Pemkab Barito Kuala

Kerap Temui Jalan Buntu, Bupati Batola Mediasi Polemik Plasma Sawit di Kolam Kanan

apahabar.com, MARABAHAN – Setelah beberapa kali bertemu jalan buntu, Bupati Barito Kuala, Hj Noormiliyani AS, turun…

Bupati Barito Kuala, Hj Noormiliyani AS, memediasi polemik pengelolaan plasma sawit di Desa Kolam Kanan, Kecamatan Wanaraya, Selasa (26/4). Foto: Prokopimda Batola

apahabar.com, MARABAHAN – Setelah beberapa kali bertemu jalan buntu, Bupati Barito Kuala, Hj Noormiliyani AS, turun tangan memediasi polemik pengelolaan plasma sawit di Desa Kolam Kanan, Kecamatan Wanaraya.

Mediasi dilakukan Noormiliyani bersama Camat Wanaraya, perwakilan Kelompok Tani Mulyo, KUD Jaya Utama dan PT Agri Bumi Sentosa (ABS) di Marabahan, Selasa (26/4).

“Saya menghendaki polemik ini bisa segera diselesaikan, sehingga tidak berlarut-larut seperti sekarang. Kalau terus demikian, semua yang terlibat akan merugi,” tegas Noormiliyani.

Awalnya Kelompok Tani Mulyo, KUD Jaya Utama dan PT ABS memiliki argumen masing-masing. Namun Bupati menekankan supaya semuanya bersikap dengan kepala dingin.

Selanjutnya Kelompok Tani Mulyo mengusulkan agar pengelolan lahan 120 ditangani sendiri, tanpa melibatkan KUD Jaya Utama.

Dengan demikian, semua pekerjaan di atas lahan dilakukan petani dengan sistem upah, terlepas dari hasil pembagian keuntungan.

Menanggapi keingian tersebut, Area Manager PT ABS, Haris Prasetyo, belum bisa memutuskan lantaran akan disampaikan lebih dulu ke manajemen.

Sementara Bupati menghendaki keinginan Kelompok Tani Mulyo dimusyawarahkan dengan pihak-pihak terkait dan dimediasi Camat Wanaraya.

“Setelah diperoleh kesepakatan, baru dilakukan penandatanganan kesepakatan. Saya berharap proses ini tidak terlalu lama dan kalau bisa setelah lebaran,” sahut Noormiliyani.

Diketahui keinginan pengambilalihan lahan oleh Kelompok Tani Mulyo itu disebabkan keterbatasan pendapatan, sejak pembukaan plasma sawit di awal 2009.

Sebelumnya petani dijanjikan memperoleh pembagian hasil sebanyak 30 persen, kemudian diturunkan menjadi 20 persen. Namun belakangan semakin menurun menjadi 5 persen oleh KUD Jaya Utama.

Dari nilai persentase yang dibagikan, petani hanya mendapat Rp150 ribu per bulan dalam satu paket (2 hektar) hingga 2016.

Berbagai reaksi petani pun muncul, termasuk memanen sawit di lahan masing-masing, serta menuntut pengembalian sertifikat tanah tanpa syarat.