Sekelumit Kisah Guru Masdar, Salah Seorang Pasak Ulama Kalimantan Selatan

KH Masdar Umar bin H Umar (84) telah wafat. Sejak pagi hingga sore, sepanjang jalan di Desa Sungai Tuan, Kecamatan Astambul, Kabupaten Banjar dipadati pelayat.

KH Masdar Umar semasa hidup banyak mencurahkan waktu kepada pembelajaran agama. Foto: Istimewa

bakabar.com, MARTAPURA - Kabar duka menyelimuti Kalimantan Selatan. Salah seorang pasak ulama KH Masdar Umar bin H Umar (84) telah wafat, Selasa (23/7).

Figur yang kerap disapa Guru Masdar itu dikabarkan sudah lama sakit lemah jantung, sampai akhirya meninggal dalam perawatan di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Banjarbaru.

Guru Masdar meninggalkan satu orang istri yang kerap disapa Julak Idah, serta lima anak yang terdiri dari tiga perempuan dan dua laki-laki. Mereka bernama Fathun, Fauziah, Fahriati, H Muhammad Aqil, dan H Ahmad.

Kesedihan mendalam pun begitu terasa di kediaman sang guru di Desa Sungai Tuan, Kecamatan Astambul, Banjar. Tepat azan asar mulai berkumandang, Guru Masdar dimakamkan tepat di samping rumah.

Gemuruh suara pembacaan Surah Yasin jemaah yang dipimpin Imam Musala Ar- Raudhah Sekumpul, Tuan Guru Sa'duddin Salman, mengiringi prosesi pemakaman.

Prosesi pemakaman KH Masdar Umar (Guru Masdar) di Desa Sungai Tuan, Kecamatan Astambul, Kabupaten Banjar, Selasa (23/7) sore. Foto: MC Banjar

Guru Masdar adalah seorang ulama sepuh zuriat KH Muhammad Arsyad Al Banjari atau Datu Kalampayan yang lahir 1940 di Desa Sungai Tuan.

Bersahabat dengan KH Muhammad Zaini bin Abdul Ghani atau Guru Sekumpul sejak bersama-sama menuntut ilmu di Pondok Pesantren Darussalam Martapura. Meski dikatakan bersahabat, Guru Masdar lebih menganggap Guru Sekumpul  sebagai guru.

Guru Masdar merupakan anak bungsu dari dua bersaudara. Sang ayah yang bernama H Umar, diketahui seorang ulama ternama. Begitu pun sang ibu, Hj Galuh, juga dari putri seorang yang terpandang di Sungai Tuan bernama H Makmun.

Tidak mengherankan kalau Guru Masdar disebut sebagai salah satu dari tiga pasak ulama Kalimantan Selatan bersama KH Abdul Muin Bahruddin Dalam Pagar, dan KH Muaz Hamid Martapura. Sekarang hanya KH Muaz Hamid yang masih tersisa.

Julukan sebagai pasak ulama Kalsel itu dilontarkan oleh KH Muhammad Wildan Salman yang juga Pimpinan Tahfizh Darussalam Martapura.

“Mereka adalah pasak–pasak Kalsel. Apabila mereka meninggal, tidak seorang pun yang bisa menggantikan," papar Guru Wildan dalam salat istigasah pandemi Covid-19 bersama tokoh ulama, Forkopimda Kalsel dan Banjar, serta para santri di Masjid Agung Al-Karomah Martapura, 1 September 2021 lalu.

"Kalau saya hanya ratik-ratik (sampah kecil). Saya berdiri di hadapan beliau bukan karena alim, tapi saya menjalankan kepercayaan tugas dari Gubernur Kalsel,” sambung Guru Wildan.

Guru Masdar sendiri memulai pendidikan di Madrasah Sulamul Ulum di Desa Dalam Pagar sejak 1950. Berlanjut ke Ponpes Darussalam Martapura dan menambah jam belajar dengan mengikuti banyak majelis.

Ketekunan itulah yang membuat Guru Masdar telah hafal Al-Qur'an dalam usia 15 tahun dan beberapa kitab.

Selanjutnya Guru Masdar menghabiskan banyak waktu mengajarkan ilmu agama di pesantren, majelis taklim, hingga mengisi pengajian dari masjid ke masjid.

"Salah satu pesan beliau kepada para murid berisi soal kekayaan. Beliau menyebut orang kaya adalah orang yang dapat beribadah dengan lapang," sahut Zaini, Kepala Desa Sungai Tuan.

Baca juga: Guru Muin Wafat, Satu dari Tiga “Pasak” Ulama Kalsel