Pro-Kontra Izin Tambang Terjadi di Muhammadiyah, Kader Khawatir Menurunkan Marwah Persyarikatan

Konsesi tambang batu bara untuk ormas keagamaan berpotensi melahirkan konflik antara ormas tersebut dengan warganya.

KEGIATAN penambangan batu bara.(Foto: voi.id/Ilustrasi)

bakabar.com, JAKARTA – Meskipun belum dinyatakan secara resmi, kecenderungan besar Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menerima pemberian izin usaha pertambangan (IUP) dari pemerintah memantik reaksi pro dan kontra di tubuh organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam yang didirikan KH Ahmad Dahlan itu.

Kader Muhammadiyah dari Berau, Kalimantan Timur Rahmat, menilai konsesi IUP untuk ormas keagamaan tidak terlepas dari dinamika politik.
"Konsesi ini tidak bisa dilepaskan dari dinamika politik juga. Walaupun Pak Bahlil, Pak Luhut atau juga Pak Jokowi sendiri sebagai presiden mengatakan tidak ada kaitannya pada politik," kata Rahmat dalam diskusi secara daring, Jumat (26/7/2024) malam.

Menurutnya, gelagat-gelagat politis itu sudah terlihat, mulai dari pemerintah yang memberikan izin mengelola tambang bagi ormas keagamaan setelah Pemilu 2024 hingga izin tersebut diberikan hanya lima tahun.

"Kita lihat timeline, dimunculkannya setelah pemilu, jangka waktunya lima tahun. Itu kan ada hal-hal yang saling berkelindan kalau kita lihat," ujarnya.

Rahmat sebagai warga Muhammadiyah yang tinggal di wilayah pertambangan tegas menolak izin kelola tambang bagi ormas keagamaan.

"Kalau saya personal tentu menolak. Saya juga masih berharap Muhammadiyah berfokus pada isu-isu yang memang selama ini sudah dihidupi seperti perekonomian umat, pemberdayaan UMK. termasuk mendorong fiqih transisi energi," ujarnya.

Menurut Rahmat, konsesi tambang batu bara untuk ormas keagamaan berpotensi melahirkan konflik antara ormas tersebut dengan warganya.

"Ini kekhawatiran yang sebenarnya bukan kekhawatiran ilusional atau yang tidak beralasan. Sangat beralasan dan terjadi di berbagai tempat," ucapnya.

Kader Hijau Muhammadiyah Trenggalek, Jawa Timur, Trigus D Susilo khawatir akan ada perebutan kekuasaan di tubuh Muhammadiyah usai memutuskan menerima izin tambang dari pemerintah.

"Saya khawatir ke depan ketika ini misalkan, semoga besok tidak menerima, tapi kalau menerima (IUP) suatu ketika akan terjadi perebutan kekuasaan di tubuh Muhammadiyah. Karena ketika sudah menjabat akan menjadi komisaris," kata Trigus dalam diskusi secara daring tersebut.


Dia menilai Muhammadiyah telah kehilangan prinsip. Sebab, tidak langsung menolak ketika Presiden Joko Widodo menawarkan izin mengelola tambang kepada ormas keagamaan.

Menurutnya, sikap Muhammadiyah tersebut menurunkan marwah persyarikatan yang selama ini dianggap sebagai ormas agama yang kaya raya.

"Kalau masih mikir dan mau berarti Muhammadiyah malu-malu doang, nunggu ditawari baru mau. Kenapa tidak dari kemarin aja mengajukan sendiri," ujar Trigus.

"Mestinya Muhammadiyah salah satu yang melahirkan Indonesia harusnya merawat Indonesia seperti anaknya. Bukan malah ikut ikutan memperkosa," sambungnya, yang dilansir cnnindonesia.com.

Anggota Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah Ki Bagus Hadi Kusuma menilai izin mengelola tambang bagi ormas keagamaan merupakan upaya pemerintah untuk menundukkan ormas Islam ini.

"Bisa dibilang upaya memberikan konsesi tambang untuk ormas keagamaan ini tidak lepas atau menjadi upaya pemerintah saat ini untuk menggandeng atau menundukan ormas keagamaan yang selama ini kritis dan menjadi bagian dari kelompok penekan pemerintah dari kelompok masyarakat sipil," katanya.

Kepala Divisi Lingkungan dan Manajemen Bencana Pimpinan Pusat Aisyiyah, Hening Parlan masih berharap ada keajaiban para pimpinan Muhammadiyah memutuskan tak menerima izin tambang pada forum pertemuan yang akan digelar akhir pekan ini.


"Yang penting bahwa mari berharap semoga masih ada keajaiban bahwa besok atau lusa itu para pimpinan tidak menerima tambang untuk Muhammadiyah dan menyampaikan terima kasih kepada pemerintah," kata Hening di sebuah diskusi di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (26/7/2024).

Muhammadiyah akan menggelar konsolidasi nasional di Universitas Aisyah Yogyakarta pada 27-28 Juli 2024. Forum ini akan diikuti oleh seluruh pengurus wilayah Muhammadiyah se-Indonesia.

