Nasional

Kasus Ujaran Kebencian, Yahya Waloni Dituntut 7 Tahun Penjara

apahabar.com, JAKARTA – Perbuatan Yahya Waloni dinilai jaksa dapat merusak kerukunan antar umat beragama. Yahya pun…

Sidang Yahya Waloni. Foto-Detik.com.

apahabar.com, JAKARTA – Perbuatan Yahya Waloni dinilai jaksa dapat merusak kerukunan antar umat beragama. Yahya pun dituntut 7 bulan penjara dalam kasus dugaan ujaran kebencian terkait SARA.

“Hal yang memberatkan perbuatan terdakwa dapat merusak kerukunan antar umat beragama yang sudah berjalan lama,” kata jaksa penuntut umum (JPU) membacakan tuntutannya, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, dilansir Detik.com, Selasa (28/12).

Sementara itu hal yang meringankan, Yahya Waloni mengakui perbuatannya, Yahya Waloni tidak berbelit-belit. Selain itu Yahya Waloni juga menyesali perbuatannya dan telah meminta maaf kepada umat nasrani dan rakyat Indonesia.

“Terdakwa telah meminta maaf pada umat nasrani dan seluruh rakyat Indonesia,” kata jaksa.

Selain itu, pelapor kasus tersebut telah memaafkan perbuatan Yahya Waloni meskipun proses hukumnya tetap dilanjutkan. Hal yang meringankan lainnya, Yahya Waloni berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, selain itu Yahya Waloni merupakan tulang punggung keluarga.

Sebelumnya, Yahya Waloni dituntut 7 bulan penjara dalam kasus dugaan ujaran kebencian terkait SARA. Jaksa meyakini Yahya Waloni terbukti bersalah melakukan tindak pidana penghasutan untuk menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian terkait SARA.

“Menyatakan Terdakwa Muhammad Yahya Waloni terbukti bersalah melakukan tindak pidana penghasutan untuk melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA),” kata jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) membacakan tuntutannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (28/12/2021).

Jaksa meyakini perbuatan Yahya Waloni melanggar Pasal 45a ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Yahya Waloni dituntut hukuman 7 bulan penjara, dan denda Rp 50 juta, dan subsider 1 bulan.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Muhammad Yahya Waloni dengan pidana penjara selama 7 bulan dikurangi selama terdakwa di dalam tahanan dengan perintah tetap ditahan dan denda sebesar Rp 50 juta, subsider 1 bulan kurungan,” katanya.

Kasus ini bermula ketika pada Rabu, 21 Agustus 2019, terdakwa Yahya Waloni sebagai penceramah diundang oleh DKM Masjid Jenderal Sudirman World Trade Center Jakarta untuk mengisi kegiatan ceramah dengan tema ceramah ‘Nikmatnya Islam’.

Pada hari itu, jumlah anggota jemaah sekitar 700 orang, tetapi terdakwa dalam mengisi kegiatan ceramah tersebut ternyata memuat materi yang dapat menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA, karena menyangkut kata-kata yang bermuatan kebencian terhadap umat Kristen sehingga materi ceramah diduga dapat menyakiti umat kristiani.

Padahal, selain didengar oleh jemaat masjid tersebut, ceramah itu ditayangkan secara langsung (live streaming) di akun media sosial yang dimiliki oleh masjid WTC, yaitu YouTube dan Facebook, sehingga ditonton oleh khalayak ramai.

Saat itu terdakwa Yahya Waloni memberikan ceramah dengan mengatakan:

