Hot Borneo

KPK Diduga Sembunyikan Konfirmasi Kehadiran Mardani H Maming

apahabar.com, JAKARTA – Bambang Widjojanto menduga KPK menyembunyikan informasi rencana kehadiran Mardani H Maming pada 28…

Bendahara Umum PBNU Mardani H Maming. Foto: Dok.apahabar.com

apahabar.com, JAKARTA – Bambang Widjojanto menduga KPK menyembunyikan informasi rencana kehadiran Mardani H Maming pada 28 Juli esok. Di lain sisi, KPK kembali diminta untuk menghormati proses praperadilan yang tengah bergulir.

Soal kehadiran Mardani, Bambang memastikan pihaknya telah melampirkan surat dari Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LPBH PBNU) ke KPK sejak Senin (25/7) kemarin.

“Kenapa informasi yang sangat jelas itu disembunyikan KPK? Beginikah cara penegakan hukum ala KPK, tidak transparan dan sangat tidak akuntabel,” ujar Bambang dikutip dari Kompas.com, Selasa (26/7).

Dalam surat, LPBH PBNU selaku tim hukum Mardani Maming menyatakan bahwa kliennya akan kooperatif dan bersedia memenuhi panggilan KPK pada 28 Juli esok.

Dengan surat itu, Bambang pun menilai KPK seakan tengah unjuk kekuatan dengan menerbitkan surat daftar pencarian orang (DPO) terhadap kliennya.

Mantan Komisioner KPK ini pun berpendapat komisi antirasuah itu telah memberikan informasi yang keliru dan sesat dengan menyebutkan bahwa kliennya tidak kooperatif sehingga ditetapkan sebagai DPO.

“Dalam surat di atas, ada pertanyaan, apakah KPK sedang show of force. Inikah penegakan hukum yang hendak ditonjolkan KPK dengan menyembunyikan informasi yang sudah dinyatakan MHM (Mardani H Maming) akan hadir pada Kamis 28 Juli 2022,” kata Bambang.

“Padahal ada surat yang sudah dikirimkan lawyer-nya MHM untuk meminta penundaan pemeriksaan. Kasihan masyarakat, terus menerus diberikan informasi yang keliru dan disesatkan,” tuturnya.

Seperti diwartakan sebelumnya, KPK telah menerbitkan status DPO atau buron terhadap Mardani H Maming, setelah mantan bupati Tanah Bumbu itu dinilai tidak kooperatif karena absen dua kali pemanggilan.

Mardani menjadi pihak yang disangka KPK menerima suap dalam penerbitan izin usaha pertambangan pada saat ia masih menjabat sebagai bupati Tanah Bumbu pada 12 tahun silam.

Kendati demikian, Mardani sudah membantah sangkaan tersebut. Ia melihat ada faktor persaingan bisnis dan ekonomi di balik kasus yang menderanya itu.

Oleh karenanya, bendahara umum PBNU itu kemudian mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dijadwalkan akan diputuskan pada hari ini, Rabu 27 Juli.

"Kami meminta semua pihak untuk sama-sama menunggu putusan praperadilan, yang hari ini diagendakan akan dibacakan, tak lebih dari 24 jam kok, sabar," ujar Denny Indrayana, kuasa hukum Mardani lainnya.

Alasan Praperadilan

Sebelumnya, Mardani Maming tak hadir pada pemanggilan penyidik KPK. Sebagaimana diketahui pihak Mardani sedang mengajukan gugatan praperadilan lantaran menemukan sederet kejanggalan.

Dari sisi prosedur penetapan tersangka, misalnya, tim kuasa hukum menyayangkan mengapa masyarakat lebih dulu mengetahui status tersangka dibanding Mardani sendiri.

Begitu juga dengan jarak laporan kejadian dengan penerbitan sprindik. Kemudian hal proses penyidikan di KPK berjalan saat perkara yang berkaitan sedang ditangani jaksa dan disidangkan di PN Tipikor Banjarmasin.

Ketiga mengenai singkatnya waktu yang dibutuhkan KPK untuk menetapkan bendahara umum PBNU tersebut sebagai tersangka. Diketahui Mardani menjalani pemeriksaan dalam proses penyelidikan 7 Juni lalu, sedang laporan kejadian perkara 9 Juni. Kasus tersebut naik ke tingkat penyidikan pada 16 juni dan surat pemberitahuan pada 20 juni.

Dimintai pendapatnya, Pakar Hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah mengatakan bahwa secara prinsip praperadilan mestinya tak menghalangi proses penyidikan.

Karena praperadilan hanya menguji aspek formil, bukan materiel. Castro, sapaannya, juga mengatakan bahwa praperadilan menggunakan sistem peradilan cepat. Yang hanya memakan waktu paling lama 7 hari, dengan menggunakan hakim tunggal.

"Dalam perkara ini, apakah ada urgensi bagi penyidik KPK untuk segera melakukan penahanan, di saat praperadilan masih bergulir? Kan itu poinnya," tuturnya kepada media ini.

Kendati begitu, ia berpandangan seharusnya KPK juga harus menghormati proses hukum yang berlaku. Yakni menunggu hasil sidang praperadilan selesai.