Tok! MK Tolak Uji Materi Perpanjangan Masa Jabatan Presiden

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi terkait masa jabatan presiden yang termaktub dalam Pasal 169 huruf n dan 227 huruf i UU Nomor 7/2017

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi terkait masa jabatan presiden. Foto: CNN

apahabar.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi terkait masa jabatan presiden yang termaktub dalam Pasal 169 huruf n dan 227 huruf i UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu.

Permohonan tersebut diketahui teregistrasi dalam perkara No.4/PUU-XXI/2023 diajukan seorang guru honorer bernama Herifuddin Daulay dari Riau.

"Dalam pokok permohonan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," tegas Ketua MK, Anwar Usman, ketika membacakan putusan seperti dilansir CNN, Selasa (28/2).

Dengan demikian, putusan tersebut juga menyatakan maksimal masa jabatan presiden dan wakil presiden adalah tetap selama dua periode atau 10 tahun.

Dalam pertimbangan hukum, MK menyatakan permohonan ini serupa dengan putusan sebelumnya in casu Putusan No 117/PUU-XX/2022.

"Pertimbangan hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 117/PUU-XX/2022 mutatis mutandis berlaku menjadi pertimbangan hukum dalam putusan a quo," beber Anwar.

"Artinya norma Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU 7/2017 adalah konstitusional," sambungnya.

Dalam persidangan di MK sebelumnya, Herifuddin Daulay merasa hak konstitusional dirugikan akibat norma Pasal 7 UUD 1945 tentang pembatasan pribadi jabatan presiden hanya boleh mendaftar dan atau terpilih dua kali masa jabatan.

"Kerugian tersebut berdasarkan anggapan bahwa orang yang kompeten untuk jabatan Presiden hanya sedikit," tulis Herifuddin dikutip dari laman resmi Mahkamah Konstitusi.

"Akibat pembatasan tersebut, pemimpin terpilih adalah orang yang tidak berkompeten," tambahnya.

Dalam gugatan itu, dinilai terdapat kesalahan dalam teks Pasal 7 UUD 1945 tentang jabatan Presiden, baik kesalahan karena penulisan teks atau kesalahan dalam memahami teks.

Kesalahan secara implisit mengandung makna 'bila' yaitu terkandung makna kondisional bersyarat. Menurut Pemohon, kesalahan dimaksud karena pengertian teks mengambang.

Dengan makna kondisional bersyarat, diperlukan peraturan tambahan untuk menguatkan norma dimaksud, sehingga Pasal 7 UUD 1945 hanya diutamakan untuk ditetapkan dua kali masa periode.

Herifudin juga memandang Pasal 169 huruf n dan 227 huruf i UU Pemilu merupakan peraturan tambahan di tingkat Undang-Undang.

"Kedua pasal itu menjadi pokok dasar dari pembatasan jabatan calon presiden dan wakil presiden untuk menjabat lebih dari dua periode," pungkasnya.