Politik

Guru Khalil Mundur di Pilkada Banjar, Pengamat: Tak Sekadar ‘Sami’na Wa Atho’na’ ke Tuanguruan

apahabar.com, BANJARMASIN – Kabar mengejutkan datang dari Bupati Banjar Khalillurahman menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak,…

Baliho Bakal pasangan calon bupati dan wakil bupati Banjar, Guru Khalil dan Said Abdullah sudah terpasang di sejumlah sudut jalan di Martapura. Foto-apahabar.com/hendra

apahabar.com, BANJARMASIN – Kabar mengejutkan datang dari Bupati Banjar Khalillurahman menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak, Desember 2020 mendatang.

Guru Khalil, begitu kerap disapa, secara tiba-tiba memilih mengundurkan diri sebagai bakal calon Bupati Banjar pada pesta demokrasi lima tahunan tingkat daerah tersebut.

Lantas, konstelasi politik apa sebenarnya yang terjadi di Kabupaten Banjar?

Pengamat Politik dan Kebijakan Publik FISIP ULM, Taufik Arbain menilai, pilkada di tengah Pandemi Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19 menimbulkan ketidakpastian politik, sebagaimana kebijakan penanganan virus itu sendiri di berbagai belahan dunia.

“Dalam konteks pilkada, ketidakpastian ini dominan berhinggap pada para penantang incumbent di berbagai daerah di Indonesia. Terdapat berbagai alasan, baik kemanusiaan maupun terbatasnya waktu dalam melakukan jangkauan kepada pemilih,” ucap Taufik Arbain kepada apahabar.com, Senin (22/6) sore tadi.

Menurutnya, ruang-ruang simpatik bagi para kandidat kepada pemilih digantikan oleh gegap-gempita aktivitas penanganan Pandemi Covid-19 ini.

Termasuk langkah-langkah efektif yang masif dilakukan pemerintah. Terlebih, incumbent yang akan memasuki masa periode kedua.

Incumbent, kata dia, memang berada dalam dua pilihan gerakan sekaligus.

Pertama, fungsi sebagai kepala daerah yang harus sigap melayani masyarakat. Namun, disisi lain tidak bisa dilepaskan timing atau waktu yang bersamaan dengan persiapan pilkada.

“Ruang inilah yang dikatakan sebagian mengukuhkan panggung incumbent, kecuali memang ada lawan tanding mumpuni dan memiliki peran yang mendekati setara petahana,” tegasnya.

Terkait pengunduran diri Guru Khalil, sambung dia, ini sangat menarik untuk dicermati.

Pertama, sebagai incumbent, Guru Khalil dinilai memiliki sumber-sumber kekuasaan yang memungkinkan untuk melakukan jangkauan kepada pemilih di masa pandemi ini.

“Langkah ini banyak dilakukan para incumbent hampir se – Indonesia,” bebernya.

Kedua, di masa pandemi ini pemerintah melakukan kebajikan melalui jaring pengaman sosial, pembagian sembako, dan kebijakan diskresi lainnya.

Sehingga memberikan peluang besar karena hadir dan tumbuhnya simpatik publik kepada sang petahana.

“Apalagi hadir langsung di tengah masyarakat dengan memainkan peran dan memberikan semangat agar tidak menyerah menghadapi wabah ini,” cetusnya.

Fakta kedua inilah, tegas dia, yang acap kali menjadi momok bagi para pesaing di luar incumbent pada pilkada di tengah pandemi se – Indonesia.

“Jadi, kalau Guru Khalil mengundurkan diri dengan alasan izin keluarga, saya kira patut diapresiasi dan itu pilihan politik beliau,” ungkap Taufik.

Secara kalkulasi politik, Guru Khalil memang memiliki keuntungan, jika dilihat dari dua poin di atas. Namun, realitas di lapangan, Guru Khalil akan berhadapan dengan para pesaing yang tak kalah mumpuni, memiliki kapasitas gerakan, dan taktik serta sumber kekuasaan yang setara.

Harus diakui pula, fakta di lapangan, sebagian masyarakat merasa tak puas dengan progres kepemimpinan sang guru di Kabupaten Banjar.

Sehingga, aspek ini mendorong masyarakat untuk membutuhkan kepemimpinan yang tangguh di Banjar.

Di mana, tak sekadar bersandar pada ‘Sami’na Wa Atho’na’ (kami mendengar dan kami taat) ke Tuanguruan. “Nah, justru ruang-ruang ‘Sami’na Wa Atho’na’ ini disaingi dengan pesaing yang juga memiliki pasangan para tuan guru,” katanya.

Jadi, kapasitas pesaing Guru Khalil dalam Pilkada Banjar memang para petarung tangguh, baik sumber kekuasan kecerdasan, tangguh pengalaman pemerintahan, sumber dana, jaringan, dan simbol keagamaan.

“Atas dasar tersebut, saya kira realistis pilihan politik Guru Khalil mengundurkan dengan membaca kalkulasi tersebut. Saya kira beliau sangat paham dan tahu, apalagi beberapa kerabat beliau gagal dalam perebutan kursi DPRD Banjar dan parlemen pusat.”

“Jika beliau memberikan alasan karena tidak mendapatkan izin keluarga, saya kira itu pilihan kata yang tepat dan bijak dalam ruang politik pilkada saat ini. Ini menunjukkan beliau sangat matang dalam berpolitik,” pungkasnya.

Editor: Syarif