Kalsel

Sengketa Pilgub Kalsel: MK Beber Alasan Tak Siarkan Langsung Sidang Pembuktian

apahabar.com, BANJARMASIN – Mahkamah Konstitusi (MK) membeberkan sederet alasan mengapa sidang pembuktian sengketa Pilgub Kalsel, Senin (22/2)…

Dalam sidang pembuktian sengketa hasil Pilgub Kalsel 2020 di MK, saksi termohon mengungkap adanya praktik penggelembungan suara. Foto: Antara

apahabar.com, BANJARMASIN –Mahkamah Konstitusi (MK) membeberkan sederet alasan mengapa sidang pembuktian sengketa Pilgub Kalsel, Senin (22/2) tak disiarkan langsung.

Agenda sidang tadi siang ialah pembuktian hal gugatan permohonan Denny Indrayana-Difriadi Darjat (H2D) atas hasil Pilgub Kalsel 2020. Untuk diingat, H2D kalah 8.127 suara oleh pasangan calon Sahbirin-Muhidin.

Terungkap, alasan MK tak menyiarkan langsung secara daring sidang lanjutan agar mendapatkan keterangan saksi yang natural dan bebas dari pengaruh.

“Ini konteksnya adalah mendengarkan saksi, nanti dikhawatirkan saksi berikutnya dari termohon akan dengan mudah menyangkal (counter) kesaksian bapak (pemohon), demikian juga sebaliknya,” ujar Hakim Konstitusi Suhartoyo, dilansir Antara.

Majelis Hakim MK, kata dia, ingin mendengar keterangan saksi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku termohon dan pasangan calon yang menjadi pihak terkait sesuai yang disiapkan tanpa perubahan setelah mendengar saksi dari pemohon.

Dalam sidang umum, saksi menunggu di luar ruang sidang hingga dipanggil untuk memberi keterangan. Esensi penundaan penayangan sidang lanjutan sengketa hasil pilkada, menurutnya tidak berbeda dengan hal itu.

“Jadi para khalayak akan bisa menyaksikan siaran ini dalam siaran tunda. Memang ini ada kekhususan,” ujar Hakim Suhartoyo.

Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan untuk 132 permohonan perselisihan hasil Pilkada 2020, MK memang membatasi pihak yang hadir dalam ruang sidang karena situasi Covid-19.

Meski dilakukan pembatasan, khalayak umum dapat mengikuti jalannya persidangan secara langsung melalui laman resmi MK atau kanal dalam aplikasi berbagi video.

Sementara untuk sidang lanjutan, MK menyiarkan secara daring setelah sidang selesai.

Selain Pilgub Kalsel, siang tadi MK juga mendengar keterangan saksi untuk perkara sengketa hasil Pilkada Belu, dan Sumba Barat.

Ketiga perkara itu termasuk dari total 32 permohonan perselisihan hasil Pilkada 2020 yang melaju ke persidangan lanjutan dengan agenda pembuktian.

Untuk menguji alasan tersebut, apahabar.com menghubungi Pakar Hukum Tata Negara Ahmad Fikri Hadin.

Menurut Fikri sah-sah saja jika MK tak menyiarkan langsung sidang lanjutan sengketa hasil pemilu.

"Apakah ini alasan keselamatan saksi? Kalau saya memandang, jika ini disahkan majelis, maka sah-sah saja," ucap Dosen Fakultas Hukum, Universitas Lambung Mangkurat (ULM) itu.

Menurutnya, persidangan di MK memang mestinya bersifat terbuka untuk umum.

Namun soal disiarkan langsung atau tidak, itu murni keputusan majelis hakim.

"Itu merupakan kesesuaian atau kesepakatan yang dilakukan majelis hakim," katanya.

Bisa jadi, tambah dia, ada salah satu pihak yang bersengketa mengajukan permohonan.

"Tetapi untuk persidangan tetap berasaskan terbuka untuk umum. Kalau langsung datang ke sana, ya terbuka untuk umum, akan tetapi tetap dibatasi karena protokol kesehatan," pungkasnya.

Sebelumnya, DPD Partai Gerindra Kalsel menyayangkan tidak disiarkannya secara daring sidang lanjutan Pilgub Kalsel di MK.

"Padahal seluruh DPC dan DPD Partai Gerindra Kalsel sudah bersiap nonton bareng," ucap Sekretaris DPD Partai Gerindra Kalsel, Ilham Nor kepada apahabar.com.