Hening juga berharap pada forum itu nantinya Muhammadiyah justru meminta pemerintah bisa mendorong tujuh kampus milik Muhammadiyah yang memiliki prodi pertambangan diberi kesempatan untuk bekerja dengan pihak tambang.

"Sehingga, kalau nanti kita akan terima pada suatu hari, entah kapan misalnya, benar-benar Muhammadiyah sudah punya ilmunya," ujarnya.


Hening menganggap tak mudah untuk melakukan kegiatan mengembalikan fungsi semula terhadap alam jika proses pertambangan sudah selesai dilakukan.

Ia pun menilai proses pertambangan sebagai upaya yang mengerikan dan belum tentu dapat sukses.

"Bukankan lebih baik kita mengurangi sesuatu yang mudarat kemudian kita mengganti pada suatu yang baik, yaitu kita masuk pada isu transisi energi. Daripada kita masuk ke tambang yang kita tahu bahwa itu sangat menyeramkan, belum lagi bahayanya, dampaknya," kata dia.

Ketua Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah Azrul Tanjung mengungkapkan pelbagai alasan PP Muhammadiyah untuk menerima izin tambang dari pemerintah.
Azrul menjelaskan Indonesia saat ini masih belum bisa melakukan transisi energi. Ia menilai dunia akan gelap gulita jika manusia meninggalkan batu bara sebagai energi.

Karena itu, imbuh dia, Muhammadiyah akan merencanakan dan memulai proses transisi energi ke depannya seiring dengan pengerjaan tambang.

"Maka sembari tambang ini dikerjakan Muhammadiyah akan merencanakan, ke depan harus dimulai transisi energi. Jadi kita harus bekerja keras, menemukan teknologi-teknologi baru, sehingga sekian puluh tahun ke depan, kita tidak lagi tergantung kepada batu bara," kata Azrul, yang dikutip dari cnnndonesia.com, Sabtu (27/7/2024).

Azrul mengklaim, Muhammadiyah juga ingin memberikan contoh baik jika mengelola tambang nantinya. Muhammadiyah tak ingin melakukan pertambangan secara sembrono yang meninggalkan masalah lanjutan.

Menurutnya, Muhammadiyah akan menambang dengan program 'tambang hijau'. Salah satu caranya dengan melakukan restrukturisasi dan penghijauan lahan seperti sedia kala jika sudah selesai proses pertambangan.

"Termasuk nanti pasca tambang. Kita akan kembalikan lagi. Masyarakat yang ada di sana harus kita berdayakan. Muhammadiyah akan mengambil peran memberikan contoh-contoh yang baik. Yang memberikan edukasi kepada teman-teman yang sudah bergerak di bidang pertambangan," beber dia.

Selain itu, Azrul mengatakan Muhammadiyah kini dalam posisi ditawarkan untuk mendapatkan hak izin tambang oleh pemerintah. Ia menilai pemerintah kemungkinan punya pertimbangan tersendiri, seperti Muhammadiyah dianggap berjasa kepada negara selama ini.


Setelah mendapat tawaran IUP dari pemerintah, Azrul mengatakan Muhammadiyah melakukan kajian secara mendalam, baik dari sisi ekonomi, bisnis, aspek sosial, budaya, hukum, dan HAM dan lingkungan selama tiga bulan terakhir ini.

"Praktisi, pakar tambang, praktisi tambang, ahli hukum, ahli lingkungan, dan lain-lain. Nah dari kajian-kajian yang mendalam yang kita lakukan, tidak sekali dua kali, tapi berkali-kali. Akhirnya Muhammadiyah memutuskan atau memberi isarat lah akan mengambil tambang," kata dia.

Azrul menambahkan, Muhammadiyah akan membentuk perseoran terbatas (PT) jika nantinya sudah mendapat lahan tambang yang jelas dari pemerintah.

Azrul juga mengaku warga Muhammadiyah banyak yang memiliki kapasitas untuk menjalankan bisnis tambang. Bahkan, sambungnya, banyak juga kader Muhammadiyah menggeluti bisnis tambang selama ini.

"Itu tidak kalah dari segi SDM, dari segi sumber daya keuangan, Muhammadiyah punya mitra-mitra strategis. Artinya dari dalam sendiri kita sudah bisa. Dan insya Allah kalau Muhammadiyah melakukan penambangan, ya akan lebih soft lah," kata dia.

Sementara itu, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Abdul Mu'ti menyatakan, Muhammadiyah belum menyatakan keputusan final menerima atau tidak menerima IUP.

 "Keputusan pengelolaan tambang oleh PP Muhammadiyah akan disampaikan secara resmi setelah Konsolidasi Nasional yang insya Allah dilaksanakan pada 27-28 Juli di Universitas Aisyiyah Yogjakarta," kata Abdul Mu'ti dalam pesannya yang dikutip dari Republika, Kamis (25/7/2024).

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi ruang bagi ormas keagamaan mengelola tambang melalui izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Keputusan itu dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024.

Kemudian, Jokowi menerbitkan Perpres Nomor 76 Tahun 2024 pada Senin (22/7). Aturan itu berisi tata cara pemberian tambang kepada ormas keagamaan.

Sementara ini, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sudah menyatakan menerima tawaran izin usaha tambang tersebut. (*)