Kasus Tabrak Lari

Kuasa Hukum Sugeng Kritik Putusan Praperadilan: Tidak Sah Secara Formal!

Hakim dinilai hanya mempertimbangkan satu alat bukti dari termohon belaka,sementara alat-alat bukti yang disampaikan pemohon tidak dipertimbangkan

Yudi Junadi dan Anita Hayatunufus Nasrullah,Kuasa Hukum Sugeng Guruh Gautama tersangka kasus tabrak lari mahasiswi Cianjur.(Foto: apahabar.com/Hasbi)

apahabar.com, CIANJUR - Yudi Junadi, kuasa hukum Sugeng Guruh beranggapan putusan hakim Pengadilan Negeri Cianjur yang menolak atau tidak menerima gugatan praperadilan terkait proses penetapan tersangka Sugeng tidak sah secara formal dan substansial.

"Putusan praperadilan Nomor 01/Pid.Pra/2023/PN.Cjr, tanggal 27 Februari 2023 tentang permohonan penetapan tersangka tabrak lari yang menewaskan Selvi Amalia Nuraeni tidak sah secara Formal dan Subtansial," katanya di Fakultas Hukum Universitas Suryakancana Cianjur, Selasa (28/02).

Yudi menilai putusan hakum tunggal praperadilan dalam perkara yang disidangkan secara formal tidak sah secara hukum. Sebab, sidang praperadilan dilaksanakan lebih dari tujuh hari sejak tanggal 13-27 Februari 2023.

"Padahal sesuai dengan Pasal 77 sampai dengan 83 KUHAP jo.putusan Mahkamah Konstitusi nomor 21/PUU-XII/2014 lamanya sidang praperadilan limitatif yaitu hanya 7 hari," terangnya.

Baca Juga: Gugatan Praperadilan Tersangka Kasus Tabrak Lari Mahasiswi Cianjur Ditolak Pengadilan

Karena faktor tersebut, Yudi beranggapan hakim tunggal keliru dalam memahami formal sidang praperadilan. Format sidang praperadilan, kata Yudi, merupakan format sidang perdata tetapi sumber utamanya bukan HIR/RBG yang tidak memiliki limit waktu,melainkan praperadilan bersumber pada pasal 77 sampai dengan 83 KUHAP yang memiliki limit waktu.

Adapun yang kedua, dalam persidangan praperadilan pemohon mengajukan tiga orang saksi dan satu orang ahli, serta lima bukti surat atau lebih dari dua alat bukti.

Sementara itu, pihak termohon yaitu Polres Cianjur telah menyampaikan 185 bukti surat yang berupa surat-surat saja yang menjadi bagian dari BAP atau hanya satu alat bukti. Dari satu alat bukti pun tidak ada surat dari termohon yang merupakan bantahan yang membuktikan termohon pernah memanggil atau memeriksa pemohon sebagai calon tersangka.

Baca Juga: Kubu Sugeng Hadirkan 4 Saksi dalam Sidang Praperadilan Kasus Tabrak Lari

Namun demikian, pada kenyataannya Hakim tunggal hanya mempertimbangkan satu alat bukti dari termohon belaka. Sementara itu, alat-alat bukti yang disampaikan pemohon tidak dipertimbangkan, sehingga melahirkan putusan yang tidak adil dan cacat secara subtansial.

"Itu beberapa tanggapan kami terkait putusan hakim pengadilan. Namun karena putusan praperadilan ini bersifat final dan kami tidak bisa melakukan banding atau upaya hukum lainnya, kami hormati putusan tersebut," ucap Yudi.

Yudi mengungkapkan dalam waktu dekat ini pihaknya akan melakukan Amicus Curiae atau sahabat pengadilan untuk menguji kembali terkait putusan hakim tersebut apakah sudah tepat dengan mengundang pakar-pakar atau dosen Hukum.

"Amicus Curiae adalah opini bukan perlawanan masyarakat dan pendapat ilmiah para akademisi dan para pakar/spesialis. Amicus Curiae ditunjang Peraturan Mahkamah Konstitusi No.06/PMK/2005 tentang Pedoman beracara terhadap Pengujian pasal 14 ayat (4) jo pasal 5 ayat (1) UU No.48 tahun 2009," kata Yudi.

Baca Juga: Sidang Praperadilan Tabrak Lari Cianjur, Kuasa Hukum Pemohon Minta Sugeng Dihadirkan 

Selain itu, tambah Yudi, Amicus Curiae bukan hal intervensi para pihak di luar pengadilan tetapi peran serta masyarakat dan akademisi membantu para hakim menggali nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan rasa keadilan masyarakat  maupun mengenalkan kebiasaan masyarakat adat setempat kepada majelis hakim dalam perkara yang bersangkutan sesuai pasal 180 ayat (1) KUHAP UU No.8 tahun 1981.

"Nah dengan Amicus Curiae ini kita akan tahu apakah putusan hakim Pengadilan Negeri Cianjur yang telah menolak gugatan praperadilan sudah tepat atau tidak. Amicus Curiae ini memang tidak akan merubah putusan hakim, namun paling tidak masyarakat juga berhak mempunyai tafsir sendiri, bukan hanya hakim saja yang bisa menafsirkan sesuatu," pungkasnya.