Kalsel

Sidang Perdana Kasus Korupsi HSU, Bupati Minta Fee 15 Persen

apahabar.com, BANJARMASIN – Sidang perdana kasus korupsi di Hulu Sungai Utara (HSU) digelar secara virtual di…

Oleh Syarif
Sidang perdana kasus korupsi di Hulu Sungai Utara (HSU) digelar secara virtual di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Rabu (1/12). Foto-Istimewa

apahabar.com, BANJARMASIN – Sidang perdana kasus korupsi di Hulu Sungai Utara (HSU) digelar secara virtual di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Rabu (1/12).

Adapun yang disidangkan adalah dua terdakwa selaku Direktur CV Kalpataru, Fachriadi dan Direktur CV Hanamas, Marhaini.

Dalam kasus ini, keduanya berperan sebagai pemberi fee kepada Bupati HSU non-aktif, Abdul Wahid.

Mereka disidangkan di hadapan majelis hakim yang dipimpin oleh Jamser Simanjuntak.

Pada sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tito Jailani mengancam kedua terdakwa dengan hukuman terendah 1 tahun dan tertinggi 5 tahun.

Ancaman hukuman itu berdasar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.

“Sedang penerima fee atau Bupati HSU non-aktif, Abdul Wahid tentu akan berbeda pasal,” kata Tito singkat.

Kedua terdakwa sendiri menurut dakwaan mengadakan pertemuan dengan Plt Kepala Dinas PUPR Kabupaten HSU, Maliki.

Di pertemuan itu, mereka bersepakat jika kedua terdakwa masing-masing akan memperoleh proyek. Namun diminta fee 15 persen dari nilai proyek oleh Bupati HSU non-aktif, Abdul Wahid.

Proyek yang akan dikerjakan itu ada di tahun 2021, di antaranya pengerjaan rehabilitasi jaringan irigasi daerah irigasi rawa (DIR) Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan dengan nilai pagu Rp2 miliar.

Direktur CV Kalpataru, Fachriadi memberikan kesaksian dalam sidang virtual kasus suap di HSU. Foto-Istimewa

Untuk memuluskan proyek, atas persetujuan Bupati HSU non-aktif, Abdul Wahid akhirnya perusahaan terdakwa CV Kalpataru ditunjuk sebagai pemenang lelang pengerjaan sebesar Rp1.555.503.400.

Dan berdasarkan kesepakatan, setelah pencairan uang muka sebesar Rp346.453.030, terdakwa melalui Mujib Rianto menyerahkan fee pertama sebesar Rp70 juta kepada Abdul Wahid melalui Maliki.

Demikian juga setelah pencairan termin I sebesar Rp1.006.017.752 terdakwa melalui M Mujib Rianto kembali menyerahkan uang fee sebesar Rp170.000.000 kepada Abdul Wahid melalui Maliki.

Sementara Marhaini selaku Direktur CV Hanamas juga memberikan fee secara bertahap dengan nilai keseluruhan Rp300 juta kepada Abdul Wahid.

Atas persetujuan Abdul Wahid, perusahaan terdakwa yakni CV Hanamas ditunjuk sebagai pemenang dengan nilai pekerjaan sebesar Rp1.971.579.000.

Penyerahan uang Rp300 juta tersebut dilakukan terdakwa secara bertahap. sesuai kesepakatan setelah uang pencairan uang muka sebesar Rp526.949.297, terdakwa melalui M Mujib Rianto menyerahkan uang fee sebesar Rp125 juta kepada Abdul Wahid melalui Maliki.

Demikian juga setelah pencairan termin I sebesar Rp676.071.352, terdakwa melalui M Mujib Risnto telah menyerahkan uang fee sebesar Rp175 juta kepada Abdul Wahid.

Sementara itu penasihat hukum terdakwa Marhaini, Supiansyah Darham usai pembacaan dakwaan mengatakan pihaknya tidak akan melakukan eksepsi dan pokok perkara nantinya akan disampaikan pada nota pembelaan. Begitu juga penasihat hukum terdakwa Fachriadi mengatakan hal yang sama.