Sempat Dua Bulan Produksi, Pabrik Ekstasi Rumahan di Banjar Digerebek Polda Kalsel

Ditresnarkoba Polda Kalsel mengungkap kasus pabrik ekstasi rumahan di Kabupaten Banjar. Seorang pelaku berinisial RCS (30) berhasil diamankan dalam kasus ini.

Ditresnarkoba Polda Kalsel merilis hasil pengungkapan kasus pabrik ektasi rumahan di Kabupaten Banjar. Foto: Syahbani

bakabar.com, BANJARMASIN -  Ditresnarkoba Polda Kalsel mengungkap kasus pabrik ekstasi rumahan di Kabupaten Banjar. Seorang pelaku berinisial RCS (30) berhasil diamankan dalam kasus ini.

RCS diringkus di kediamannya dalam operasi penggerebekan di Jalan Handil Bahalang II, Kelurahan Manarap Tengah, Kertak Hanyar, pada Jumat 19 Juli 2024 sekitar pukul 6 petang.

“Ini merupakan kasus prekursor. Home industri yang bahan bakunya bisa menjadi senyawa amfetamin atau ekstasi,” ujar Direktur Resnarkoba Polda Kalsel, Kombes Pol Kelana Jaya saat pers rilis, Kamis (25/7).

Selain mengamankan RCS, petugas dari Subdit II Ditresnarkoba yang melakukan penggerebekan juga menemukan barang bukti berupa serbuk coklat yang diduga narkotika seberat 1,45 gram.

Serbuk coklat ini merupakan bahan setengah jadi. Sebelum dicetak menjadi pil ekstasi. Dari hasil uji lab serbuk coklat tersebut positif mengandung metkatinon dan efedrin. 

“Metkatinon dan efedrin itu sejenis senyawa amfetamin seperti yang terkadang dalam ekstasi. Jadi serbuk coklat ini dimasukkan ke dalam kulkas sebelum dicetak menjadi pil,” jelas Kelana.

Selain itu, ditemukan pula bahan kimia dan peralatan produksi ekstasi. Seperti alat cetak pil yang terbuat dari alumunium, kompor gas, serta beberapa bahan kimia lainnya.

Dari pengakuan RCS kepada polisi bahwa dia sudah dua bulan menjalankan usaha haramnya tersebut. Dalam kurun waktu dua bulan itu, RCS sempat memproduksi 200 pil ekstasi.

Adapun bahan baku untuk memproduksi ekstasi tersebut dibeli secara ilegal di toko-toko maupun di marketplace online. Lantas darimana RCS belajar membuat ekstasi tersebut? 

Kelana bilang bahwa pelaku ini hanya pesuruh. Dengan kata lain, ada orang lain yang mengendalikan RCS. Dia hanya berperan sebagai orang yang memproduksi.

“Jadi dia hanya dapat ongkos membuat saja. Ongkos produksi. Ada yang mengendalikannya. Dia masih belajar,” beber Kelana.

Atas perbuatanya, RCS dijerat dengan pasal Pasal 113 ayat (1) subs Pasal 112 ayat (1) dan Pasal 129 Huruf (a) dan atau huruf (b) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Sementara itu, Dosen Prodi Apoteker MIPA Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Nur Cahaya, yang turut berhadir saat pres rilis menyatakan bahwa metkatinon termasuk dalam golongan narkotika. 

Cahaya menegaskan bahwa bahan-bahan kimia yang didapat RSC untuk memproduksi ekstasi sejatinya tak dijual bebas. Pasalnya itu termasuk narkotik golongan I.

“Metkatinon adalah senyawa kimia yang termasuk dalam golongan narkotika. Ini tidak dijual bebas,” katanya.

Dijelaskan Cahaya bahwa Metkatinon merupakan senyawa yang memiliki efek stimulan. Dapat menyebabkan euforia, perasaan senang, hilangnya rasa lelah atau lapar, serta halusinasi. 

“Bahkan dalam kondisi tertentu dimana kelebihan dosis bisa memicu kepada kematian,” pungkasnya.