Keterangan Saksi

Denny Indrayana didampingi kuasa hukumnya M. Raziv Barokah selaku pemohon dalam sidang pembuktian sengketa hasil Pilgub Kalsel, Senin (22/2). Foto: Humas MK

Denny Indrayana selaku pemohon perkara 124/PHP.GUB-XIX/2021 menghadirkan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini sebagai Ahli.

"Saat ini sebanyak 62% negara di dunia secara teratur mengadakan pemilu yang diklasifikasikan sebagai pemilu yang bebas dan adil dan kompetitif. Pemilihan yang bersih adalah instrumen untuk memastikan pemerintah, perwakilan dan kendali rakyat atas pengambilan keputusan bisa berjalan. Pemilu demokratis akan melahirkan pemerintah yang legimitasi. Pemerintah yang legitimasi akan melahirkan pemerintah yang efektif dan responsif," ungkap Titi, dikutip dari siaran pers MK.

Titi juga menyebutkan sejumlah parameter pemilu dinilai demokratis seperti disampaikan pakar Ramlan Surbakti.

Di antaranya ada kepastian hukum, persaingan antara pasangan calon yang berjalan relatif bebas dan adil. Parameter berikutnya, partisipasi masyarakat yang sangat menonjol.

Di samping itu, penyelenggara pemilu secara umum telah melaksanakan tugasnya secara independen, profesional, transparan, akuntabel dan melayani pemilih.

Pelibatan ASN di halaman selanjutnya…

Pemohon juga menghadirkan Muhammad Yahya sebagai saksi yang menjelaskan penyalahgunaan bantuan sosial (bansos) yang melibatkan Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk memenangkan paslon nomor urut 1 Sahbirin Noor-Muhidin (Pihak Terkait).

"Ada penyalahgunaan bansos berupa beras untuk pencitraan Paslon Sahbirin Noor dan Muhidin yang melibatkan Aparatur Sipil Negara terutama tenaga kontrak di Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalimantan Selatan," ujar Yahya sebagai pegawai Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kalsel.

Yahya mengaku ikut melakukan pengemasan beras untuk bansos tersebut sejak pertengahan 2018 hingga menjelang pertengahan 2020 atas perintah Kepala Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalsel, meneruskan perintah Gubernur Kalsel kala itu (Pihak Terkait).

Jumlah beras yang dikemas dengan stiker tagline "Bergerak" dan "Paman Birin" serta foto Sahbirin Noor berkisar 7 ton per hari, bahkan pernah sampai 14 ton.

Waktu pengemasan beras dinilai Yahya tidak manusiawi, tidak mengenal siang maupun malam.

Dia sempat menolak, tapi diancam akan diputus kontrak kerja Yahya yang bekerja sebagai supir.

Pengakuan Yahya bahwa pengemasan beras atas perintah Gubernur Kalsel, bukan tidak berdasar.

Saat Yahya mengemas beras, dia sempat melihat istri Kepala Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalimantan Selatan sedang melakukan video call dengan Gubernur Kalsel yang menjelaskan sedang ada pengemasan beras.

Saksi Pemohon berikutnya, Anang Husni yang menerangkan adanya politik uang di Kabupaten Banjar yang dilakukan dengan cara bertandem paslon nomor urut 1 dan paslon nomor urut 3.

Tim meminta Anang dan lainnya untuk mengumpulkan KTP dan KK sebanyak-banyaknya di TPS 04 Desa Sungai Lakum yang bertujuan untuk memenangkan paslon nomor urut 1 dan menjanjikan ada imbalan uang.

Anang sebagai tim pemenangan paslon nomor urut 1 membagikan uang Rp 100 juta untuk 100 orang calon pemilih.

"Saya suruh mereka mencoblos pasangan calon nomor urut 1," ucap Anang.

Berikutnya Chandra Adi Susilo yang juga dihadirkan sebagai Saksi Pemohon, membenarkan terjadinya penyalahgunaan bantuan sosial yang melibatkan ASN untuk memenangkan paslon nomor urut 1.

Distribusi bansos tersebar di 20 kecamatan, diketahui melalui media sosial, terkadang disiarkan di stasiun tv lokal.

"Termasuk keluarga dari istri saya menerima 4 kg beras, kemudian gula dan teh," jelas Chandra.

Chandra yang merupakan saksi di Kabupaten Banjar, juga menerangkan adanya kejanggalan saat rekapitulasi penghitungan suara tingkat pleno di Kabupaten Banjar.

Di antaranya terdapat 160 suara Pemohon pindah ke Pihak Terkait.

