Tak Berkategori

Imbas Kenaikan Cukai, Produksi Rokok Diestimasi Turun

apahabar.com, JAKARTA – Sebagai konsekuensi kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT), produksi rokok diestimasi turun hingga…

Terhitung mulai 1 Februari 2021, pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau hingga 12,5 persen. Foto: Antara

apahabar.com, JAKARTA – Sebagai konsekuensi kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT), produksi rokok diestimasi turun hingga 3,3 persen.

Terhitung mulai 1 Februari 2021, pemerintah menaikkan tarif CHT rata-rata tertimbang sebesar 12,5 persen.

Kenaikan itu sendiri tidak menyeluruh, karena hanya dibebankan kepada Sigaret Putih Mesin (SPM) dan Sigaret Kretek Mesin (SKM).

Sedangkan Sigaret Kretek Tangan (SKT) tidak mengalami kenaikan, karena mempertimbangkan sektor padat karya dan masa pemulihan perekonomian akibat pandemi.

Seiring peningkatan itu, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan memperkirakan produksi SPM turun hingga 3,3 persen

“Kami sudah melakukan simulasi produksi rokok 2021 ini yang diestimasi turun 2,2 hingga 3,3 persen,” papar Kepala Sub Bidang Cukai BKF Kementerian Keuangan, Sarno, seperti dilansir Antara, Selasa (2/2).

Total produksi untuk keseluruhan jenis produksi sepanjang 2020, tercatat mencapai 298,4 miliar batang.

Dengan estimasi penurunan produksi, Kementerian Keuangan memperkirakan penurunan volume produksi rokok 2021 mencapai sekitar 288 miliar batang.

Jika dibandingkan 2020, kenaikan cukai hasil tembakau sebesar 23 persen membuat jumlah produksi rokok menurun hingga 11 persen.

“Dengan kenaikan rata-rata 12,5 persen tarif cukai rokok, diperkirakan indeks keterjangkauan atau affordability index naik dari 12,2 persen menjadi 13,7 hingga 14 persen,” beber Sarno.

“Dengan kenaikan tarif cukai mulai Februari 2021, harga rokok akan semakin tidak terjangkau oleh masyarakat,” tegasnya.

Selain indeks keterjangkauan, angka prevalensi merokok dewasa diestimasi turun menjadi 32,3 hingga 32,4 persen. Kemudian anak-anak hingga remaja turun menjadi 8,8 hingga 8,9 persen.

“Penurunan itu konsisten dengan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPKMN) 2020-2024 sebesar 8,7 persen,” jelas Sarno.

Kebijakan cukai baru juga diharapkan mendorong penerimaan negara yang ditargetkan mencapai Rp173,78 triliun.

Sedangkan penerimaan selama 2020 dari cukai hasil tembakau mencapai Rp170,24 triliun atau naik dibandingkan realisasi 2019 mencapai Rp164,87 triliun.

Capaian itu juga lebih tinggi dari target penerimaan cukai hasil tembakau sesuai Perpres 72/2020 mencapai Rp164,94 triliun.

Sebelumnya pemerintah menetapkan tarif cukai SKM I mencapai 16,9 persen atau Rp125 menjadi Rp865 per batang.

Kemudian SKM II-A naik 13,8 persen sebesar Rp65 menjadi Rp535 per batang, serta SKM II-B naik 15,4 persen menjadi Rp525 per batang.

Sementara SPM I naik 18,4 persen sebesar Rp145 menjadi Rp935 per batang, SPM II-A naik 16,5 persen menjadi Rp565 per batang dan SPM II-B naik 18,1 persen sebesar Rp70 menjadi Rp555 per batang.

Perbedaan tarif SKM dan SPM disebabkan kandungan. SPM menggunakan tembakau impor, sedangkan SKM merupakan rokok yang menggunakan cengkeh dan tembakau lokal.