Ancaman Krisis Pangan

Ramalan Dirut Pupuk Indonesia Soal Krisis Pangan Dalam Negeri: Awas Pupuk Langka!

Direktur Utama (Dirut) Pupuk Indonesia mengungkapkan kemungkinana terjadinya krisis pangan, akibat dari kelangkaan pupuk.

NTP di Kalsel naik 1,31 persen pada Desember tahun lalu. Foto ilustrasi-Kominfo Jatim

apahabar.com, JAKARTA – Direktur Utama (Dirut) PT Pupuk Indonesia (Persero), Ahmad Bakir Pasaman mengungkapkan dampak terjadinya krisis pangan akan berimbas pada kelangkaan pupuk. Kelangkaan tersebut terjadi akibat dari inovasi baru yang memungkinkan bahan dasar pupuk, yaitu amonia yang dapat dijadikan sebagai energi.

“Sekarang itu, amonia akan digunakan sebagai energi atau bahan bakar. Jika misalnya amonia untuk bikin urea semua dijadikan bahan bakar, akan terjadi krisis pangan,” ujarnya dalam National Energy Climate Sustainability Competition 2023 secara daring, Minggu (12/2).

Potensi untuk mendorong banyaknya perusahaan pupuk beralih ke energi sangat besar. Jika banyak perusahaan pupuk beralih bisnis maka akan mendorong kenaikan harga pupuk.

Baca Juga: Perkuat Ketahanan Pangan, BUMN Dukung Operasional Pabrik Pupuk PT PIM

"Karena harganya pasti mahal itu, jadi banyak yang  jual amonia untuk energi. Imbasnya tidak ada amonia untuk bikin urea, nah itu bahaya, nanti petani kekurangan pupuk, maka bisa terjadi kelangkaan pupuk krisis pangan," jelasnya.

Sebagai langkah pencegahan, pemerintah sudah membuat klasifikasi untuk perusahaan pupuk guna mencegah banyaknya akivitas perpindahan bisnis.

“Oleh karena itu dibedakan istilahnya ada grey, blue, green. Sebenernya amonianya sama, tapi nanti pemakaiannya berbeda,” ungkapnya.

Ia menjelaskan perbedaan masong-masing klasifikasi, dimana grey merupakan jenis bahan dasar amonia yang dikhususkan untuk pembuatan urea untuk pupuk.

Baca Juga: Antisipasi Krisis Pangan Global, Kementan Perkuat Mekanisasi Pertanian

Kemudian untuk jenis blue merupakan amonia yang digunakan untuk menghasilkan senyawa CO2. CO2 tersebut kemudian akan diinjeksikan ke dalam perut bumi untuk penggunaan teknologi carbon capture and storage (CCS).

CSS merupakan teknologi yang digunakan untuk menangkap emisi carbon dan mencegahnya terbang ke udara untuk untuk melindungi atmosfir.

“Kemudian untuk green merupakan amonia yang dibuat dari air dan udara dengan tujuan digunakan sebagai bahan bakar,” tutupnya.