Sains di Balik Adu Penalti: Apakah Keberuntungan Masih Dibutuhkan?

Menjelang semifinal Piala Dunia 2022, adu penalti menjadi salah satu situasi yang berpeluang terjadi.

Ekspresi Roberto Baggio seusai kegagalan mengesekusi penalti di final Piala Dunia 1994, ketika Italia menghadapi Brasil. Foto: Naija Super Fans

apahabar.com, BANJARMASIN - Menjelang semifinal Piala Dunia 2022, adu penalti menjadi salah satu situasi yang berpeluang terjadi. Lantas seberapa besar campur tangan keberuntungan dalam adu penalti?

Semifinal Piala Dunia 2022 memunculkan sejumlah kejutan. Salah satu yang paling mencolok adalah keberhasilan Maroko mencapai empat besar.

Kejutan tersebut dipastikan semakin besar, seandainya Hakim Ziyech cs mampu menghentikan keperkasaan juara bertahan Prancis di semifinal, Kamis (15/12) dini hari.

Adapun semifinal lain mempertemukan Kroasia dengan Argentina, Rabu (14/12) dini. Ini merupakan kesempatan kedua Lionel Messi cs memenangi Piala Dunia dalam lima edisi terakhir.

Dalam partai semifinal, pemenang bisa saja ditentukan di babak normal, babak tambahan waktu, hingga bahkan adu tendangan penalti.

Banyak yang menyebut keberuntungan berperan besar dalam adu tendangan penalti. Faktanya pemain-pemain berkaliber superstar pun pernah gagal menyelesaikan tendangan penalti.

Namun berdasarkan penelitian di bidang ilmu olahraga, baik secara psikologis maupun fisiologis, keberuntungan bukan faktor utama yang menjadi penentu.

"Di antara sekian banyak peneliti yang giat terlibat penelitian adu penalti adalah Geir Jordet dari Norwegia," tulis dosen psikologi Yayasan Rumah Sakit Islam Indonesia (YARSI) Jakarta, Sunu Bagaskara, dalam buletin psikologi.

"Jordet beserta sejumlah kolega menemukan bukti-bukti empiris bahwa kesuksesan ataupun kegagalan dalam adu penalti dapat diprediksi melalui sejumlah faktor yang melekati pemain," imbuhnya.

Berikut rangkuman dari hasil penelitian yang dilakukan Geir Jordet:

1. Stres

Dalam penelitian yang dilakukan, Geir Jordet menganalisis video dan catatan pertandingan, khususnya ketika adu penalti di turnamen-turnamen besar sepakbola dunia seperti Piala Dunia, Liga Champions Eropa dan Copa America.

Ditemukan bahwa kesuksesan tendangan penalti di Piala Dunia (71,2 persen) jauh lebih kecil daripada turnamen lain. Dijabarkan Liga Champions memiliki persentase berhasil 84,6 persen dan Copa Amerika 82,7 persen.

Diduga semakin sebuah turnamen dianggap penting, maka semakin besar pula tekanan dan kecemasan pemain. Stres inilah yang akhirnya menyebabkan penurunan performa pemain.

2. Urutan penendang

Geir Jordet cs juga menemukan perbedaan kesuksesan adu penalti untuk penendang pertama (86,6 persen), penendang kedua (81,7 persen), penendang ketiga (79,3 persen), penendang keempat (72,5 persen), penendang kelima (80 persen), serta penendang keenam dan kesembilan (64,3 persen).

Perbedaan itu disebabkan persepsi kepentingan hasil tendangan. Seperti diketahui penendang pertama hingga ketiga bukan penentu hasil akhir.

Dengan kata lain, kemenangan atau kekalahan dalam adu penalti mulai ditentukan penendang keempat dan seterusnya.

Persepsi ini kemudian menyebabkan pemain mengalami stres yang tinggi, sehingga mengganggu performa dan konsentrasi mereka.

3. Response time

Dari penelitian yang berbeda, Geir Jordet cs menemukan peran response time terhadap kesuksesan tendangan penalti.

Response time adalah jarak waktu antara sinyal dari wasit dibunyikan, hingga langkah pertama pemain ke arah bola.

Ditemukan bahwa pemain yang mengambil jarak waktu agak panjang atau response time tinggi, dicatat memiliki kesuksesan hingga 82,4 persen.

Sebaliknya pemain dengan response time rendah, dicatat hanya memperoleh kesuksesan sebesar 68,2 persen.

Adapun response time rendah disebabkan keinginan pemain untuk sesegera mungkin keluar dari tidak nyaman, karena ditunjuk sebagai penentu keberhasilan.

Dalam situasi penuh tekanan, terkadang pemain lebih mengutamakan kecepatan performa ketimbang ketepatan mengarahkan bola.

4. Status pemain

Dalam situasi open play, pemain seperti Cristiano Ronaldo, Lionel Messi, Robert Lewandowski atau Harry Kane adalah jaminan mutu dalam mencetak gol.

Namun nama besar saja tidak cukup menjadikan mereka sukses mengeksekusi penalti. Dalam penelitian Geir Jordet, pemain bintang menunjukkan persentase kesuksesan 65,0 persen.

Itu lebih rendah daripada pemain-pemain yang belum menjadi bintang dengan persentase kesuksesan hingga 88,9 persen.

Dalam catatan Piala Dunia, terdapat banyak pemain bintang yang gagal dalam adu penalti. Sebut saja Uli Hoeness, Franco Baresi, Daniele Massaro, Michel Platini, Diego Maradona, Roberto Baggio, hingga David Trezeguet.