Pengembangan Industri Smelter

Mengintip Kekayaan 6 Konglomerat Ternama Pemain Smelter di Indonesia

Bisnis Smelter memiliki prospek cerah di masa depan, karena pemerintah saat ini getol mendorong proyek hilirisasi, terutama untuk industri nikel.

Pekerja di smelter. Foto: Kalimantan Live

apahabar.com, JAKARTA – Bisnis smelter memiliki prospek cerah di masa depan. Pemerintah getol mendorong proyek hilirisasi, terutama untuk industri nikel.

Peluang tersebut banyak dimanfaatkan oleh konglomerat Indonesia untuk ikut serta dalam pengembangan industri smelter.

Baca Juga: Cerita Kakek Terkaya RI di Bisnis Smelter Kalimantan: Mulanya Pedagang Kelontong

Baca Juga: Sejalan dengan Program Hilirisasi Jokowi, Proyek Smelter Bakal Masuk PSN?

Tapi, siapa di antara para konglomerat pemain smelter tersebut yang memiliki jumlah kekayaan terbesar. Berikut rangkumannya: 

1. Deng Walming (CNGR)

Deng Walming merupakan konglomerat di balik raksasa bisnis CNGR Advanced Material, yang bergerak dalam produk baterai lithinum untuk mobil listrik di China.

Baca Juga: Melongok Beda Smelter PT ABC dengan PTFI Manyar

Diketahui CNGR ikut serta dalam investasi smelter di Indonesia melalui PT Anugerah Barokah Cakrawala (ABC)

Baca selengkapnya di halaman selanjutnya: 

Melansir okezone.com, Deng Walming memiliki kekayaan sebesar USD9,2 miliar dan termasuk ke dalam 100 orang terkaya di China.

2. Boy Thohir (Adaro Group)

Kakak kandung dari Menteri BUMN RI, Boy Thohir menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia, melalui perusahaan PT Adaro Energy Tbk.

Adaro Group merupakan perusahaan tambang yang berlokasi di Sumatera, Kalimantan. Dan terbaru mereka telah mengakuisisi perusahaan tambang Australia.

Baca Juga: Bisnis Hotel Diperkirakan Terdampak Pengesahan KUHP

Majalah Forbes menempatkan Boy di posisi ke-17 orang terkaya di Indonesia pada 2022. Kekayaannya mencapai US$ 3,45 miliar dan naik dua peringkat dengan suksesnya IPO anak perusahaan yakni Adaro Minerals (ADMR).

3. TP Rachmat (Triputra Group)

TP Rachmat menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia. Berdasar Majalah Forbes, kekayaan TP Rachmat menempatkan dirinya di urutan ke 16.

Jumlah kekayaan yang dimiliki TP Rachmat sebesar USD3,3 miliar. Semuanya berasal dari perusahaan Triputra Group.

TP Racmat juga menjabat sebagai Wakil Presiden Komisaris di PT Adaro Energy Tbk, dengan kepemilikan saham sebesar 2,54 persen.

4. Lim Hariyanto Wijaya Sarwono (Harita Group)

Lim Hariyanto Wijaya Sarwono diketahui memperoleh kekayaannya dari bisnis komoditas kelapa sawit serta tambang yang meliputi nikel dan bauksit, mineral bahan baku aluminium.

Baca Juga: Mendag: Kita Hilirisasi Nikel Dulu, Baru Tesla Investasi

Keluarga Lim merupakan bagian dari Grup Harita yang aktif menambang nikel di Indonesia. Ia merupakan pemilik perusahaan penambang bauksit PT Cita Mineral Investindo Tbk.

Lim memiliki kekayaan sebesar US$ 1,1 miliar dan naik 5 peringkat ke posisi 36 dalam daftar orang terkaya RI.

5. Arifin Panigoro (Medco Group)

Arifin Panigoro sosok pengusaha yang sering disebut sebagai Raja Minyak Indonesia dan masuk ke dalam jajaran 50 orang terkaya di Indonesia.

Pada tahun 1980, Arifin mendirikan sebuah perusahaan tambang dan energi, yaitu Medco Group.

Baca Juga: Setop Ekspor Bauksit, Jokowi Dorong Smelter

Raja Minyak Indonesia tersebut tercatat dalam Forbes memiliki kekayaan sebesar USD550 juta atau setara dengan Rp7,86 triliun kurs dengan Rp14.300.

6. Jusuf Kalla (Kalla Group)

Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla menjadi salah satu konglomerat yang ikut dalam investasi smelter di Indonesia.

Dilansir dari Wartaekonomi.co.id, Jusuf Kalla memiliki kekayaan sebesar Rp900 miliar, dengan kepemilikan lahan senilai Rp 263,7 miliar.

Diketahui, Jusuf Kalla memiliki perusahaan tambang bernama Kalla Group. Yang saat ini tengah mengembangkan industri smelter, melalui PT Bumi Mineral Sulawesi.

Alasan Indonesia Sulit Bikin Smelter

ILUSTRASI. Foto udara aktivitas pengolahan nikel (smelter) yang berada di Kawasan Industri Virtue Dragon Nickel Industrial (VDNI) di Kecamatan Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara. Foto: Antara 

Kendati begitu, Indonesia sulit memiliki smelter nikel sendiri.

Baca selengkapnya di halaman selanjutnya: 

Alasannya, karena bank tidak memberikan kredit untuk pembangunan fasilitas pemurnian tersebut.

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan perbankan nasional hanya mau membiayai jika perusahan mempunyai modal inti (ekuitas) di atas 30 persen sampai 40 persen.

Bahlil menyampaikan itu saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI, Rabu (14/12).

Sementara itu, untuk membangun satu line smelter investasi yang dibutuhkan adalah sekitar US$250 juta hingga US$300 juta.

Dengan demikian untuk membangun empat line dibutuhkan investasi di atas US$1 miliar.

Bahlil membandingkan di negara lain, perbankan mau membiayai meski perusahaan hanya memiliki ekuitas 10 persen.

"Ini masalah besar, dan saya sudah ngomong berkali-kali, kalau ini nggak berubah, sampai ayam punya gigi, muka kaya saya, Pak Sarmuji, Pak Demer gak akan punya smelter di republik ini," ujar Bahlil dikutip dari cnnindonesia.com.

Oleh karena itu, ia mengatakan tak heran saat ini smelter di Indonesia hanya dimiliki oleh asing.

Pasalnya, mereka memiliki dana dan berinvestasi di Indonesia.

"Jadi, ini juga jadi masalah kita, kalau kemudian kita ribut, mohon maaf kenapa ini asing semua yang ambil bahan baku kita? Bos mereka yang investasi," kata Bhalil.

Sebelumnya, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) sempat menyinggung RI yang masih belum punya smelter nikel sendiri.

Ia mengkritisi smelter di Tanah Air masih dikelola China.

JK pun mengatakan Kalla Group tengah membangun smelter nikel sendiri.

Menurutnya, smelter tersebut akan dikelola oleh anak negeri dan pekerjanya adalah warga sekitar.

Dia pun yakin pembangunan smelter itu bisa rampung tahun depan.

"Kita bikin smelter, kita belajar sendiri, Insya Allah tahun depan smelter pertama milik nasional akan beroperasi," kata JK beberapa waktu lalu.

JK menuturkan smelter yang sedang dibangun itu pun akan mengandalkan tenaga air alih-alih batu bara. Ia menekankan smelter buatan Indonesia harus bersumber dari energi bersih.