Gugatan Perusahaan Sawit

Sidang Perkara Perusahaan Sawit dengan KLHK Berlanjut Pekan Depan

Persidangan lanjutan agenda mendengarkan pendapat ahli dalam perkara gugatan perusahaan sawit terhadap KLHK masih bergulir.

Persidangan lanjutan perkara gugatan perusahaan sawit terhadap KLHK yang menyangkut nasib hutan adat suku Awyu Papua (Foto: Andi M/apahabar.com)

apahabar.com, JAKARTA - Persidangan lanjutan agenda mendengarkan pendapat ahli dalam perkara gugatan perusahaan sawit terhadap KLHK masih akan bergulir. Sidang lanjutan akan digelar pada pekan depan.

Dua perusahaan sawit itu yakni PT Megakarya Jaya Raya dan PT Kartika Cipta Pratama melakukan gugatan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dua perusahaan sawit itu menolak dicabutnya izin konsesi oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar melalui SK.01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022.

"Sidang akan kembali digelar pada 8 Agustus 2023," tutup Majelis Hakim, di PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN), Jakarta Timur, Selasa (1/8).

Persidangan yang digelar pada hari ini berjalan lancar dengan agenda mendengarkan pendapat ahli dari pihak tergugat. Adapun ahli yang dipilih yakni pakar hukum lingkungan dari Fakultas Hukum UGM, Totok Dwi Diantoro.

Baca Juga: Komnas HAM Klaim Dukung Upaya Lindungi Hutan Adat Suku Awyu Papua

Pihak tergugat sempat melontorkan pertanyaan kepada ahli terkait perubahan regulasi Kehutanan, yakni terkait Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dalam UU Nomor 41 Tahun 1999 yang digantikan dengan UU Cipta Kerja.

Totok menerangkan, ada beberapa turunan aturan baru dalam UU Cipta Kerja yang menggantikan PSDH sebelumnya. Salah satunya ialah perubahan tuntutan. Berdasarkan regulasi itu, ia memaparkan, kawasan hutan bisa dibutuhkan untuk kepentingan lain di luar sektor hutan, seperti mengembangkan perokonomian.

Kawasan hutan tersebut dimungkinkan dilepas statusnya. Kendati demikian, terlepasnya status bukan berarti menghilangkan kewenangan otoritas.

"Ini tidak serta merta menghilangkan kewenangan otoritas. Memang secara status lepas dari kawasan hutan, tapi bukan berarti di situ kewenangan otoritas kemudian menjadi tidak ada," tegasnya.

Baca Juga: Masyarakat Suku Awyu Adukan Perusahaan Sawit ke Komnas HAM

Sebelumnya, perwakilan masyarakat adat Suku Awyu, Papua, Hendrikus Woro dan Barbra Mukri, mendatangi sejumlah lembaga negara di Jakarta dalam rangka mempertahankan tanah dan hutan adat. Mereka protes karena tanah seluas 8.828 hektare yang merupakan hutan adat Suku Awyu dirampas oleh kedua perusahaan sawit (PT Megakarya Jaya Raya dan PT Kartika Cipta Pratama) tersebut.

Keduanya melayangkan gugatan intervensi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta beberapa waktu lalu. Serta mencari kejelasan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK).

Mereka juga meminta agar pemerintah mencabut izin perusahaan-perusahaan sawit yang masuk ke tanah dan hutan adat mereka di Kampung Yare, Distrik Fofi, Kabupaten Boven Digoel, Papua Selatan.

Perusahaan-perusahaan sawit tersebut dinilai telah mengancam lingkungan dan kelangsungan ruang hidup Suku Awyu.