Perdagangan Organ Manusia

Menguak Tabir Kesaksian Koordinator Sindikat Perdagangan Ginjal

Koordinator utama sindikat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus jual beli ginjal perlahan menguak tabir ke muka publik.

Koordinator utama sindikat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus jual beli ginjal, Hanim (41) di Mapolda Metro Jaya, Jumat (21/7). (Foto: dok istimewa)

apahabar.com, JAKARTA - Koordinator utama sindikat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus jual beli ginjal perlahan menguak tabir ke muka publik.

Hanim, 41 tahun. Pria asal Subang, Jawa Barat terhimpit dalam kesulitan ekonomi yang membuatnya nekat dan bringas mematenkan lakon sebagai pengatur jual beli ginjal.

Baca Juga: Polisi Temukan Korban Pendonor Ginjal Mengenaskan, Luka Masih Basah

Ia jatuh bangun dalam membangun usaha, namun selalu ambruk. Kemudian ia gelap mata pada 2018 berkecimpung dalam perdagangan orang.

"Awalnya tahun 2018 karena faktor ekonomi, orang tua saya tidak punya rumah kemudian saya usaha mentok juga," ujar Hanim kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jumat (21/7).

Kemudian, dirinya berinisiatif untuk mencari grup donor ginjal melalui media sosial. "Dari situ ada yang isi postingan itu 'dibutuhkan donor ginjal A, B, AB , atau O, syaratnya ini, ini, ini' setelah itu saya (mengirim) inbox akun yang mem-postingnya," akunya.

Baca Juga: 12 Orang Jadi Tersangka Jual Beli Ginjal Ilegal, Ada Anggota Polri

Hanim kemudian direspons pemilik akun dan mendapatkan perintah untuk menyambangi sebuah rumah kontrakan di daerah Bojong Gede, Kabupaten Bogor.

"Setelah ada respon saya kirim persyaratannya lewat messenger. Setelah itu saya langsung disuruh ke kontrakan broker-nya itu di sekitaran Bojong Gede," lanjutnya.

Ia lalu berbicara dengan istrinya, namun mendapat penolakan untuk mendonorkan ginjal. Hanim tak menyerah. Ia nekat membohongi sang istri dan tinggal bersama seorang broker di kontrakan yang sempat ia datangi sebelumnya.

"Setelah saya gagal disana, kemudian saya menunggu di rumahnya broker itu dengan dalih saya ngomong ke istri kerja proyek. Setelah satu tahun, saya menunggu disitu," ungkapnya.

Hingga kemudian sekitar Juli 2019, Hanim menyetujui melakukan transplantasi ginjal di Kamboja yang difasilitasi melalui broker

Baca Juga: Terungkap, Modus Jual Beli Ginjal Ilegal Jaringan International

"Sekitaran 2019 bulan Juli, saya berangkat ke Kamboja dengan broker-nya. Saya waktu itu berangkat bersama dua orang," lanjutnya.  

Di Kamboja, Hanim tinggal di sebuah penginapan. Di sana, ia bertemu dengan seorang wanita yang disapa Miss Huang yang mengatur segala proses transplantasi ginjal.

"Saya di penginapan, kemudian saya dipertemukan dengan Miss Huang, entah apakah dia orang China atau orang Indonesia saya kurang hapal ya, pokoknya namanya Miss Huang, yang mengatur di sana," jelasnya.

Ternyata salah satu teman Hanim dinyatakan gagal usai melakukan medical check up menyeluruh di Preah Ket Mealea Hospital, rumah sakit militer Kamboja.

Keesokan harinya, Hanim langsung menjalani operasi transplantasi ginjal. Hanim tinggal di Kamboja sepekan lebih pasca-operasi, sebelum akhirnya kembali ke Indonesia.

Baca Juga: Kasus Perdagangan Ginjal Bekasi, Masih Tunggu Penyidik

"Besoknya itu dilakukan operasi, setelah operasi masa penyembuhan sekitar 10 hari dan saya kembali ke Indonesia. Saya istirahat di Indonesia sekitar satu-dua bulan," pungkasnya.

Sebelumnya, Polda Metro Jaya membentuk tim gabungan untuk melakukan penangkapan. Tim ini turut diisi oleh Divisi Intelijen Mabes Polri, dan Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri. 

Untuk itu, Polda Metro Jaya berhasil membongkar kasus TPPO dengan modus penjualan organ tubuh bagian ginjal jaringan Indonesia-Kamboja. Kasus ini setidaknya telah memakan 122 orang. 

"Ada 12 tersangka," kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (20/7).

Sebagai pengingat, kasus ini sendiri terungkap diawali dari informasi intelijen. Lalu dilakukan penggerebekan lokasi yang diduga dijadikan penampungan korban TPPO di Tarumanegara, Bekasi, Jawa Barat. Setelah didalami, kasus ini melibatkan jaringan internasional di Kamboja.