IPW Desak Kapolri Bentuk Timsus Kawal Kasus Pertambangan Ilegal

IPW mendesak Kapolri membentuk Tim Khusus untuk mengawal Pertambangan ilegal.

Pengakuan Ismail Bolong sebagai suruhan Brigjen Hendra untuk membongkar borok Komjen Agus (kiri) diragukan pengamat kepolisian. Foto: Tiktok

apahabar.com, JAKARTA - Indonesian Police Watch (IPW) mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk Tim Khusus untuk mengawal kasus Setoran Uang Perlindungan Pertambangan Ilegal.

Hal itu terkait dua video pernyataan petinggi Polri bernama Aiptu (purn) Ismail Bolong yang menyebutkan telah memberikan Rp6 miliar pada Kabareskrim Komjen Agus Andrianto dalam kasus setoran pertambangan ilegal di Kalimantan Timur

"Terkait video tersebut, Kapolri untuk sementara waktu perlu menonaktifkan Kabareskrim Komjen Agus Andrianto," kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santosa melalui keterangan tertulis dikutip Senin (7/11).

Tekanan di Balik Permintaan Maaf

Sugeng menilai tayangan Ismail Bolong yang meminta maaf dan tidak pernah bertemu Kabareskrim Komjen Agus Andrianto diduga keras muncul akibat adanya tekanan pihak tertentu. Isu setoran dana Perlindungan Tambang Ilegal dapat makin menjatuhkan citra Polri di masyarakat.

Sebab, dengan adanya pembelaan diri Ismail Balong setelah munculnya video viral bahwa anggota polisi di Polresta Samarinda tersebut diduga memberikan uang langsung ke Kabareskrim dengan total Rp6 Miliar memunculkan dugaan saling sandera antara para jenderal.

Baca Juga: Kongkalikong Polisi di Balik Tambang Ilegal, JATAM: Bukan Barang Baru!

Pengakuan Ismail Bolong itu, oleh Propam Polri jaman Ferdy Sambo menjadi Kadiv Propam memang disimpan sebagai alat sandera. Hal ini menjadi nyata saat kelompok Ferdy Sambo masuk jurang dengan adanya kasus Duren Tiga. Sehingga pengakuan terakhir Ismail Bolong sebagai serangan lanjutan dengan menyatakan

Dirinya saat itu ditekan oleh Karopaminal Brigjen Hendra Kurniawan untuk mengakui soal uang setoran buat Kabareskrim Polri. Pembuatan videonya diakui dilakukan pada bulan Februari 2022.

Macetnya Sanksi Melalui Mekanisme Prosedural

Sugeng meyakini adanya polemik dari yang semula Ismail Bolong menyetor dan kemudian meralatnya, menunjukkan aparatur kepolisian terutama Propam yang diberikan kewenangan untuk memberantas pelanggaran anggota polisi termasuk di level jenderal tidak jalan melalui mekanisme prosedural

Dalam kasus ini, imbuh Sugeng, seharusnya Ismail Bolong diajukan ke sidang komisi kode etik Polri. Dengan sebelumnya melakukan pemeriksaan terhadap semua pihak yang terlibat tidak terkecuali Kabareskrim Polri.

Baca Juga: Skandal Setoran Emas Hitam Kaltim, Pernyataan Ismail Bolong Soal Brigjen Hendra Diragukan!

Tetapi hal ini tidak pernah terjadi dan kasusnya tidak pernah diajukan ke sidang etik apalagi untuk pidananya. Karena, kasus pelanggaran ini dijadikan sandera dan saling sandera. Di samping, untuk melindungi di antara para jenderal polisi.

Padahal secara nyata kasus tersebut sudah ditangani oleh Propam Polri dan Bareksrim Polri. Bahkan Kadiv Propam Polri telah mengirim surat ke Kapolri dengan nomor: R/1253/IV/WAS.2.4./2022/DIVPROPAM tanggal 7 April 2022.

Surat Kadiv Propam ke Kapolri

Sugeng memaparkan dinyatakan dalam surat itu, berdasarkan fakta-fakta di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut: huruf A Bahwa di wilayah hukum Polda Kaltim terdapat beberapa penambangan batubara ilegal yang tidak dilengkapi ijin usaha penambangan (IUP), namun tidak dilakukan upaya hukum dari pihak Polsek, Polres, Polda Kaltim dan Bareskrim Polri karena adanya uang koordinasi dari pengusaha tambang batubara ilegal.

Selain itu, adanya kedekatan Tan Paulin dan Leny dengan PJU Polda Kaltim serta adanya intervensi dari unsur TNI dan Setmilpres.

Sementara di huruf B dinyatakan banwa adanya kebijakan dari Kapolda Kaltim Irjen HRN untuk mengelola uang koordinasi dari pengusaha tambang batubara ilegal di wilkum Kaltim secara satu pintu melalui Dirreskrimsus Polda Kaltim untuk dibagikan kepada Kapolda, Wakapolda, Irwasda, Dirintelkam, Dirpolaorud, serta Kapolres yang wilayahnya terdapat kegiatan penambangan batubara ilegal.

Baca Juga: Kisah Tragis Soewardi 'Dimuntahkan' Senpi Polisi Lalai

Selain itu, adanya penerimaan uang koordinasi dari para pengusaha tambang batubara ilegal kepada Kombes BH (saat menjabat Kasubdit V Dittipidter Bareskrim dan Komjen AA selaku Kabareskrim Polri, uang tersebut digunakan untuk kepentingan dinas yang tidak didukung oleh anggaran.

Sedang dalam huruf C ditegaskan ditemukan cukup bukti adanya dugaan pelanggaran oleh anggota Polri terkait penambangan, pembiaran dan penerimaan uang koordinasi dari para pengusaha penambang batubara ilegal yang bersifat terstruktur dari tingkat Polsek, Polres, Polda Kaltim dan Bareskrim Polri.

Tim khusus harus meminta keterangan semua pihak di antaranya mantan Kadivp Propam Ferdy Sambo,mantan Karopaminal Hendra Kurniawan, Aiptu (purn) Ismail Bolong dan tindakan lain yang diperlukan termasuk membuka kembali dokumen-dokumen pemeriksaan Propam era Ferdy sambo yang menjadi dasar laporan Ferdy Sambo pada Kapolri seperti tersebut di atas, sehingga terdapat kepastian hukum tidak sekedar menjadi pergunjingan yang efeknya menjatuhkan ketidakpercayaan masyarakat pada Polri.

Masyarakat sangat menunggu janji Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang akan memotong kepala ikan busuk. Kapolri juga sempat menyampaikan kepada seluruh personil kepolisian yang melanggar hukum dan tidak ikut gerbong perubahan akan dikeluarkan.

"Sebab, semua ini kalau dilakukan oleh Kapolri maka kepercayaan masyarakat terhadap Polri semakin meningkat," pungkasnya