Skandal Suap Pejabat

Penangkapan Bupati Kapuas-Istri Buntut Campur Tangan Pihak Luar KPK?

Penangkapan Bupati Kapuas menjadi pukulan telak bagi NasDem. Hal ini bisa jadi mendegradasi elektabiitasnya.

Bupati Kapuas Ben Brahim dan istrinya Ary Egahni di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Foto: apahabar.com/BS

apahabar.com, JAKARTA – Penangkapan Bupati Kapuas Ben Brahim dan Ary Egahni menjadi pukulan telak bagi NasDem. Bisa jadi mendegradasi elektabilitasnya.

Aktivis antikorupsi Kalimantan, Anang Rosadi melihat bahwa penangkapan Ben Brahim sedikit banyaknya tak lepas dari campur tangan orang luar selain KPK.

“Terlepas adanya korupsi oleh bupati Kapuas beserta istri tentu pendorongnya bisa karena dominasi 'merah' yang selama ini kuat di Kalteng bisa memengaruhi,” ujar Anang saat dihubungi apahabar.com, Rabu (29/3).

Baca Juga: NasDem: Istri Bupati Kapuas Dipecat, Bukan Mengundurkan Diri

Tertangkapnya Ben selaku kader NasDem terindikasi, kata dia, sudah diatur sedemikian rupa untuk menurunkan elektabilitas partai menjelang Pilpres 2024.

“Apalagi Nasdem mencalonkan Anies Baswedan sebagai capres tentu ini dianggap ancaman masa depan sehingga upaya degradasi terhadap lawan politik itu sebagai upaya-upaya yang nyata agar partai yang dianggap rivalitas bisa turun elektabilitasnya,” tambahnya.

Baca Juga: Klaim Tanpa Mahar, NasDem Akui Terima Setoran Kader yang Jadi Pejabat

Meski demikian, menurut Anang sudah lumrah bagi setiap apa yang dilakukan KPK dalam memberantas korupsi selalu dikaitkan dengan isu politik atau kriminalisasi. Memiliki tingkat intervensi kekuasaan yang kemungkinan memegang kendali atas KPK.

Baca Juga: Bukan Hanya Bupati Kapuas dan Istri, 7 Sejoli yang Tersandung Kasus Korupsi

“Setiap gerakan KPK terhadap penegakan hukum, memang ada kecenderungan dicurigai sebagai upaya terhadap lawan politik karena tingkat intervensi kekuasaan memungkinkan dengan kekuasaan KPK di bawah presiden,” papar Anang.

Meskipun demikian, Ben sebagai seorang bupati selain harus memiliki sifat yang jujur juga dan harus berhati-hati dalam melakukan berbagai tindakan, begitu kata mantan anggota DPRD Kalsel tersebut. 

Karena menurut Anang, KPK belum bisa membuktikan bahwa lembaga antirasuah tersebut merupakan lembaga yang mandiri. Terbukti dari kasus Formula E yang sejak awal terabaikan dan hingga belum menemui titik terang.

“Oleh karena kepala daerah memang di samping harus bersikap jujur juga harus tetap waspada. Kita lihat kegiatan formula E yang dianggap masih diombang-ambingkan padahal audit BPK clear jadi wajar kalau publik beranggapan bahwa KPK bukanlah institusi yang mandiri,” pungkasnya.