“Ulang-ulang berapa hari 3 hari pokoknya kamu mati Yahya, memang nama saya Yahya komandan dari sana nama saksi di ijazah dulu waktu di Papua di GKI rektor di sana dulu, saya yang mendirikan Universitas Kristen Papua dengan Support Stuttgart Jerman, jadi saya, orang keluarga saya kaget kok bisa masuk Islam, tunggu kami bikin malu keluarga, kami di Manado malu gara-gara kau masuk Islam, begitu kamu masuk Islam kau hajar terus itu Yesus, nah saya yang ditantang dan dilaporkan ke Mabes Polri kan begitu, begitu lapor seperti Ahok dulu kan diminta saksi ahli, begitu saksi ahli diminta yakin saya kosong Gereja itu di Indonesia, saya bukan mengatakan bible Kristen fiksi, bible Kristen itu palsu, lapor memang ini fakta ilmiah, kajian ilmiah, dibuktikan dengan data-data ini yang Pak Dede percaya selama ini omong kosong, Pak, saya yang bohongin ente dulu ini datanya palsu semua, pergi lapor polisi, lapor polisi sana Mabes, ini palsu semua. Kapolda Bali saja masuk Islam saya ceramah di Mabes Polri pak polisi bilang pelan-pelan sedikit ustad di sini banyak jenderal, biar jenderal 100 bintang kalau kafir kau ke neraka. Tidak ada urusan. Apakah saya benci kalau bilang begini? Apakah saya benci? Tidak, sayang ashidal alal khufar ikhwan lilmuslimin dengan musim bersaudara, dengan kafir keras tapi tidak ada dasar benci sayang kepada mereka, nah sekarang Pak Dede masih di Kristen, pendeta kalau hari Minggu kan ngomong dengarlah firman Tuhan, jemaat di bawah tinggal amin-aminkan, nah saya sebagai pendeta dulu, saya liati Firman Tuhan bagaimana ini kacau begini, tidak masuk akal, irasional kemudian ada ayat-ayat yang kosong, ada nomornya tapi tidak ada kalimat. Saya tulis nabinya tidak sempet menulis, lagi mudik ke Jombang…begitu. Ini harus dipertanggungjawabkan, pendeta jawab ini, kenapa ada ayat kosong, saya akan lihat, ini bukan saya yang ngomong ya, ini saya sudah ustad sekarang, ini pendeta yang ngomong sendiri. Jadi jangan-jangan ini kan Pak Irjen Pol Benny Mokalu, beliau bertanya apa betul ustad ini palsu? Jangan tanya kepada saya Jenderal, tanyakan lah kepada pendeta-pendeta apa ini palsu atau tidak karena saya sudah Islam. Tanyakan ke mereka sudahlah terbuka sajalah, menyerah sajalah angkat tangan masuk Islam, sunat. Begitu antum bahagia Pak Dede rasa nanti beda Pak Dede kalau di Islam ini lihatlah cuma 5 menit, masya Allah, tapi keberkahannya takbir Allahu Akbar daripada ente di dalam lompat sana lompat sini sampe kemasukan “grgrgr” kenapa? kepenuhan roh kudis, eh, sori, roh kudus, lapor lagi roh kudis, lapor Yahya Waloni bilang roh kudis, lapor…ndak ada kelas sudah nggak ada kelas makanya kami sampe ke Islam karena cerdas, smart, ndak ada kelas lagi, orang kalau sudah pintar masuk ke Islam, pasti ke Islam yakin saya 1.000 persen. Makanya kalau ada orang kafir bantah kita nggak usah bantah Al-Qur’an, Al-Qur’an bukan kitab pembanding, yuk pelajari bible-mu kitabmu, pelajari saja kitab mu insyaallah antum kaliber, antum qualified dalam pemahaman kitab mu antum akan dekat dengan Islam. Belajar saja kitabmu nggak usah belajar Al-Qur’an, Al-Qur’an ini bukan kitab pembanding….”

Dalam ceramahnya, jaksa mengatakan terdakwa Yahya Waloni mengeluarkan kata-kata yang bermuatan SARA terhadap umat Kristen, yaitu ‘bible Kristen itu palsu’, ‘kemudian ada ayat-ayat yang kosong, ada nomornya tapi tidak ada kalimat. Saya tulis nabinya tidak sempat menulis, lagi mudik ke Jombang, begitu. Ini harus dipertanggungjawabkan, pendeta jawab ini, kenapa ada ayat kosong, saya akan lihat ini, bukan saya yang ngomong ya’.

Serta kalimat ‘daripada ente di dalam lompat sana lompat sini sampe kemasukan ‘grgrgr’ kenapa? Kepenuhan roh kudis, eh, sori, roh kudus, lapor lagi roh kudis, lapor Yahya Waloni bilang roh kudis’. Dan kalimat yang diduga menimbulkan perbencian SARA lainnya.

Akibat perbuatannya, Yahya Waloni didakwa diancam pidana Pasal 45a ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 156a KUHP, Pasal 156 KUHP.