Pengembangan Industri Smelter

Siap-Siap! Dua Smelter Kalimantan Segera Berproduksi

Pemerintah menarget 23 smelter mineral terbangun dan beroperasi tahun ini. Salah duanya berlokasi di Kalimantan. 

Ilustrasi pekerja di dalam smelter atau pabrik peleburan yang sedang berproduksi. Foto: Reuters via The Guardian

apahabar.com, JAKARTA - Pemerintah menarget 23 smelter mineral terbangun dan segera berproduksi. Salah duanya berlokasi di Kalimantan. 

Menilik ke belakang, target pembangunan smelter tahun ini memang naik dari sebelumnya yang hanya 19 pabrik peleburan.

Lebih rinci, empat smelter tambahan tiga di antaranya merupakan pabrik peleburan komoditas nikel yang kini sedang digandrungi. Sedang sisanya adalah smelter timbal dan seng.

Medio November lalu, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin berkata tiga smelter masih dalam tahap pembangunan. Ada juga yang telah terbangun 100 persen, tapi berhenti sebab terkendala finansial.

Baca Juga: Komisi VII: Geber Megaproyek Smelter Kalimantan Selatan

Baca Juga: Pengusaha Pribumi Terkendala Modal 'Bermain' di Bisnis Smelter

Smelter yang belum beroperasi tiga di antaranya PT Smelter Nikel Indonesia, PT Aneka Tambang Tbk, dan PT Kapuas Prima Citra (KPC).

Nama terakhir merupakan smelter khusus timbal dan seng yang beroperasi di Kalimantan Tengah. November kemarin, progresnya dilaporkan sudah terbangun 99 persen.

Sedang sisanya masih menunggu tenaga dari China sebagai spesialis progres smelter. Direncanakan, para pekerja dari China ini datang pada Oktober 2021 ini. Lantas, sudah sejauh mana perkembangan?

Terbaru, anggota Komisi VII DPR RI Mukhtaruddin mendapati laporan bahwa dua smelter milik PT KPC tersebut sudah beroperasi. Dua-duanya di Pangkalan Bun, tempat Mukhtar berasal. 

"Semuanya hilirisasi dari galena," jelas legislator Senayan tersebut kepada apahabar.com, Rabu (28/12).

Baca Juga: Cerita Kakek Terkaya RI di Bisnis Smelter Kalimantan: Mulanya Pedagang Kelontong

Baca Juga: Kapuas Prima Coal ZINC Operasionalkan Smelter Akhir 2022

Sebagai gambaran, smelter Pb Bullion berkapasitas 20 ribu ton per tahun. Dengan entitas izin usaha industri (IUI) PT Kapuas Prima Citra.

"Progres sudah selesai 100 persen, sudah uji coba soft commisioning dan insyaallah 2021 akan running produksi," tandas politikus Golkar itu.

Sedang smelter Zinc Ingot berkapasitas 30 ribu ton per tahun. Dengan entitas IUI PT Kobar Lamandau Mineral. Progres pembangunan sudah mencapai 86 persen. Dan, sudah melakukan PJBTL dengan PLN untuk kebutuhan listrik smelter sebesar 32 MW.

Bukan hanya Haji Isam yang berambisi membangun smelter atau pabrik peleburan.

Beda halnya dengan jaringan listrik yang diperkirakan baru tersambung Juni 2024, smelter ini ditarget rampung akhir 2023. Dengan rencana produksi di 2024 mendatang. "Semua hilirisasi dari material base metal galena (Pb dan Zn)," jelasnya.

Smelter PT KPC diketahui bernilai investasi 15 juta dolar AS. Sedang smelter PT Kobar Lamandau 67 juta US dolar. "Jika dua smelter itu sudah beroperasi dua-duanya akan ada penyerapan tenaga kerja kurang lebih 1000 orang," jelasnya.

Hilirisasi di sektor minerba, telah menjadi amanat Undang-Undang (UU) Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4/2009. Kewajiban hilirisasi yang melekat pada industri pertambangan tentu untuk memberikan nilai tambah.

"Hilirisasi industri tambang menjadi suatu keharusan," jelasnya.

Baca selengkapnya di halaman selanjutnya: 

Namun, produk nonrenewable atau terbarukan tidak bisa dibiarkan terus menerus. Suatu saat akan habis tergerus. Maka, ekspor produk primer menjadi minim nilai tambah.

"Karena itu, keputusan untuk membangun smelter atau industri pengolahan mineral di dalam negeri perlu didukung," beber Mukhtarudin.

Program hilirisasi industri diinisiasi Kementerian Perindustrian sejak 2010. Dimaksud guna mendapat nilai tambah produk bahan mentah. Juga, memperkuat struktur industri, menyediakan lapangan kerja. Lalu memberi peluang usaha tambahan.

Ilustrasi smelter. Foto: Kompas


Kendati begitu, pemerintah harus serius dalam mengimplementasikan kebijakannya. Artinya, perlu kebijakan percepatan hilirisasi. Hilirisasi dalam negeri sudah barang tentu harus berpacu dengan kecepatan kebutuhan industri global
 "Jadi pemerintah harus serius dan fokus dalam kebijakan program hilirisasi tersebut, jangan parsial dan tentu tetap berpegang kepada aturan dan memperhatikan lingkungan," imbuh Mukhtarudin.

Baca Juga: Mengintip Kekayaan 6 Konglomerat Ternama Pemain Smelter di Indonesia

Baca Juga: Megaproyek Smelter Kalimantan, Prof Muthia: Warga Lokal Jangan Jadi Penonton!

Meski program hilirisasi sangat bagus, jika penerapan tidak cermat bukan mustahil justru kontraproduktif. Pembangunan industri hilir mineral tentu tak semudah membalik telapak tangan. Butuh dukungan teknologi, peralatan, sumber daya manusia (SDM) yang memadai. Termasuk investasi yang sangat besar

"Semoga kebijakan hilirisasi ini tidak tanggung-tanggung, tapi sampai produk jadi, tenaga kerja dalam negeri dan alih teknologi, peningkatan TKDN, harus jadi perhatian dan prioritas," pungkas Mukhtarudin.