Kalsel

Kontrak ADARO Mau Habis, Walhi Ingatkan Bom Waktu Lingkungan Hidup

apahabar.com, BANJARBARU – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mengingatkan ancaman bom waktu lingkungan hidup seiring berakhirnya kontrak…

Truk membawa batu bara di area pertambangan PT Adaro Indonesia di Tabalong, Kalimantan Selatan. Foto: Antara

apahabar.com, BANJARBARU – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mengingatkan ancaman bom waktu lingkungan hidup seiring berakhirnya kontrak ADARO 2022 mendatang.

Direktur Eksekutif Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono meminta salah satu raksasa penambang batu bara di Banua itu tak mengabaikan kewajiban melakukan reklamasi dan pascatambang.

Baca selengkapnya di halaman selanjutnya:

Adaro-PAMA 'Cerai', Bagimana Nasib 4.850 Karyawannya?

“Kewajiban pemilihan lingkungan, reklamasi, lubang-lubang yang masih menganga. Terkait royalti dan PAD juga harus transparan. Sebanding atau tidak kerusakan dengan dana yang diterima oleh negara serta daerah kita. Bukan hanya sekadar memberi ganti rugi atau pesangon,” papar Kisworo kepada apahabar.com, Minggu (14/2).

Dalam beberapa tahun ke depan beberapa PKP2B habis kontrak, termasuk milik anak usaha PT Adaro Energy Tbk (ADRO) tersebut.

Sebelum habis kontrak Oktober 2022 mendatang, Kisworo menyarankan agar masyarakat sekitar tambang tidak bergantung dan mencari mata pencaharian yang lebih ramah lingkungan.

“Mata pencaharian yang lebih ramah lingkungan, jangka panjang, berkelanjutan dan berkeadilan,” pesannya.

Kisworo turut menyoroti kesejahteraan ribuan karyawan dalam kisruh kasus yang menyangkut ADARO dengan PT Pamapersada Nusantara (PAMA).

Sebagai pengingat, sampai hari ini hampir 5 ribu pekerja PAMA masih menanti kepastian nasib setelah kontrak kerja sama dua perusahaan raksasa tambang itu berakhir 31 Juli mendatang.

“Kita sudah sering ingatkan bahwa bisnis batu bara tidak berjangka panjang, Terkait ketenagakerjaan, tentu harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” Kisworo.

Perihal tenaga kerja, menurutnya adalah salah satu dari sekian banyak persoalan yang kerap berhubungan dengan sektor pertambangan batu bara.

Tak cuma lingkungan hidup, kekhawatiran lain adalah soal pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga take over karyawan ke perusahaan lain. Menurutnya, selain perusahaan, pemerintah juga memiliki andil dalam memberikan solusi.

“Tentu segala persoalan tadi harus dicari penyelesaiannya terutama oleh pemerintah dan perusahaan. Seharusnya sudah disiapkan apa mata pencaharian alternatif pascadipecat atau pascaizin tambang habis,” sarannya.

Masalah lainnya yang mengintai adalah lingkungan hidup, konflik agraria, pencemaran, hingga perubahan tutupan lahan.

“Bisnis itu memang sering bermasalah. Sudah rakus akan lahan, merugikan lingkungan dan masyarakat sekitarnya,” tambahnya.

Sedari tahun lalu, Walhi sudah memprediksi bencana ekologis bakal menerjang Kalsel mengingat separuh dari wilayahnya sudah dibebani izin tambang, dan perkebunan monokultur. Seperti banjir bandang yang menerjang Kalsel, awal 2021 lalu.

"Dari 3,7 juta hektare total luas lahan di Kalsel, nyaris 50 persen di antaranya sudah dikuasai oleh perizinan tambang dan kelapa sawit," kata Kisworo.

Secara umum, Walhi menemukan ada 814 lubang milik 157 perusahaan batu bara di Kalsel. Sebagian lubang berstatus aktif, dan sebagian lagi ditinggalkan tanpa ditutup kembali (reklamasi).

“Seperti banjir kemarin, faktor utama pemicunya tak melulu intensitas hujan, melainkan degradasi lingkungan hidup Kalsel,” ujarnya.

ADARO adalah salah satu raksasa penambang batu bara di Kalsel. Wilayah operasinya mencakup dua kabupaten sekaligus, yakni Tabalong, dan Balangan, hingga Kabupaten Barito Timur di Kalimantan Tengah.

Eksplorasi ADARO telah berlangsung sejak 1983. ADARO telah mengantongi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) generasi 1 sejak era 1980-an. Setahun kemudian, ADARO memulai penambangan perdana. Lantas berapa target batu bara ADARO tahun ini?

Penelusuran media ini, ADARO menetapkan target produksi batu bara pada 2021 diperkirakan akan tetap sama atau sedikit menurun secara year-on-year (yoy), yaitu 52 juta-54 juta ton.

Pada 2020, ADARO mencatat volume produksi menjadi 54,53 juta ton, lebih tinggi daripada panduan kinerja 2020 di kisaran 52 juta-54 juta ton tetapi turun 6 persen daripada perolehan 2019.

"Produksi batu bara ADARO Energy pada 2021 diperkirakan tetap sama atau sedikit menurun secara year on year dan ditargetkan mencapai 52-54 juta ton," ujar Head of Corporate Communications Adaro Febriati Nadira, dilansir Antara, belum lama tadi.

Kontrak PAMA dengan Adaro Berakhir Juli Tahun Ini, Ribuan Karyawan Mengundi Nasib