News

Sering Dianggap Pasal Karet, PBNU: Perumusan Pasal Penodaan Agama Harus Hati-hati!

Apahabar.com, JAKARTA – Wakil Ketua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum PBNU Abu rokhmad mengatakan pasal penodaan…

Wakil Ketua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum PBNU Abu Rokhmad. Foto: Resti/apahabar.com

Apahabar.com, JAKARTA – Wakil Ketua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum PBNU Abu rokhmad mengatakan pasal penodaan agama selama ini akan menjadi kekhawatiran bersama karena sering dianggap pasal karet.

Menurut Abu, PBNU tentu punya perhatian sekaligus kekhawatiran yang sangat tinggi terhadap RUU KUHP. Terutama terhadap pasal penodaan agama. Karena itu, perumusannya harus dilakukan secara hati-hati.

"Mengenai pasal penodaan agama ini saya kira menjadi concern kita bersama ya bahwa pasal penodaan agama itu sering dianggap sebagai pasal karet. Sama seperti pasal penghinaan kepada presiden itu ya. Tetapi ada yang lebih krusial dari sekadar penghinaan kepada presiden karena ini menyangkut, keyakinan ini menyangkut agama," katanya dalam diskusi daring di kanal YouTube FMB9ID_IKP, Senin (29/8).

Dalam aspek penegak hukum, kata Abu, ia mengingatkan berhati-hati sekaligus bersungguh-sungguh, sebab berkaitan dengan agama. Hal tersebut dinilainya akan lebih mengkhawatirkan jika dipadu maupun digabungkan dengan undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Sebab, hal tersebut akan menjadi persoalan yang serius.

Lebih lanjut, Abu menggaris bawahi pada aspek unsur-unsur pasalnya supaya tidak menjadi pasal karet harus memenuhi unsur pidananya. Karena menyangkut kepercayaan dan menurutnya harus diperlakukan secara spesifik.

"Harus kita cermati sedemikian rupa sehingga kita tidak menyesal seumur-umur karena begitu ini diundangkan lalu menjadi pegangan semua pihak. Kalau ini baik, tentu akan menjadi legacy bagi kita semua utamanya adalah pemerintah dan Dewan Permusyawaratan Rakyat," ujar Abu.

Selain itu, Abu juga menambahkan pasal penodaan agama perlu dilindungi oleh undang-undang. Hal tersebut perlu dilakukan semata-mata untuk menjaga kebersamaan dan kedamaian.

"Oleh karena itu kalau kemudian di dalam rancangan undang-undang KUHP pidana itu masih dicantumkan itu berarti pembuat undang-undang masih menganggap penting bahwa agama itu sendiri lalu umat agamanya. Lalu kemudian simbol-simbolnya, termasuk juga kepentingan masyarakat yang terkait dengan agama itu memang perlu untuk dilindungi oleh undang-undang," tutup Abu.

Reporter: Resti