Teror Berulang di Panti Asuhan Annida Qolbu Sampit: Pengasuh dan Remaja Jadi Korban, Pelaku Belum Tertangkap

Setelah aksi pemukulan brutal terhadap pengasuh panti, ancaman kembali muncul. Pelaku yang sama kembali melukai seorang anak panti.

Korban pembacokan MK (16) saat menunjukkan luka yang dialaminya setelah di bacok RR, Sabtu (15/11/2025) malam. Foto: Istimewa

bakabar.com, SAMPIT – Rasa aman di Panti Asuhan Annida Qolbu, Kecamatan Baamang, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalteng, berubah menjadi ketakutan berkepanjangan.

Setelah aksi pemukulan brutal terhadap seorang pengasuh pada Kamis (13/11/2025), ancaman kembali muncul dua hari kemudian. Pelaku yang sama, pria berinisial RR (40), dilaporkan kembali melukai penghuni panti pada Sabtu malam (15/11/2025).

Insiden pertama menimpa Sri Rohani (52), pengasuh sekaligus sosok ibu bagi puluhan anak di panti tersebut. Ia mengalami retak tulang pipi hingga mendekati mata setelah dihantam pelaku. Kondisinya makin memprihatinkan mengingat tujuh tahun lalu ia kehilangan kaki kiri akibat kebakaran yang melanda asrama panti.

Namun teror belum berhenti. Seorang remaja panti, MK (16), menjadi korban berikutnya. Ia mengalami luka akibat tebasan senjata tajam ketika bertemu pelaku di sekitar Puskesmas Baamang 1, tak jauh dari warung nasi kuning Tawakal.

Menurut keterangan Sri Rohani, pelaku membacok MK sebanyak tiga kali. Satu tebasan mengenai helm, sementara dua lainnya melukai bahu dan pergelangan tangan. Beruntung, luka yang dialami tidak parah diduga karena parang dalam kondisi tumpul.

Peristiwa itu terjadi ketika sejumlah anak panti keluar untuk memantau situasi karena pelaku belum diamankan setelah kejadian pertama.

Dalam perjalanan, mereka justru berpapasan dengan RR. Salah satu anak sempat mengenalinya dan mencoba menghindar, namun MK yang berada di belakang diduga disangka orang lain sehingga menjadi sasaran serangan.

Serangan kedua ini membuat suasana di panti semakin mencekam. Anak-anak yang sebagian besar yatim piatu dan memiliki keterbatasan mental kini hidup dalam ketakutan, menyaksikan bagaimana pelaku masih bebas berkeliaran sementara laporan penganiayaan sebelumnya masih ditangani aparat.

“Selama orang itu di luar, panti ini tidak aman,” ujar Sri Rohani, Minggu (16/11).

Ia mengaku kesulitan bergerak cepat karena kondisi fisiknya. Para ustaz dan pengurus panti kini harus berjaga hampir tanpa tidur. Masalahnya, panti tidak memiliki dana untuk menggaji petugas keamanan. Bahkan beberapa anak meminta diungsikan karena merasa terancam, namun Sri Rohani menolak.

“Jika kami pergi, itu artinya kami menyerahkan diri pada ketakutan. Ini rumah anak-anak yatim, tidak boleh ditinggalkan,” tegasnya.

Kabarnya, hingga kini kepolisian masih memburu pelaku dan menggali keterangan lanjutan dari para saksi. Namun bagi penghuni panti, waktu terus berjalan dengan penuh kecemasan. Pengurus berharap penangkapan dapat dilakukan secepatnya agar anak-anak tak lagi hidup dalam teror.