dari Tanah Jawi' yang kemudian disederhanakan dengan 'Mutiara dari Tanah Banjar'.

Baca Juga: Tuan Guru H Muhammad Syarwani Abdan (1), Seorang Habib 'Melihat' Keistimewaan Beliau Sejak Kecil

Terkhusus pada Guru Bangil sendiri, guru utama beliau yang bernama Sayyid Amin Qutbi memberikan pujian tersendiri dengan sosok murid kesayangannya itu.

Seperti dituturkan Tuan Guru H Muhammad Zaini bin Abdul Ghani (Abah Guru Sekumpul), "Syarwani ini memang sumurnya kecil, tapi sangat dalam."

Setelah kurang lebih 10 tahun di Kota Makkah, Guru Bangil beserta paman dan sepupunya pulang ke kampung halaman, Martapura pada 1939 M.

Di Kota kelahiran (Martapura) beliau sempat mengajar di Pondok Pesantren Darussalam, Madrasah Sullamul Ulum Dalam Pagar (Sekarang bernama Ponpes Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari), dan membuka majelis di rumah beliau.

Masyhurnya beliau sebagai ulama yang sempat mengajar di Masjidil Haram membuat para ulama di Martapura meminta beliau untuk menjadi Qadhi. Oleh beliau, permintaan itu ditolak secara halus, dengan alasan lebih senang berkhidmat kepada umat tanpa terikat dengan lembaga apa pun. Dengan begitu, beliau lebih mudah mengatur waktu, lebih maksimal mengajar, muthola'ah, dan beribadah.

Pada tahun 1943 M, beliau pergi ke Kota Bangil dan tinggal di sana. Selama di sana, beliau mengisi waktu dengan menuntut ilmu kepada Syekh Muhammad Mursyidi, dari Mesir. Hingga setahun di sana, beliau kembali ke Martapura dan melanjutkan majelis taklim yang dahulu dibina.

Editor: Muhammad Bulkini