Kalsel

Pidana Menanti Kontraktor Jalan ‘Bubur’ Liang Anggang-Bati Bati

apahabar.com, BANJARBARU – Masa kontrak proyek perbaikan jalan Liang Anggang-Bati Bati tinggal menghitung hari. Tak cuma…

Warga berjibaku melintasi jalan Liang Anggang-Bati Bati. Foto: Antara

apahabar.com, BANJARBARU – Masa kontrak proyek perbaikan jalan Liang Anggang-Bati Bati tinggal menghitung hari. Tak cuma denda, ancaman pidana kini juga menanti.

Proyek yang menelan anggaran hingga Rp74 miliar itu dikerjakan sejak Agustus 2021. Namun, progresnya jauh dari harapan.

Alih-alih membaik, kerusakan jalan nasional itu justru makin parah. Penuh lumpur bak bubur terlebih ketika hujan mengguyur.

Sejak awal, metode awal perencanaan proyek ini sudah salah. Selain itu, pengawasan atas kinerja kontraktor pun dinilai sangat lemah.

Sehingga tak salah jika pekerjaan jalan Liang Anggang-Bati Bati disebut masuk dalam kategori kegagalan konstruksi.

"Saya sangat sepakat dengan usulan publik, memang harus diaudit," kata Pemerhati Kebijakan Publik Kalsel, Muhammad Pazri kepada apahabar.com, Rabu (22/12).

Audit, lanjut Pazri, bisa dilakukan mulai dari siklus pra-pelaksanaan sampai pelaksanaan kontrak pekerjaan.

Hasil audit bisa menentukan pihak mana yang bersalah. Dan siapa yang bertanggung jawab secara hukum mengganti setiap kerugian. Termasuk ke masyarakat pengguna jalan.

"Supaya jadi pembelajaran, jangan sampai masyarakat terus menerus yang dirugikan, apalagi dananya sangat fantastis," ujarnya.

Selain menghambat transportasi, kesemrawutan proyek satu ini jelas berimbas pada perekonomian warga setempat.

Perbaikan jalan dinilai lambat. Alhasil, pendapatan pedagang setempat juga jalan di tempat.

Kesemrawutan proyek ini rupanya dapat berimplikasi ke pelanggaran Pasal 273 Ayat (1), (2), dan (3) UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Kewenangan dan tanggung jawab penyelenggara jalan telah diatur pada Pasal 24 ayat (1) UU No 22 tahun 2009.

Penyelenggara jalan wajib segera memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.

Sedang Pasal 24 (2) menyatakan penyelenggara jalan wajib memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas.

Tanggungjawab berdasar UU 2/2017 tentang jasa konstruksi menyebut pengerjaan proyek yang tak memenuhi ketentuan hingga menyebabkan kegagalan kerja dapat dipidana maksimal lima tahun penjara atau denda maksimal 10 persen dari nilai kontrak.

"Harus bertanggungjawab. Cuaca dan hujan harusnya tidak jadi alasan," jelas ketua Young Lawyers Peradi Banjarmasin ini.

"Jika publik merasa terganggu atau bahkan menjadi korban kerusakan jalan bisa, warga silakan menggugat,” sambungnya.

Proyek jalan nasional Liang Anggang-Bati Bati dikerjakan dengan dua paket. Oleh PT Anugerah Karya Agra Sentosa dan PT Nugroho Lestari.

Paket pertama pekerjaan rehabilitasi Jalan Simpang Liang Anggang sampai Batas Kota Pelaihari dengan panjang mencapai 3,52 Km. Dikerjakan PT Anugerah Karya Agra Sentosa senilai Rp41,7 miliar.

Kemudian paket kedua pekerjaan rehabilitasi Jalan Simpang Liang Anggang sampai Batas Kota Pelaihari dan Batas Pelaihari sampai pertigaan Bati-Bati hingga Jalan Benua Raya, Bati-Bati sepanjang 2,7 Km. Oleh PT Nugroho Lestari senilai Rp32,9 miliar.

Progres pengerjaan untuk seksi 1 baru sebesar 60 persen. Sedang seksi 2 mencapai 72 persen.

"Kemungkinan ini [seksi 2] bisa selesai tepat waktu, karena tinggal pengaspalan saja lagi," ujar Mirnasari Daulay, Pejabat Pembuat Komitmen 1.1 PJN Wilayah I Provinsi Kalsel, Rabu (22/12).

Sementara untuk seksi 1, melihat momen pergantian tahun yang tinggal menghitung hari, besar kemungkinan kontraktor akan bekerja dalam masa denda.

"Denda Rp40 juta sehari," kata Mirna.

Mirna mengakui hujan menjadi kendala utama petugas di lapangan. Kendati begitu, pihaknya tetap berupaya memaksimalkan kerja.

