Kalsel

Ssttt… Eks Ajudan Bupati HSU Kembali Dibawa KPK

apahabar.com, AMUNTAI – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut-sebut kembali membawa Abdul Latif mantan ajudan Bupati Hulu…

Abdul Latif mantan ajudan bupati HSU dikabarkan kembali dibawa KPK. Foto: Ist

apahabar.com, AMUNTAI – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut-sebut kembali membawa Abdul Latif mantan ajudan Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) Abdul Wahid.

Untuk kedua kalinya, Latif yang kini berdinas di Kelurahan Murung Sari dikabarkan dijemput KPK dari kediamannya di Kebun Sari, HSU, pada Senin (11/10) sore.

Warga sekitar melihat sejumlah mobil diduga milik KPK dan kepolisian parkir di kediaman Latif. Berselang itu sejumlah petugas tampak keluar membawa sejumlah berkas.

Pemeriksaan Latif oleh petugas KPK juga dibenarkan oleh Lurah Murung Sari, Rully Lesmana.

“Setahu saya, dia diperiksa sebagai saksi saja,” ujar Rully ditemui apahabar.com, Selasa (12/10) siang.

Karenanya, Latif, kata Rully, pasca-pemeriksaan sudah kembali bekerja seperti biasa. “Hari ini tadi bekerja seperti biasa,” ujar Rully.

Lebih jauh, Rully mengaku tak tahu. apahabar.com sendiri gagal menemui Latif yang lebih dulu meninggalkan kantornya.

Abdul Latif dikabarkan sudah kembali ngantor pasca-pemeriksaan KPK. apahabar.com/Syarif

Soal kasus yang menyeret anak buahnya, Rully hanya bisa berharap kasus ini segera selesai.

“Semoga memang hanya diperiksa sebagai saksi, tidak lebih,” ujarnya.

Terpisah, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi media ini mengatakan pihaknya belum menjadwalkan agenda pemeriksaan lanjutan.

“Hari ini tidak ada,” ujar Fikri dihubungi media ini, Selasa siang (12/10).

KPK terendus meminjam sebuah ruangan di Markas Brimob Polda Kalsel di Tanjung. Soal ini, Fikri juga belum bisa memastikan.

Isuk ulun sampekan (besok saya sampaikan) kalau sudah dapat jadwalnya,” ujar juru bicara berlatar jaksa ini menggunakan bahasa Banjar.

Diwartakan sebelumnya, sebuah aula besar disiapkan Brimob untuk KPK. Aula itu disebut-sebut bakal digunakan KPK untuk melanjutkan pengusutan kasus dugaan suap proyek irigasi Banjang dan Kayakah.

OTT Amuntai, Gestur Bupati Wahid Usai Diperiksa di Gedung KPK

Atas lelang proyek senilai Rp3,4 miliar ini, sebelumnya KPK telah menangkap Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Maliki. Maliki diduga kuat menerima commitment fee dari Marhaini Direktur CV Kalpataru, dan Fachriadi Direktur CV Hana Mas.

Predikat tersangka tersemat. KPK memperpanjang masa penahanan ketiganya. Sederet saksi terus diperiksa. Mulai dari Bupati HSU Abdul Wahid, istri dan anak Wahid, ajudan pribadi, mantan ajudan hingga sopirnya Wahid, dan jajaran kepala seksi di Dinas PU HSU.

Peminjaman ruangan di Markas Brimob hingga tiga hari ke depan. Atau, mulai Rabu sampai Jumat, 13-15 Oktober 2021.

"Kami menyiapkan satu ruangan aula untuk tim KPK," jelas Komandan Kompi Brimob Tanjung, AKP Taufik Saputra dihubungi media ini, Selasa (12/10) pagi.

Sementara, pengawalan penyidik KPK kemungkinan besar dari Polres HSU.

"Kami di Brimob hanya mengamankan markas kami saja dari hal-hal yang tidak diinginkan selama pemeriksaan," pungkasnya.

Sumber media ini di Amuntai menyebut jumlah orang yang diperiksa besok bakal bertambah. Dari 21 orang menjadi 40 orang dilihat dari undangan yang diterima dari KPK. Mereka yang diperiksa kabarnya hingga level mantan kepala dinas.

Dua Kali Dibawa KPK

OTT KPK di Amuntai HSU: Kadis PU hingga Eks Ajudan Bupati Diamankan, Modusnya Fee Proyek

Sebagai pengingat, KPK mengamankan tujuh orang pasca-operasi tangkap tangan Maliki di Amuntai, Rabu 15 September, salah satunya Latif.

Baca selengkapnya di halaman selanjutnya:

Dari tangan Maliki, KPK mengamankan Rp345 juta. Uang itu diduga pemberian dari Marhaini dan Fachriadi atas komitmen fee 15 persen dari dua proyek irigasi, yakni DIR Banjang, dan DIR Kayakah.

Belakangan Maliki telah dinonaktifkan dari jabatannya sebagai Plt kepala Dinas PU, Kabupaten HSU. Plt Kadis PU HSU yang baru, yaitu H Abraham Radi yang merupakan kepala bidang Cipta Karya.

KPK menjerat Maliki dengan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korporasi.

Sedang MRH dan FH dijerat pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 di Undang-Undang yang sama.

Ancaman hukuman pasal 5 ayat 1 yang dikenakan pada MRH dan FH minimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun pidana kurungan.

Sedang untuk pasal 12 yang dikenakan pada MK ancaman hukumannya minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun pidana kurungan.

OTT Amuntai: Brimob Tabalong Siapkan Aula, Jumlah Saksi Bertambah?

Dilengkapi oleh Al-Amin