Merdeka Dalam Keberagaman

Islamic Cultural Center, Sering Ditolak karena Beda

Di balik gegap gempita penyambutan hari lahir Indonesia ke-78, merdeka dalam keberagaman nyatanya masih belum akrab di sebagian golongan. Susana sepi menyambut

Rutinitas jemaah Syiah ICC di aula sekretariat seperti membaca kitab. apahabar.com/Ayubi

apahabar.com, JAKARTA - Di balik gegap gempita menyambut hari lahir Indonesia ke-78, merdeka dalam keberagaman masih belum akrab di Islamic Cultural Center (ICC).  

Susana sepi menyambut kedatangan tim apahabar.com di Sekretariat Islamic Cultural Center, Pasar Minggu, Jakarta, Selasa pagi (16/8).

Lokasi Sekretariat ICC berada persis di depan halte Pejaten Philips. Fasilitas gedung yang sudah ada sejak 2003 itu terbilang cukup lengkap. Selain kantor, terdapat sebuah aula, dan masjid. Aula ICC yang dinamai Husainiyah Al-Huda menjadi tempat di mana pusat segala aktivitas ritual syiah berlangsung.

Baca Juga: [EDITORIAL] Merdeka dalam Keberagaman

Kantor berlantai satu ini juga menjadi wadah untuk presiden dan pemimpin agung iran menggelar kegiatannya ketika berkunjung ke Indonesia. Sebut saja, Seyyed Ebrahim Raisi, dan bahkan Ayatullah Sayyid Ali Khamenei. Mereka kerap membuat diskusi di sana, baik untuk umum atau hanya antar-sesama penganut Syiah.

Begitu tiba, seorang satpam lantas mengarahkan awak media ini untuk masuk ke dalam gedung untuk bertemu langsung dengan humas ICC. Saat menunggu di depan meja penerima tamu, seorang pria kemudian mengajak masuk ke ruang rapat yang bertempat di ujung lorong. Dia adalah Mujib, humas ICC.

Baca Juga: Makna Kemerdekaan bagi Jemaat Rumah Doa Bekasi

Ketika berbincang dengan Humas ICC tersebut kalimat pertama yang terdengar adalah adalah, "Kemerdekaan belum nyata adanya." Apa dasarnya? Tak lain mengingat masih banyaknya sejumlah peristiwa diskriminatif.

"Contohnya keberadaan kami (Syiah), sering sekali ditolak karena dianggap berbeda," jelas Mujib.

Beberapa waktu lalu, misalnya, diam-diam seorang warga merekam kelompok mereka sedang menyelenggarakan peringatan Asyura atau Haul Imam Husain di Bandung. Video yang diunggah diiringi dengan keterangan, "Oh my god, astagfirullah aladzim, mereka ibadah, atau nari woi."

Foto kolase: apahabar.com/Fahriadi Nur

Tanpa disadari, rekaman itu ternyata viral. Semua mata tertuju pada kelompok itu. Segala bentuk cacian turut mengalir. Parahnya, kata Mujib, tidak ada ruang untuk kelompok mereka membela.

Baca Juga: Cara Kemenag Lawan Intoleran

"Dari pada di video-in, baiknya kan tabayyun dulu, tanya, lagi ada apa," katanya.

Menurutnya, riual yang dilakukan pada saat memperingati Hari Asyura itu merupakan bentuk ekspresi kecintaan mereka kepada Allah, rasul, dan keluarganya. Selepas perbincangan itu, ada seorang pria sedang jalan terburu-buru menuju keluar gedung. Dia adalah anggota Divisi Pendidikan dan Riset ICC, Syafinudin Morteza.

Awak media ini langsung meminta waktunya sebentar, untuk melontarkan sebuah pertanyaan. Apa makna kemerdekaan dalam konteks keberagaman bagi mereka?

Syafinudin lantas menanyakan kembali makna dari perbedaan itu sendiri. Yang mana ternyata tak seindah frasa Bhineka Tunggal Ika, berbeda tapi tetap satu. "Ketika berbicara "beda", ada dua hal yang bisa disoroti. Perbedaan dan pembedaan," jelas Syafinudin.

Baca Juga: Kisah Tri Suseno, Penghayat Kepercayaan asal Solo

Dua kata itu berasal dari kata yang sama. Tapi, kata Syafinudin, keduanya punya makna yang berbeda. Baginya, perbedaan adalah keniscayaan. Yang mana bisa mereka maknai sebagai akar dari persatuan. "Bukan malah dibeda-bedakan," terang Syafinudin.

