gas air mata

4 Kasus Polisi Jemput Kematian Suporter dengan Serangan Gas Air Mata

FIFA melarang penggunaan gas air mata dalam pertandingan sepak bola. Aturan itu tertuang dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulation

Anonymous Woman Hiding In Thick Smoke (Pexels.com/Rubenstein Rebello)

apahabar.com, JAKARTA - Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) melarang penggunaan gas air mata dalam pertandingan sepak bola. dalam aturan FIFA Stadium Safety and Security Regulations pasal 19b.

"No firearms or 'crowd control gas' shall be carried or used (senjata api atau 'gas pengendali massa' tidak boleh dibawa atau digunakan)," begitu bunyi aturan FIFA.

Pasal 19 membahas tentang aturan petugas lapangan dan polisi dalam menjaga ketertiban di stadion saat pertandingan, maka dari itu pelarangan gas air mata dalam mengontrol ketertiban stadion harusnya sangat diperhatikan oleh aparat kepolisian.

BACA : Tragedi Kanjuruhan Menelan Ratusan Nyawa, Seberapa Bahayanya Gas Air Mata?

Tapi kasus kematian suporter karena serangan Tear Gas atau gas air mata kerap terjadi di dalam stadion sepak bola. Tidak hanya di Indonesia, namun di belahan dunia lain pun hal ini masih terus terjadi.

Berikut empat kasus polisi serang suporter dengan gas air mata:

1.       Argentina

Belum kering duka di dunia sepak bola akibat tragedi Stadion Kanjuruhan, berselang sepekan kasus suporter bola yang meninggal dunia akibat gas air mata terjadi di Argentina, peristiwa tersebut berlangsung di tengah pertandingan antara Gimnasia La Plata dan Boca Juniors di Argentina.

Setelah laga berjalan 10 menit terpaksa dihentikan akibat bentrok polisi dan suporter di luar Stadion. Menurut pihak berwenang di Argentina, penggemar Gimnasia berusaha memaksa masuk ke stadion yang telah penuh. Guna memukul mundur suporter, polisi menembakkan gas air mata dan peluru karet.

Satu suporter dikabarkan menjadi korban kekerasan aparat, Menteri Keamanan Buenos Aires Serguo Berni mengonfirmasi satu penonton tewas, yaitu pria berusia 57 tahun terkonfirmasi merenggang nyawa akibat serangan jantung, saat dipindahkan dari stadion ke rumah sakit.

2.       Indonesia

Tragedi Stadion Kanjuruhan selepas laga Arema FC vs Persebaya Surabaya yang menelan ratusan korban jiwa, Sabtu (1/10/2022) malam. Biang kericuhan diduga dipicu rasa kekecewaan sejumlah suporter Aremania terhadap hasil kekalahan Arema FC melawan Persebaya dengan skor 2-3.

Terjadi 11 tembakan gas air mata dari aparat kepolisian mengakibatkan penonton berhamburan menuju pintu keluar, namun banyaknya orang dan keadaan pintu yang sempit menyebabkan ratusan orang yang berusaha ke luar terhimpit dan terinjak sehingga menyebabkan 131 orang tewas, 2 diantaranya anggota polisi.

Kapolri telah mengumumkan para tersangka dalam tragedi naas tersebut yaitu: Direktur Utama PT LIB, Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan, Security Officer, Kabag Ops Polres Malang, Brimobb Polda Jatim, Kasat Samapta Polres Malang.

3.       Ghana

Kejadian serupa dengan Tragedi Kanjuruhan juga pernah terjadi pada tahun 2001 silam. Peristiwa terjadi di Negara Ghana itu awalnya mempertemukan dua tim rival, Hearts of Oak melawan Asante Kotoko. Laga itupun digelar pada malam hari, di mana para penonton awalnya sedang menyaksikan pertandingan antara kedua tim.

Asante memimpin 1-0 mendekati akhir pertandingan, namun tuan rumah mencetak dua gol di saat laga akan segera berakhir untuk berbalik unggul pada laga tersebut.

Memasuki lima menit terakhir, para pendukung Asante Kotoko yang frustrasi mulai menjebol kursi dari tribun dan langsung melemparkannya ke lapangan. Polisi menanggapi aksi ini dengan menembakkan gas air mata ke kerumunan yang menyebabkan kepanikan.

Tragedi diperparah oleh fakta bahwa gerbang stadion terkunci sehingga mengakibatkan orang-orang tidak bisa keluar stadion. Akibat insiden tersebut, 126 orang meninggal karena kekurangan oksigen dan juga banyak korban yang terinjak dan juga terhimpit di dekat pintu keluar.

4.       Peru

Gas air mata kerap jadi dalang kematian dari sebuah tragedi sepak bola. Korban senjata inipun pernah berjatuhan di Peru, tepatnya pada tahun 1964 ketika tuan rumah Peru menjamu Argentina.

Saat wasit membuat keputusan yang memantik emosi, suporter masuk ke lapangan, kejadian tersebut kemudian direspon dengan tembakan gas air mata dari polisi ke kerumunan suporter.

Sebanyak 328 korban jiwa meninggal karena mengalami pendarahan internal atau sesak napas akibat terbentur, kejadian tersebut menjadikan tragedi di Peru sebagai insiden paling mematikan dalam sepak bola karena gas air mata yang ditembakan aparat kepolisian kepada suporter.