bakabar.com, JAKARTA – Setelah melakukan pemeriksaan sekitar 24 jam, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Kepala Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara (HSU) Albertinus P Napitupulu bersama dua kepala seksi sebagai tersangka dugaan pemerasan, Sabtu (20/12/2025) dinihari.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, setelah mengantongi kecukupan alat bukti, penyidik menetapkan tiga orang tersangka, yakni Albertinus P Napitupulu (APN) selaku Kepala Kejari HSU, Asis Budianto (ASB) selaku Kepala Seksi Intelijen Kejari HSU, dan Taruna Fariadi (TAR) selaku Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejari HSU.
“Setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan tiga orang tersangka,” kata Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (20/12/2025) dini hari.
KPK langsung menahan APN dan ASB selama 20 hari pertama, terhitung sejak 19 Desember 2025 hingga 8 Januari 2026. Sementara TAR belum dilakukan penahanan karena masih melarikan diri dan masuk dalam pencarian penyidik.
Asep menjelaskan, APN diduga melakukan pemerasan terhadap sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) di Kabupaten HSU sejak menjabat sebagai Kajari pada Agustus 2025. Modus yang digunakan, yakni ancaman penanganan laporan pengaduan yang masuk ke Kejari HSU.
“Permintaan uang disertai ancaman agar laporan pengaduan dari LSM terhadap dinas-dinas tertentu tidak ditindaklanjuti secara hukum,” ujarnya.
KPK mengungkap, APN diduga menerima aliran dana sedikitnya Rp804 juta, baik secara langsung maupun melalui perantara ASB dan TAR. Uang tersebut berasal dari sejumlah OPD, di antaranya Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum, serta Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) HSU.
Rinciannya, APN diduga menerima Rp270 juta dari Kepala Dinas Pendidikan HSU dan Rp235 juta dari Direktur RSUD HSU melalui TAR. Melalui ASB, APN juga diduga menerima Rp149,3 juta dari Kepala Dinas Kesehatan HSU. Selain itu, ASB diduga menerima aliran dana lain sebesar Rp63,2 juta sepanjang Februari hingga Desember 2025.
Tak hanya itu, KPK menemukan dugaan pemotongan anggaran internal Kejari HSU. Dana tersebut bersumber dari pencairan Tambahan Uang Persediaan (TUP) sebesar Rp257 juta tanpa dilengkapi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD), serta potongan dari unit kerja dan seksi di lingkungan Kejari HSU.
“Dana tersebut digunakan untuk kebutuhan operasional pribadi,” beber Asep, yang dilansir rri.co.id.
KPK juga mengungkap adanya penerimaan lain yang diduga diterima APN sebesar Rp450 juta. Dana itu terdiri dari Rp405 juta yang ditransfer ke rekening istri APN serta Rp45 juta yang diduga berasal dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Sekretaris DPRD HSU.
Sementara itu, TAR selain berperan sebagai perantara, diduga menerima aliran dana secara pribadi mencapai Rp1,07 miliar yang berasal dari mantan Kepala Dinas Pendidikan HSU dan sejumlah rekanan.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 KUHP.(*)