Kesan pembeda, menurutnya hanya akan bermuara pada pengelompokkan, "Jadi gak toleransi," ungkapnya. Syafinudin lantas bergegas pulang. Melengkapi apa yang disampaikan Syafinudin, Humas ICC merasa pemerintah belum memiliki andil yang besar dalam menyelesaikan urusan keberagaman yang ada di negeri ini.

Meski sudah dilindungi konstitusi, tapi stigma tentang suatu hal yang "beda" masih dibiarkan menjamur. Dalam hal ini adalah tentang kelompok Syiah.

Baca Juga: Tak Elok! Rumah Doa di Bekasi Dibubarkan Ketua RT

"Belum ada upaya pemerintah untuk mengedukasi masyarakat. Pandangan kita juga jarang dilibatkan dalam pembentukan kebijakan secara umum," paparnya.

Kelompoknya, kata dia, akan sangat senang jika bisa dilibatkan untuk ikut membahas soal kenegaraan. "Kita punya orang-orang yang gak hanya bisa bicara tentang agama. Tapi, sosial, politik, juga ada," jelasnya. Di momen Kemerdekaan kali ini, ICC menyambutnya dengan tajuk 'Kemerdekaan Sejati adalah Merdeka juga secara Intelektual, Cultural, dan Spiritual."

"Sarat akan harapan, tertanam sebuah cita-cita agar masyarakat Indonesia mampu memaknai kemerdekaan dalam ruang keberagaman. Yang mana, sekarang masih belum nyata adanya," pungkasnya.

Islamic Cultural Center berdiri sejak 1998. Didirikan oleh beberapa tokoh Syiah seperti Husein Shahab, dan Umar Shahab. Beberapa kali komunitas ini juga turut berkolaborasi dengan masyarakat sekitar. Seperti bekerja sama dengan Departemen Agama dalam beberapa kegiatan.

Sekretariat Islamic Culture Center di Pasar Minggu, Jakarta. apahabar.com/Ayubi

"Beberapa daerah lain, juga berkolaborasi dengan masyarakat Syiah di Kalimantan Timur, dan justru mendapat bantuan mobil ambulans langsung dari gubernur Kalimantan Timur," jelas Mujib. "Artinya komunitas Syiah aktif dengan kegiatan yang bersinggungan dengan masyarakat dan kolaborasi dengan pemerintah," sambungnya pada apahabar.com.

Yayasan dengan nama Al-Huda ini juga melakukan beberapa bentuk kerja sama di bidang pendidikan. Seperti mendirikan perpustakaan Iran Corner yang mengoleksi buku kajian Islam, terutama mengenai mazab Syiah.

Baca Juga: Muslim Syiah Minta Polri Tak Pilih Kasih

Dengan tekad akan kebaikan dunia, mereka juga memiliki koleksi buku mengenai Islam, Sejarah dan Syiah, yang salah satunya juga terbitan dari ICC sendiri. Dengan nuansa perpustakaan yang nyaman dan bersih tersebut, terdapat komputer dan ruang baca yang nyaman serta ruang bermain untuk anak-anak.

Pada pintu masuk, di ruang resepsionis terlihat dengan jelas beberapa plakat penghargaan yang dipajang oleh pihak ICC, beberapa di antaranya berasal dari universitas dan pemerintahan. Ya, ICC juga aktif melakukan beberapa kerja sama dengan beberapa Universitas seperti UIN Syarif Hidayatulah Jakarta, Universitas Muhammadiyah Jakarta, IAIN Serang, serta di Universitas Hasanuddin Makasar, UMY Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, IAIN Yogyakarta, IAIN Palembang dan IAIN Ambon.

Baca Juga: Ceramah Penganut Syiah: Pengorbanan Kesenangan dari Stigma Negatif

Komunitas ini mulai mendorong diskriminasi yang mereka rasakan untuk dihapuskan. Beberapa kali mereka bekerja sama dengan pemerintahan sebagai bentuk jalinan silaturahmi dan persaudaraan serta persatuan internal di Islam.

"Seperti bekerja sama dengan Departemen Agama, Majelis Ulama Indonesia, serta beberapa ormas keagamaan."

Dalam memaknai hari kemerdekaan Indonesia yang ke 78, Mujib berharap pemerintah untuk terus mengajak komunitas ini untuk berdiskusi mengenai kebijakan publik.

"Kemerdekaan sejati adalah merdeka secara intelektuasl, dan spirit, tanpa harus resah saat melakukan kegiatannya," tutup Mujib.