“Area kerja yang siap aspal ditutup dengan terpal agar dapat segera diaspal," ujarnya.

Desakan boikot di halaman selanjutnya:

Kesemrawutan proyek jalan nasional di Liang Anggang-Bati Bati belakangan berbuntut panjang.

Desakan memboikot PT Anugerah Karya Agra Sentosa dan PT Nugroho Lestari mulai mencuat.

"Kalau BPJN tidak mem-black list kontraktor [pelaksana] luar yang asal-asalan, maka kita akan turun gunung," kata Ketua Gabungan Pelaksana Nasional Konstruksi Seluruh Indonesia (Gapensi) Kalsel, Edy Suryadi dihubungi apahabar.com, Senin (20/12).

Turun gunung dilakukan dengan menggelar aksi demonstrasi di jalan. Mereka menuntut Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Kalsel menjatuhkan sanksi. Termasuk bertanggung jawab karena tak teliti menunjuk kontraktor pelaksana.

"Mereka juga harus bertanggung jawab," ujarnya.

Desakan memboikot PT Anugerah Karya Agra Sentosa dan PT Nugroho Lestari bukan karena mereka berasal dari luar Kalsel. Namun lebih karena hasil kerja mereka.

Dalam catatan Gapensi, kontraktor asal Jawa Timur ini disebut-sebut punya track record buruk. Mulai dari pengerjaan jalan di Hulu Sungai Selatan, hingga Mataraman Sungai Ulin.

"Kita sudah tahu semuanya ini," tegas Edy.

Sekalipun kontraktor berasal dari luar, sejatinya Edy enggan menyoal hal itu. Sebab, siapapun berhak mendapatkan proyek.

Dalam prosesnya, tercantum salah satu syarat peralatan dan tenaga ahli. Nah, Eddy menilai ada yang janggal dalam kasus ini.

"Aku beranggapan bahwa peralatan yang ada di lapangan tidak sesuai dengan yang tercantum dalam dokumen persyaratan lelang," ungkapnya.

Pendapat Edy sangat beralasan. Menurutnya, jalan nasional yang mulanya baik dan beraspal tak mungkin sampai hancur lebur bak bubur bila material yang digunakan sesuai spesifikasi.

"Karena kalau memenuhi standar, saya yakin tidak terjadi seperti itu," ujarnya.

Diketahui para kontraktor wajib membayar denda hingga Rp40 juta per hari selama bekerja di masa denda.

Masalah lain muncul bila BPJN maupun PPK mengambil langkah untuk memberi masa perpanjangan waktu 90 hari dengan denda maksimal.

Edy melihat hal itu belum cukup mengingat dampak kerusakan jalan dan sosial yang ditimbulkan di lapangan.

"Sanggup tidak kontraktor menyelesaikan itu dalam 90 hari dengan denda maksimal?" ujarnya.

Bila masih memberi izin perpanjangan, Edy menilai BPJN maupun PPK telah mengenyampingkan kepentingan masyarakat.

"Ini adalah kegagalan dalam hal proses tender, memilih kontraktor dengan angka terendah sehingga menimbulkan mutu yang berjatuhan," pungkasnya.

Dewan Pakar Ikatan Tenaga Ahli Konsultan Indonesia (Intakindo) Kalsel, Hasan Husaini juga merasa banyak yang salah dari proyek ini.

"Dari awal sudah salah metode pengerjaannya, karena tidak ada jalur yang ditutup," katanya dihubungi terpisah.

Namun tidak adil rasanya jika sengkarut proyek ini hanya disalahkan kepada pihak kontraktor.

Dalam sebuah proyek, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 1.1 Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Provinsi Kalsel selaku owner serta pihak konsultan sebagai pengawas dan pemberi masukan juga mesti bertanggung jawab.

Sejak awal, kata dia, mestinya ketiga pihak ini sudah bisa membaca kondisi ke depan. Sekalipun harus bekerja di musim penghujan.

"Ketiga pihak ini dari awal itu sudah harus menyampaikan dulu rencana mutu kontrak. Bagaimana proyek ini berjalan sesuai kontrak meski berpacu dengan kondisi cuaca," paparnya.

"Jadi, kalau cuaca dijadikan alasan sebenarnya tak masuk akal. Sebab progresnya masih sangat jauh," tambah Husaini.

Dalam sisa waktu hitungan hari ini, Husaini merasa sangat sulit proyek jalan nasional itu rampung.

"Ending terakhirnya, kalau tidak mampu menyelesaikan pekerjaan bisa dilakukan pemutusan kontrak," tuntasnya.

Ngaret, Kontraktor Jalan Liang Anggang-Bati Bati Bayar Rp 40 Juta per Hari