Pemilu 2024

Sembilan Parpol Belum Penuhi Syarat Verifikasi Faktual

Sejak 14 Oktober hingga 9 November 2022, KPU melakukan verifikasi faktual kepengurusan dan keanggotaan partai politik peserta pemilu.

Ketua KPU, Hasyim Asyári. (Foto: dkpp.go.id)

apahabar, JAKARTA - Sejak 14 Oktober-9 November 2022, KPU melakukan verifikasi faktual kepengurusan dan keanggotaan partai politik peserta pemilu. Sembilan di antaranya dinyatakan Belum Memenuhi Syarat (BMS) oleh KPU.

Ketua KPU Hasyim Asyari menerangkan partai politik ini kemudian diberikan waktu masa perbaikan, persyaratan kepengurusan dan keanggotaan partai politik hingga sebelum tanggal 14 Desember 2022.

Meski pada proses pengumuman BMS KPU tidak mengumumkan secara detail tentang persyaratan apa yang tidak terpenuhi, KPU masih akan terus meng-update perkembangan proses jelang pemilu serentak pada 2024 mendatang.

Baca Juga: Pedagang Warteg dan Bubur Ayam Se-Jaktim Deklarasi Dukung Ganjar

Pengumunan tersebut akan diumumkan pada 14 Desember 2022. Pada tanggal ini, KPU juga akan melakukan penetapan partai politik peserta pemilu 2024 dari hasil perbaikan yang telah dilakukan.

"Bagi sembilan parpol silahkan memperbaiki persyaratan kepengurursan dan keanggotaan," katanya, Senin (12/12).

Ia juga menegaskan bahwa pengumuman final terkait peserta pemilu akan dilaksanakan pada tanggal 14 Desember 2022. 

Sementara itu Koalisi Masyarakat Sipil menilai bahwa KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu masih belum bisa melakukan keterbukaan informasi.

Baca Juga: Rencana Anies Baswedan Rayakan Natal di Papua, Pengamat: Ada Gimik Menuju Pilpres 2024

"Padahal keterbukaan informasi tentang syarat mana saja yang dipenuhi dan tidak dipenuhi oleh partai politik, merupakan informasi terbuka agar publik dapat ikut mengawasi proses tahapan verifikasi faktual partai politik," ujar Kahfi Adlan.

Koalisi Masyarakat Sipil mendesak tahapan Pemilu dilaksanakan dengan mengedepankan nilai integritas. Mengingat anggaran yang digelontorkan untuk mendanai pesta demokrasi mendatang terbilang besar, yakni mencapai Rp76,6 triliun.

"Atas dasar itu, rezim ketertutupan semacam ini sebaiknya dihindari oleh penyelenggara pemilu," katanya.