Kontroversi Jabatan Kades

Kontroversi Jabatan Kades, Pakar: Cerminkan Rakus Kekuasaan dan Otoriter

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Airlangga, Lanny Ramli menilai kontroversi perpanjangan masa jabatan kepala desa mencerminkan kerakusan kekuasaan

Kepala Desa Seluruh Indonesia Melakukan Unjuk Rasa di Gedung DPR RI (Foto: apahabar.com/Daffa)

apahabar.com, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Airlangga, Lanny Ramli menilai kontroversi perpanjangan masa jabatan kepala desa mencerminkan kerakusan kekuasaan dan otoriter. Sebab, kades petahana menjegal kandidat lain. 

"Hal ini mencerminkan kerakusan akan kekuasaan, otoriter, dan keegoisan karena tidak memberi kesempatan pada penduduk desa lainnya," kata Lanny seperti dikutip dari ANTARA, Sabtu (28/1). 

Ia juga menilai bahwa perpanjangan masa jabatan kades juga akan merusak tatanan demokrasi. 

"Penghapusan atau perubahan undang-undang harus memperhatikan tiga hal yaitu filosofi, sosiologi, dan yuridis. Oleh karena itu, tuntutan penghapusan periodisasi dan perpanjangan masa jabatan kepala desa ini tidak mencerminkan demokrasi," ujarnya. 

Lebih lanjut, alasan yang melatarbelakangi perpanjangan masa jabatan kades tak rasional. Sebab, tak sesuai dengan keinginan masyarakat secara menyeluruh dan program keberlanjutan desa. Tetapi hanya memuaskan hasrat kekuasaan kades. 

"RPJMDes (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa) yang belum selesai dalam 6 tahun tentunya dapat dilanjutkan oleh kepala desa selanjutnya karena pembangunan desa tidak pada kepala desa oriented, melainkan pemenuhan kebutuhan desa," jelasnya. 

Sementara, hal senada juga diungkap Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Rahardjo Jati yang menilai desakan perpanjangan masa jabatan 9 tahun kepala desa bakal melanggengkan dinasti politik. 

"Potensi terbentuknya dinasti politik di tingkat desa itu dimungkinkan," kata Wasisto. 

Dinasti politik ditengarai bakal terbentuk karena dalam proses kandidasi dalam Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) akan diisi anggota keluarga dan kerabatnya demi melanggengkan kekuasaan.

"Biasanya yang maju dalam kandidat pilkades untuk memilih pengganti inkumben kades itu kalau tidak keluarga sendiri atau relasinya," ujarnya.