Penyaluran Dana Desa

Penyaluran Dana Desa Bermasalah, Aturannya Perlu Dievaluasi

Anggota Komisi V DPR RI Hamid Nur Yasin menyoroti peraturan Menteri Keuangan No.201/PMK.07 2022 tentang pengelolaan dana desa terkhusus pasal 35.

Pemerintah desa bisa mengembangkan potensi usaha melalui Badan usaha milik desa (BUMDes). Foto: bungko.desa.id

apahabar.com, JAKARTA - Anggota Komisi V DPR RI Hamid Nur Yasin menyoroti peraturan Menteri Keuangan No.201/PMK.07 2022 tentang pengelolaan dana desa terkhusus pasal 35.

Menurutnya, ketentuan tersebut mengakibatkan dana desa yang dapat dikelola menjadi sangat sedikit sehingga menghambat proses optimalisasi pembangunan di desa.

"Akibat ketentuan ini dana desa yang benar-benar dapat dikelola kepala desa atau desa hanya kurang lebih sekitar 32 persen. Artinya jumlahnya menjadi sangat kecil. Ini yang menjadi hambatan dalam kerangka optimalisasi pembangunan di desa," ungkap Hamid di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (7/2).

Karenanya, prioritas penggunaan dana desa untuk tahun 2023 perlu dievaluasi. Sebab, sejumlah masalah terkait program dana desa diakibatkan oleh rendahnya dana operasional pemerintah desa yang bisa digunakan.

Baca Juga: Anggawira: Dana Desa Jangan Dihabiskan untuk Hal Konsumtif

"Ini sebetulnya ada sedikit persoalan terkait yang perlu dievaluasi, Peraturan Menteri desa PDTT No.8 Tahun 2022 tentang prioritas penggunaan dana desa untuk tahun 2023," imbuhnya.

Penyebab munculnya masalah dalam program dana desa ditengarai karena bantuan langsung tunai dana desa dialokasikan maksimal 25 persen dari setiap pagu anggaran yang diterima.

“Jadi permasalahan dari peraturan ini muncul karena adanya ketentuan dana operasional pemerintah desa paling banyak atau maksimal 3 persen dari pagu dana di setiap desa, dan bantuan langsung tunai dana desa dialokasikan maksimal 25 persen dari total pagu dana desa di setiap desa,” paparnya.

Sejauh ini, pihak Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menemukan 123 aduan terkait dana desa sepanjang 2022.

Baca Juga: YLBHI Desak Polda Jawa Timur Bebaskan Petani Pakel yang Ditahan

Pelaksana Tugas (Plt) Irjen Kementerian Desa PDTT Eko Sri Haryanto mengatakan banyak pengaduan dana desa yang tidak bisa ditindaklanjuti. “Pada 2022 ada 123 pengaduan dana desa, kami tindaklanjuti 85, dan tidak ditindaklanjuti 38 pengaduan,” ungkap Eko.

Terdapat tiga alasan di balik pengaduan yang tidak bisa ditindaklanjuti pada 2022. Pertama, karena identitas dan kontak person pelapor tidak jelas atau tidak dilampirkan. 

"Kami memerlukan data dari pihak pelapor untuk menjamin kepastian aduan yang dilaporkan," lanjutnya.

Baca Juga: Atasi Ketertinggalan Konektivitas, Transportasi Massal jadi Kebutuhan Mendesak

Kedua, pengaduan tidak bisa ditindaklanjuti karena aduan tidak menjabarkan adanya indikasi penyelewengan dana desa.

Terakhir, aduan yang tidak ditindaklanjuti disebabkan oleh pelapor tidak melengkapi aduannya dengan bukti penyimpangan atau penggunaan dana desa.