Transisi Energi

IESR Bongkar Penyebab Rendahnya Penetrasi PLTS Atap

Institute for Essential Services Reform (IESR) menyoroti penetrasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap di Indonesia masih relatif rendah.

llustrasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap. Foto: Antara

apahabar.com, JAKARTA - Institute for Essential Services Reform (IESR) menyoroti penetrasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap di Indonesia masih relatif rendah. Hal itu terasa dalam dua tahun terakhir. Salah satunya dikarenakan pembatasan kapasitas yang diterapkan oleh PLN.

Manager Program Akses Energi Berkelanjutan IESR, Marlistya Citraningrum menerangkan pembatasan kapasitas tersebut dikarenakan overkapasitas yang dialami PLTU. Kondisi tersebut yang kemudian memengaruhi masuknya energi baru terbarukan (EBT).

Merujuk data Kementerian ESDM, bauran energi bauran terbarukan (EBT) per Semester I-2023 baru mencapai 12,54 persen. Sedangkan sisanya masih bertumpu pada energi fosil.

“Di Indonesia PLTS atap penetrasinya memang masih minimal,” katanya kepada apahabar.com, Kamis (30/11).

Baca Juga: Prabowo Setop Impor BBM Jika Jadi Presiden, IESR: Tidak Realistis!

Baca Juga: PLN Menghambat Green Jobs Berkembang di Daerah

Marlistya menerangkan pengembangan PLTS atap selama ini dianggap akan turut memengaruhi stabilitas jaringan. Sebab, PLTS atap selama ini bertumpu pada sumber matahari. Karena itu, menurutnya dari sisi operasional PLN perlu melakukan langkah antisipasi saat dihadapkan dengan kondisi hujan yang berimbas dengan penurunan produksi listrik.

“Karena itu, perlu smart grid yang bisa integrasi smoothing dan forecasting akan membantu PLN mengatasi kendala ini,” paparnya kepada apahabar.com.

Marlistya menilai untuk mengatasi masih rendahnya penggunaan PLTS atap, pemerintah perlu melakukan sejumlah langkah. Pertama, pemerintah perlu membuat peta jalan untuk melakukan pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Khususnya, PLTU yang sudah berusia tua yakni berusia di atas 30 tahun.

Baca Juga: 3 Catatan IESR Usai Jokowi Resmikan PLTS Cirata

Baca Juga: Suntik Mati PLTU Cirebon-1, IESR: Jauh dari Target Ambisi

Tak hanya itu, PLTU yang masih belum terikat kontrak atau belum financial closing juga perlu untuk segera dibatalkan.

Kedua, perlunya penerapan Permen ESDM yang mempermudah akses masyarakat dengan tidak melakukan pembatasan. Melainkan juga perlu dipercepat dari proses hingga perizinan instalasi PLTS atap.

Adapun yang ketiga, pemerintah perlu mulai menyediakan skema pembiayaan yang inovatif. Salah satunya dengan memberikan pilihan kepada masyarakat dengan tidak hanya terpaku pada pembayaran di muka.

"Terakhir, perluas akses pada penyedia produk dan jasa. Sebab, selama ini hanya ada di kota besar saja," pungkasnya.

Catatan redaksi: tulisan reportase ini telah mengalami penyuntingan setelah mendapatkan koreksi. Kekeliruan telah diperbaiki pada pukul 21.50 WIB, Kamis (30/11).