Selain itu, adanya ketidaksamaan jumlah DPT antara pemilih dalam pemilihan gubernur dan pemilihan bupati.

Protes dilakukan tim pemenangan paslon nomor urut 2 dan tidak menandatangani hasil pleno, tapi tidak ada tindaklanjut dari KPU.

Kemudian ada Saksi Pemohon, Manhuri sebagai tim sukses Pemohon.

Dikatakan Manhuri, rekapitulasi penghitungan suara seluruh kecamatan di Kalsel, angka-angka yang ditetapkan KPU semuanya bermasalah.

Jumlah surat suara yang diterima Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) untuk pemilihan bupati tidak sama dengan pemilihan gubernur sehingga jumlah surat suara sah dan tidak sah jauh berbeda.

Saksi Pemohon berikutnya, Jurkani, menjelaskan adanya keterangan komisioner Bawaslu Banjar mengenai manipulasi menaikkan suara Pihak Terkait sebanyak 5.000 suara.

Bantahan Saksi Termohon di halaman selanjutnya…

KPU Provinsi Kalsel selaku Termohon menghadirkan sejumlah saksi.

Saksi bernama Murjani membantah tuduhan Pemohon soal adanya petugas KPPS yang merusak surat suara di 432 TPS di Kabupaten Hulu Sungai Tengah sehingga banyak surat suara tidak sah.

Saksi Termohon berikutnya, Noor Yanto menanggapi pleno rekapitulasi penghitungan suara di tingkat kabupaten.

"Tidak ada keberatan dari Saksi Pemohon dan Saksi Pihak Terkait saat pleno rekap penghitungan suara di kabupaten," ungkap Noor Yanto.

Berbagai dalil Pemohon soal pelanggaran penyelenggara pemilu selama pilkada, misalnya terjadinya pembongkaran kotak suara, terdapat sejumlah 8.127 selisih suara antara Pemohon dengan pihak Sahbirin Noor dan Muhidin sebagai pihak pasangan dengan perolehan suara terbanyak yang melanggar prinsip-prinsip pemilu yang ditegaskan dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 yaitu "Luber" dan "Jurdil".

Hal ini setelah ditelusuri KPU, tidak dapat diklarifikasi kebenarannya.

Sedangkan Saksi Termohon, Rahmiyati Wahdah dan Irfan Rafi'an maupun Abdul Karim Oman, semuanya membenarkan bahwa tidak ada keberatan dari Saksi Pemohon dan Saksi Pihak Terkait saat pleno rekap penghitungan suara di kabupaten dan provinsi.

Saksi Pemohon dan Saksi Pihak Terkait menandatangani berita acara hasil rekapitulasi penghitungan suara.

Penjelasan Saksi Pihak Terkaitdi halaman selanjutnya…

Selanjunya, Paslon Nomor Urut 1 Sahbirin Noor dan Muhidin selaku Pihak Terkait menghadirkan saksi bernama Syaifullah sebagai Wakil Sekretaris Tim Kampanye Provinsi.

Syaifullah membenarkan dirinya mengikuti rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara di tingkat provinsi. Menurutnya, Saksi Pemohon hadir secara bergantian.

"Ada beberapa kejadian khusus selama rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara di tingkat provinsi. Misalnya ada pencocokan data yang sebelumnya terjadi keliruan saat pleno di tingkat kabupaten. Jadi tidak ada yang substansial," ucap Syaifullah.

Saksi Pihak Terkait lainnya, Hamdiah sebagai Saksi Mandat Kabupaten Banjar menanggapi saat pleno rekapitulasi penghitungan suara di tingkat kabupaten.

Menurutnya, tidak ada keberatan dan tidak ada alasan dari pihak Pemohon terhadap pleno rekapitulasi penghitungan suara di tingkat kabupaten.

Pemohon juga tidak menandatangani berita acara pleno rekapitulasi penghitungan suara di tingkat kabupaten.

Muhammad Ihsan sebagai Saksi Pihak Terkait membenarkan adanya 100 persen pemilih di sebagian besar TPS wilayah Provinsi Kalsel yang dimenangkan Pihak Terkait.

Kemudian ada Abdullah Hair sebagai Saksi Mandat di Kabupaten Barito Kuala yang menegaskan tidak ada dugaan pelanggaran-pelanggaran selama pilkada di Kabupaten Barito Kuala.

Tidak pernah ada panggilan dari Bawaslu terkait dugaan pelanggaran-pelanggaran tersebut.