Tak Berkategori

Rupiah Labil, Harga Emas Tidak Stabil

apahabar.com, JAKARTA – Tak hanya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang labil, tapi harga emas…

Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. Foto-REUTERS/Michael Dalder

apahabar.com, JAKARTA – Tak hanya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang labil, tapi harga emas pada awal tahun ini pun tidak stabil.

Pada 5 Januari lalu, harga emas sempat mencapai level tertinggi. Kala itu harga emas dibanderol di US$ 1.949,35/troy ons. Namun setelah itu harga emas anjlok.

Mengutip CNBC Indonesia, Selasa (26/01), harga si logam kuning tersebut bahkan sempat drop ke level terendah pada pertengahan Januari. Di arena pasar spot emas sempat dipatok di US$ 1.826,59/troy ons pada 15 Januari 2021.

Setelah ambles, harga emas berangsur menguat. Emas memang belum bisa tembus level psikologis US$ 1.900/troy ons. Namun pada pertengahan pekan lalu setidaknya harga emas tembus level US$ 1.870/troy ons.

Per hari ini, Selasa (26/1/2021), harga emas cenderung flat. Emas hanya mampu menguat tipis 0,03% dari posisi penutupan kemarin. Untuk 1 troy ons emas harganya berada di US$ 1.855,78 di pasar spot.

Kendati kondisi makroekonomi masih positif untuk emas, tetapi komoditas ini membutuhkan katalis lainnya untuk bisa bergerak merangkak naik. Salah satu yang menjadi sorotan pelaku pasar adalah kebijakan bank sentral AS Federal Reserves (The Fed).

Ketua The Fed Jerome Powell dikabarkan bakal memberikan konferensi pers pada Rabu (27/01) besok. Pasar sempat mengkhawatirkan perubahan kebijakan moneter di AS.

Kebijakan injeksi likuiditas berupa program pembelian aset sempat dikhawatirkan bakal mulai dikurangi.

Namun dalam konferensi pers Jerome Powell terakhir, rumor tersebut dibantah. Kebijakan otoritas moneter paling berpengaruh di dunia itu masih akan tetap longgar.

Suku bunga acuan juga tidak akan dinaikkan setidaknya sampai tahun 2023. Itulah yang disampaikan oleh bos The Fed.

Adanya kemungkinan perubahan kebijakan moneter yang diantisipasi oleh pelaku pasar memang membuat imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS mengalami kenaikan.

Hal ini membuat harga emas sebagai salah satu aset tak berimbal hasil tertekan, apalagi dibarengi dengan rebound dolar AS yang selama ini terus melemah.

Dengan kebijakan makro yang masih akomodatif seharusnya menjadi hal yang positif untuk emas. Di bawah pemerintahan Joe Biden, stimulus fiskal jumbo kemungkinan juga masih akan digelontorkan.

Namun saat ini selera para pelaku pasar sedang suka berburu risiko untuk mendapatkan cuan lebih tebal ke aset-aset seperti ekuitas hingga cryptocurrency yang membuat harganya terus mengalami kenaikan.

Hal inilah juga yang membuat harga emas sulit sekali untuk kembali ke level tertingginya sepanjang sejarah (all time high).