Hot Borneo

Terungkap Wahid Terima Fee Proyek Rp1,1 Miliar untuk Pembangunan Jalan 2015 Amuntai

apahabar.com, BANJARMASIN – Sidang lanjutan perkara mega korupsi mantan Bupati Kabupaten HSU, Abdul Wahid digelar di…

Oleh Syarif
Sidang lanjutan perkara mega korupsi mantan Bupati Kabupaten HSU, Abdul Wahid digelar di Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin. Foto-Istimewa

apahabar.com, BANJARMASIN – Sidang lanjutan perkara mega korupsi mantan Bupati Kabupaten HSU, Abdul Wahid digelar di Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin, Senin (25/4).

Dipimpin hakim ketua Yusriansyah, sidang yang dihadiri Wahid sebagai terdakwa tersebut beragendakan pemeriksaan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut KPK.

Ada tiga saksi yang dihadirkan di sidang yang digelar hingga sore tadi itu. Mereka yakni, mantan Plt Kadis PUPRP HSU, Agus Susiawanto serta dua Mantan Ajudan Bupati HSU Abdul Latif dan Adi Hidayat.

Hal menarik datang keterangan dari saksi Susiawanto. Dimana pada saat 2015, selain menjabat sebagai Plt Kadis PUPRP, dia juga merangkap sebagai Kabid Bina Marga.

Di situ terungkap, bahwa permintaan fee proyek oleh Wahid terjadi sejak 2015 untuk proyek pengerjaan jalan di Bidang Bina Marga yang dananya bersumber dari dana alokasi khusus (DAK).

“Menyerahkan uang (ke Wahid) sejak 2015. Duit itu saya terima dari rekanan kontraktor,” beber Susiawanto.

Lantas, Susianwanto menjelaskan bahwa adanya permintaan fee proyek memang merupakan perintah dari Wahid selaku bupati.

Dimana saat itu Wahid memerintahkan Susianwanto untuk mengatur aturan main terkait persenan yang harus dibayar para kontraktor jika terpilih menjadi pemenang lelang.

“Kata pak bupati. Atur kamu saja. Besarnya saat itu 6 sampai 8 persen dari nilai proyek,” bebernya.

Sejumlah nama pun dimenangkan pada lelang proyek 2015 tersebut. Dimana Wahid menerima fee proyek dari kontraktor dengan total Rp1,1 miliar.

Namun, Susianwanto hanya mengingat pernah menyerahkan duit ke Wahid langsung sebesar Rp800 juta dari kumpulan fee proyek tiga kontraktor.

“Setelah saya kumpulkan (fee proyek). Saya kemas di kardus. Lalu saya serahkan ke Udin. Dia bekerja di tempat pak bupati,” kata Susianwanto di persidangan.

Dengan adanya kesaksian tersebut, semakin memperkuat dugaan bahwa dalang terjadi mega korupsi pada kasus tersebut merupakan adalah Wahid. Dan telah berlangsung lama.

“Dari keterangan saksi memperjelas bahwa memang ada penerimaan uang dari rekanan (kontraktor) yang diperintahkan Abdul Wahid,” ujar Jaksa Penuntut KPK Titto Zaelani usai persidangan.

Sementara itu, Penasihat Hukum Terdakwa, Fadli Nasution mengatakan bahwa klaiennya tak semerta-merta bersalah.

Pasalnya, proyek tersebut merupakan kenangan dinas. Serta pengaturan fee tidak dilakukan langsung oleh Wahid, melainkan Susianwanto.

“Jelas dari pak Agus kewenangan di mereka. Mereka yang menentukan fee. Mereka yang meminta ke kontraktor baru diserahkan ke bupati,” kata Nasution.

Selain itu lanjutnya, Wahid juga telah membantah keterangan Susianwanto tersebut. Bahwa selama ini dia tak pernah menerima duit seperti ketrangan Susianwanto.

“Dari keterangan saksi tadi belum sempurna. Apalagi si Udin yang dikatakan menerima uang itu sudah meninggal. Maknya tadi dibantah pak Wahid,” ucapnya.

Selanjutnya sidang bakal kembali digelar pada 9 Mei 2022 mendatang dengan agenda masih mendengarkan keterangan saksi dari JPU KPK.