Tantangan Global, Indef Prediksi BI Turunkan Suku Bunga pada 2024

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) meramalkan terjadinya penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia (BI) pada tahun 2024.

BI mencatat aliran modal asing yang masuk sebesar Rp9,95 triliun ke pasar keuangan Indonesia selama 9-12 Januari 2023. Foto: ANTARA

apahabar.com, JAKARTA – Institute for Development of Economics and Finance (Indef) meramalkan terjadinya penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia (BI) pada tahun 2024.

Ekonom senior Indef Aviliani beralasan bahwa BI akan menurunkan suku bunga karena Bank Sentral Amerika atau The Fed yang akan lebih dulu menetapkan kebijakan tersebut.

Menurutnya, tantangan global pada tahun ini akan sangat terasa dan kebijakan untuk menurunkan suku bunga menjadi solusi bagi bank sentral negara. Tapi, Aviliani menilai penurunan yang ditetapkan mungkin tidak akan terlalu tajam.

"Tetapi, kelihatannya suku bunga ini baru akan turun di tahun 2024, dengan sudah mulai melandai di kuartal III maupun IV (2023)," ujarnya dalam diskusi terkait digitalisasi keuangan di Jakarta, Kamis (2/3).

Baca Juga: Dolar Naik di Asia, Data Ekonomi Perkuat Prospek Kenaikan Suku Bunga

Di sisi lain, kondisi ekonomi Amerika serikat saat ini sudah mulai menunjukan pemulihan, sehingga The Fed tidak perlu lagi bersikap agresif. Untuk itu, pemerintah perlu memperhatikan tingkat inflasi di Amerika dan beberapa negara lainnya karena masih berada di level yang tinggi.

“Hanya di Eropa yang masih kelihatannya inflasinya cukup tinggi,” kata Aviliani.

Selain itu, kondisi perkembangan perang fisik yang terjadi antara Ukraina dan Rusia menjadi penentu dari kebijakan penetapan suku bunga bank sentral. Perkembangan geopolitik kedua negara belum menujukan kepastian, terkait kapan perang Ukraina-Rusia akan berakhir. Diperkirakan masih sangat jauh.

“Jadi, ini (perang di Ukraina) kita anggap masih akan terjadi dalam jangka waktu yang mungkin cukup panjang,” jelasnya.

Baca Juga: Menkeu Pastikan Lawan Inflasi Tidak dengan Kenaikan Suku Bunga

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah menipisnya dana pemulihan ekonomi yang dimiliki oleh banyak negara di dunia. Baik negara maju maupun berkembang, sama-sama mengalami penipisan dana pemulihan ekonomi yang akan berimbas pada distrusi di sektor fiskal dan perdagangan.

Bahkan, kata Aviliani, dana pemulihan ekonomi yang dimiliki Indonesia saat ini sudah mencapai defisit 3 persen. Hal tersebut sangat menghawatikan dan membuat kemungkinan terjadinya penurunan ekonomi dalam negeri.

“Jadi, tidak ada dana pemulihan ekonomi nasional lagi, sehingga perdagangan mengalami penurunan terutama di global karena dianggap akan terjadi resesi dan inflasi masih sangat tinggi,” pungkasnya.