Nestapa Penjahit Pinggiran di Banjarmasin, Orderan Baju Sekolah Tak Seramai Dulu

Pedagang pakaian berlomba-lomba mengambil kesempatan ini untuk mencari peruntungan. Yang jadi pertanyaan sekarang bagaimana dengan nasib penjahit pinggiran?

Satu persatu orderan diselesaikannya. Paling banyak pemasangan emblem, merombak baju jadi untuk dikecilkan, selebihnya ada beberapa pesanan baju sekolah baru. Foto-apahabar/Syahbanu

apahabar.com, BANJARMASIN - Tahun ajaran baru segera dimulai. Pada 15 Juli nanti pelajar kembali ke bangku sekolah. 

Orang tua murid mulai menyiapkan berbagai perlengkapan, tak terkecuali seragam sekolah. Setelan seragam baru, baik siswa SD, SMP, maupun SMA seolah menjadi kebutuhan yang harus dimiliki setiap murid.

Pedagang pakaian berlomba-lomba mengambil kesempatan ini untuk mencari peruntungan. Namun, hal itu tidak sejalan dengan nasib penjahit pakaian. Sebab, orang tua murid lebih menyukai cara yang praktis. 

"Tidak terlalu berdampak. Tak banyak lagi orang tua yang membuat baju. Mereka banyak memilih beli yang jadi," ujar Harsani, Selasa (11/7).

Harsani adalah salah satu penjahit senior di Pasar Lama, Banjarmasin Tengah. Usianya sudah 73 tahun. Meski berusia senja, Harsani masih telaten.

Satu persatu orderan diselesaikannya. Paling banyak pemasangan emblem, merombak baju jadi untuk dikecilkan, selebihnya ada beberapa pesanan baju sekolah baru.

"Dari awal libur sekolah tadi ada 10 potong yang masuk. Ini ada beberapa yang belum selesai. Senin harus selesai semua," ujar warga Antasan Kecil Timur itu.

Pria kelahiran 1950 itu, mengaku orderan pembuatan baju sekolah dari orang tua murid tak seramai dahulu. Penurunan itu begitu terasa sejak 2017 hingga sekarang. 

Lantas apa penyebabnya?

Harsani menduga keterlibatan sekolah dalam penyediaan seragam baru jadi penyebabnya. 

"Sekarang kan untuk seragam disediakan sekolah semua, termasuk baju Sasirangan, dan praktik," ucap penjahit yang sudah memulai karirnya sejak 1980 itu. 

Senada dengan Harsani, penjahit lainya Nur Hasanah juga mengaku bahwa orderan pembuahan baju sekolah tak terlalu ramai.

"Ada yang bikin baju. Tapi tidak banyak. Dua lembar sehari sudah untung. Kalau paling banyak masang emblem," ujar wanita 44 tahun ini.

Pemilik toko jahit "Mama Ihsan" itu mengatakan, untuk upah pembuatan satu potong baju seragam baru seharga Rp100 ribu. Sementara untuk upah pemasangan emblem segara Rp5 ribu.

Pemilik toko jahit "Mama Ihsan" itu mengatakan untuk upah pembuatan satu potong baju seragam baru seharga Rp100 ribu. Sementara untuk upah pemasangan emblem segara Rp5 ribu. 

"Biasanya kalau emblem ada tiga yang di pasang satu baju. Satunya lima ribu rupiah. Itu dari dulu nggak pernah naik," jelasnya.

"Untuk pembuat baju kainnya dari pelanggan. Kami hanya mengambil upah jahitnya saja," lanjutnya.

Sementara itu, salah seorang warga, Isnawati, yang kebetulan ingin memasang emblem baju sekolah anaknya di tempat Hasanah mengaku lebih memilih beli baju jadi lantaran lebih ekonomis.

"Saya kemarin beli di Pasar Cempaka delapan puluh lima ribu," bebernya.

Dia harus membelikan baju baru anaknya yang baru naik ke kelas II SMP lantaran bajunya yang lama sudah lusuh.

"Tadi emblem beli di sekolah. Kesini cuma mau minta pasangkan," pungkasnya.