Kebakaran Smelter

Sisi Gelap Transparansi Upah Pekerja Smelter di Morowali

Ketua Umum Serikat Pekerja Indonesia Sejahterta (SPIS) PT IMIP, Katasaing mengungkap mayoritas perusahan smelter di kawasan PT IMIP, Morowali, Sulawesi Tengah (

Sejumlah pekerja menjaga jarak dari area tungku smelter 41 PT ITSS Morowali yang meledak, Minggu (24/12). Beberapa polisi juga ada. Foto: Istimewa

apahabar.com, JAKARTA - Ketua Umum Serikat Pekerja Indonesia Sejahterta (SPIS) PT IMIP, Katsaing mengungkap mayoritas perusahan smelter di kawasan PT IMIP, Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng) tidak transparan.

Minimnya transparansi tersebut spesifik mengenai data upah pekerja yang tidak sesuai. Bahkan, hal itu juga sudah terendus oleh pihak BPJS.

"BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan kan kemarin sempat sharing ke kami. Bahwa upah yang didaftarkan Pengusaha tidak sesuai dengan upah yang ada," kata dia kepada apahabar.com, Jumat (5/1).

Baca Juga: Pemerintah Abai hingga Sederet Pelanggaran HAM di Industri Smelter

Baca Juga: Faskes Ala Kadarnya, Pekerja Smelter di Morowali Terancam Debu Tambang

Karena itu, dia meminta kepada BPJS selaku badan penyelenggara asuransi milik negara agar menindaklanjuti persoalan tersebut.

Apalagi, kata Katsaing, BPJS punya kewenangan untuk mengadukan atau meminta bantuan ke kejaksaan apabila ditemukan ada perusahaan yang tidak terbuka dalam mendaftarkan data upah para pekerjanya.

"Jangan sampai kemudian ini dibiarkan juga oleh BPJS," terangnya kepada apahabar.com.

Baca Juga: Korban Tewas Ledakan Smelter ITSS Morowali Bertambah Jadi 21 Orang

Dia juga meminta agar BPJS berkordinasi dengan serikat buruh yang selama ini menaungi hak para pekerja. Koordinasi tersebut dimaksudkan untuk mendalami persoalan transparansi upah pekerja smelter.

Baca tentang transparansi upah di halaman selanjutnya...

Katsaing tidak ingin, ketidakterbukaan mengenai upah pekerja tersebut hanya sebatas isapan jempol. Namun tidak ada langkah kongkrit yang dilakukan oleh BPJS untuk memastikan transparansi upah itu bisa berjalan.

"Jadi jangan sampai hak pekerja ini terdzolimi kemudian itu BPJS sudah tahu kemudian langkah-langkah yang diambil oleh BPJS tidak ada," jelasnya.

Baca Juga: Menperin Akui Perbedaan Budaya Picu Kecelakaan Kerja di Smelter

Baca Juga: Ledakan Smelter Morowali Terus Berulang, Menperin Siapkan Sanksi

Katsaing melanjutkan ketidakterbukaan mengenai data upah yang diberikan ke BPJS berimbas pada hak asuransi ketenegakerjaan yang seharusnya diterima pekerja.

"Sebenarnya kan tidak ada sangkut pautnya tuh. Kecuali pengusaha tidak mendaftarkan secara utuh ke BPJS Itu kan persoalannya di situ," terangnya.

Dia menduga perusahaan smelter di Morowali tidak mendaftarkan data upah rill para pekerja, karena menghindari pembayaran santunan dengan persentase yang besar.

Baca Juga: Bos PT IMIP Bantah Tudingan Tak Berikan Hak Pekerja di Smelter

Pasalnya, imbuh Katsaing, asuransi ketenagakerjaan secara akumulatif diatur berdasarkan persentasenya. Dalam hal ini ada yang dari pemerintah dan pengusaha.

"Jadi ada berapa persen yang dibayar oleh pengusaha di situ. Nah melalui upah tersebut. Sehingga para pekerja itu didaftrakan lebih kecil gitu," pungkasnya.