Skandal Tambang Ilegal

Kasus Ismail Bolong Tak Jelas, Pakar: Gugat Praperadilan atau SP3!

Pakar Hukum Pidana mendorong Ismail Bolong untuk melakukan praperadilan terkait dengan kasus tambang ilegal.

Aksi Ismail Bolong menghadang patroli petugas KPHP Santan di lokasi tambang batu bara beredar pada medio November 2022.

apahabar.com, JAKARTA – Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hajar mendorong Ismail Bolong untuk melakukan praperadilan terkait dengan kasus tambang ilegal yang menjeratnya.

Abdul melihat dorongan pengajuan proses praperadilan tersebut untuk menggugurkan status tersangka Bolong dari kasusnya tersebut.

“Dipraperadilankan saja, dorong (Ismail Bolong) untuk menggugat Polisi,” kata Abdul kepada apahabar.com, Kamis (15/4).

Baca Juga: Sengkarut Mafia Tambang Ismail Bolong, Presiden Jangan Diam!

Hal tersebut diungkapkan oleh Abdul terkait dengan kasus tambang Ilegal yang menjerat Ismail Bolong itu tak jelas kepastian hukumnya.

Pasalnya, Ismail Bolong diketahui telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus tersebut. Namun, sampai dengan saat ini, berkas perkaranya masih tak kunjung jelas.

Di sisi lain, Polri juga disarankan semestinya menerbitkan SP3 lantaran dianggap kurang bukti sehingga kepastian hukum dapat berkeadilan.

Baca Juga: Teka-Teki Kasus Ismail Bolong Berlanjut

Lebih lanjut, status berkas Ismail Bolong sampai saat ini masih P19. Namun, Polri masih memilih bungkam tanpa alasan yang jelas dan terang dalam membeberkan kasus tambang ilegal Ismail Bolong tersebut.

“Kalau dianggap kurang bukti kemungkinannya di SP3 kan, meski sampai hari ini belum ada penetapan SP3,” jelas Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti itu.

Sebelumnya, Kabareskrim Polri, Komjen Pol Agus Andrianto juga memasang aksi tutup mulut merespon tindak lanjut kasus Ismail Bolong tersebut.

Baca Juga: Simpang Siur Ismail Bolong, Indikasi Mafia Tambang Kalimantan Menguat

Jenderal bintang tiga itu bahkan tak berbicara banyak dan terkesan menghindar saat ditanyakan terkait kelanjutan kasus Ismail Bolong.

“Halah nggak usah. Tanyakan ke Direktur yang menangani kasusnya,” kata Agus Andrianto kepada apahabar.com di Gedung DPR RI, beberapa waktu lalu.