Indonesia Darurat Oligarki

Ekonom Senior Bocorkan Bahaya Investor Politik bagi Keberlangsungan Pemilu

Suburnya pertumbuhan oligarki dalam kegiatan demokrasi dapat menyebabkan lahirnya investor politik, yang memengaruhi kegiatan pemilu.

Ekonom Senior INDEF, Didin S. Damanhuri. (Foto: Dok. Didin S. Damanhuri))

apahabar.com, JAKARTA - Ekonom Senior INDEF, Didin S. Damanhuri mengungkapkan pertumbuhan oligarki di setiap kegiatan demokrasi menyebabkan lahirnya investor politik.

Situasi tersebut menurutnya turut memengaruhi kualitas agenda demokrasi lima tahunan tersebut. Hal itu semakin diperparah dengan tiadanya tindakan dari pemerintah untuk menuntaskannya.

“Mereka dibiarkan menjadi investor politik, sehingga masuk ke dalam semua tingkatan pemilihan, mulai dari Pilkada, sampai dengan Pilpres,” ujarnya dalam siaran daring bertajuk Catatan Ekonomi 2023 dari Ekonom Senior INDEF, Kamis (5/1).

Baca Juga: INDEF Bongkar Penyebab Ketimpangan Sosial: Oligarki Semakin Subur!

Didin menyebut saat oligarki berubah menjadi investor politik, maka pertumbuhan ekonomi negara akan dikuasai oleh segelintir orang kaya. Akibatnya, masyarakat yang berasal dari kalangan ekonomi kelas menengah ke bawah akan menjadi korban dan semakin tidak sejahtera.

“Sehingga pertumbuhan ekonomi 5 persen itu adalah semu, karena hanya akumulasi dari 20 persen orang terkaya, dan korbannya adalah 40 persen penduduk yang paling miskin,” ungkapnya.

Guru Besar Ekonomi IPB ini juga menyebut pembiaran peran investor politik yang selama ini terjadi menyebabkan Indonesia berkutat dalam jebakan negara berpendatan menengah (middle income trap).

Baca Juga: Alami Gejala Deindustrialisasi, Faisal Basri: Siap-siap Menyasar Kelas Menengah

Karena itu, imbuh Didin, diperlukan upaya serius untuk memerangi investor politik dari pemerintah untuk melakukan reformasi politik untuk mengatasi permasalahan oligarki.

“Rekomendasi political reform adalah dengan menyederhanakan prosedur kampanye,” imbuhnya.

Kemudian, juga diperlukan kampanye menghilangkan modus pemberian mahar politik dan berbagai bentuk korupsi politik dalam setiap penentuan calon. Selain itu, pemberian sanksi berat yang tidak hanya dalam bentuk hukum, tapi juga finansial, politik, sampai dengan sosial.

Baca Juga: INDEF: Pertumbuhan Ekonomi Pulih, Tapi Strukturnya Jomplang

“Konsenkuennya Undang-Undang Politik dan UU Pemilu harus direvisi dan intinya adalah melarang sumbangan kepada Partai Politik (Parpol) melalui APBN,” kata Didin.

Aturan pemberian sumbangan kepada parpol harus diubah dari yang dibiayai APBN menjadi elite bisnis.

“Contohnya di Amerika korupsi politik maupun gejala oligarki tidak terjadi karena memang membolehkan sumbangan kepada parpol melalui elite bisnis,” tutupnya.