Program Prabowo Perlu Anggaran Besar, Apakah Kenaikan PPN Direalisasikan Tahun Depan?

Sumber dana APBN untuk membiayai program-program pemerintah hanya tersedia dari dua jalur, yaitu melalui penerimaan pajak atau utang.

MAKAN bergizi gratis salah satu program Pemerintahan Prabowo-Gibran yang bakal menyerap anggaran besar.(Foto: kompas.id)

bakabar.com, JAKARTA - Pemerintahan Joko Widodo telah menganggarkan dana Rp71 triliun dalam APBN 2025 untuk merealisasikan program makan bergizi gratis (MBG) anak sekolah yang dibesut pasangan Presiden dan Wapres Terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Namun, pemerintah belum mengungkap sumber dana untuk memenuhi kebutuhan belanja itu. Alasannya APBN 2025 masih sebatas tahap rancangan hingga kini.


Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani mengatakan, sumber dana dalam APBN untuk membiayai program-program pemerintah hanya tersedia dari dua jalur, yaitu melalui penerimaan perpajakan atau utang.


"Kalau pengeluaran lebih besar (untuk menambalnya) itu satu dari tambahan pajak atau tambahan utang," kata Aviliani yang dikutip dari program Closing Bell CNBC Indonesia, Rabu (26/6/2024).


Menurut dia, opsi yang paling rasional untuk mencari dana tambahan demi memenuhi program MBG senilai Rp71 triliun itu ialah dengan meningkatkan penerimaan perpajakan. Sebab, bila mengandalkan utang ada batasan dalam Undang-Undang Keuangan Negara, defisit APBN maksimal hanya 3% dari produk domestik bruto.


"Kalau tambahan utang hanya dibatasi 3% berarti kan harus ada tambahan pajak," kata Aviliani.


Tak heran bila pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto berencana menaikkan rasio pajak terhadap PDB menjadi sebesar 23% selama masa kampanye Pilpres 2024, dari yang saat ini stagnan di kisaran 10%.

Lalu, Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) juga telah mengamanatkan pada 2025 pajak pertambahan nilai (PPN) naik menjadi 12% dari saat ini 11%.


Menurut Aviliani, opsi-opsi menaikkan tarif pajak sebetulnya tidaklah tepat pada saat masih banyaknya masyarakat wajib pajak yang belum tercakup sebagai objek pajak di Direktorat Jenderal Pajak (DJP). ‘’Dari wajib pajak yang sudah tercakup sendiri juga masih banyak yang belum patuh membayar pajak,’’ ujarnya.


Oleh sebab itu, Aviliani menganggap, yang perlu dibenahi untuk meningkatkan penerimaan negara saat ini ialah melalui ekstensifikasi. Salah satunya dengan cepat merealisasikan pemanfaatan nomor induk kependudukan (NIK) dengan nomor pokok wajib pajak (NPWP).


"Makanya single identity harus dilakukan. Tapi kan ini lambat banget, dari dulu mau dilakukan tapi enggak jadi-jadi. Kalau itu sudah menyatu lebih mudah deteksi yang belum (kena pajak), jadi harusnya lebih ke ekstensifikasi," tegas Aviliani.


"Sedangkan intensifikasi menurut saya harusnya bertahap, tidak bisa orang terus menerus ditingkatkan terus pajaknya dari sisi persentase," ungkapnya.


Terkait akan dilakukannya atau tidak kenaikan tarif PPN pada 2025, Anggota Bidang Keuangan Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Thomas Djiwandono belum bisa memastikan. Sebab, ia menekankan segala kebijakan yang akan dilakukan tahun depan masih harus melalui proses koordinasi dengan banyak pihak.


"Semua akan kita koordinasikan seperti apa yang saya katakan tadi," ujar pria yang juga menjabat sebagai Bendahara Umum Partai Gerindra itu seusai konpers di Kantor Pusat Ditjen Pajak.


Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah berulangkali menyatakan keputusan untuk menaikkan tarif PPN pada 2025 sesuai amanat UU Keuangan Negara sepenuhnya ada di tangan pemerintahan baru Presiden Terpilih periode 2024-2029 Prabowo Subianto.


"Untuk PPN saya berkali-kali menyampaikan, sekali lagi saya menyerahkan ke pemerintahan baru untuk memutuskannya," ujar Sri Mulyani.(*)