kesehatan mental

Gen Z Lebih Peduli Kesehatan Mental, Tapi Tingkat Bunuh Diri Lebih Tinggi

Tuntutan sosial membuat banyak anak muda berjarak dengan dirinya sendiri.

Ilustrasi bunuh diri. Sumber: Istimewa

apahabar.com, JAKARTA - Tuntutan sosial membuat banyak anak muda berjarak dengan dirinya sendiri. Keinginan memenuhi tuntutan sosial dengan standar eksternal membuat mereka lupa untuk memiliki dan mengejar mimpi yang benar-benar diinginkan. Kondisi itu membuat kasus kesehatan mental anak muda, terutama Generasi Z menjadi marak.

Direktur Utama Pusat Kesehatan Jiwa Nasional Rumah Sakit Jiwa dr. H. Marzoeki Mahdi (PKJN RSMM) Dr. dr. Nova Riyanti Yusuf, SpKJ menemukan bahwa ekspektasi eksternal menjadi pemicu maraknya kasus kesehatan mental generasi muda.

“Ketika saya meneliti stressor (pemicu) psikososial di DKI Jakarta, mereka merasa bahwa prestasi mereka tidak sesuai dengan ekspektasi. Masalahnya ekspektasi siapa? Kebanyakan dikte eksternal,” kata dia, Sabtu (25/11).

Nova menyebut bahwa ekspektasi eksternal atau tuntutan sosial tersebut membangun sebuah standar semu akan sebuah keberhasilan seseorang. Media sosial juga berperan besar dalam kasus tersebut.

“Ini adalah faktor pemicu yang paling tinggi, sangat tinggi, yang akhirnya berhubungan pada kekecewaan,” ujar Nova yang juga seorang Psikiater.

Tingkat Bunuh Diri Gen Z Lebih Tinggi

Nova melakukan penelitian tersebut pada Generasi Z di DKI Jakarta, yang lahir pada rentang tahun 1997 hingga 2012 (menurut laman Kementerian Keuangan RI).

Merujuk pada data American Psychological Association, gen Z merupakan kelompok masyarakat yang paling mau mengakui bahwa mereka memiliki masalah dengan kesehatan jiwa.

Nova menjelaskan, Gen Z juga merupakan generasi paling rajin untuk mencari bantuan dan sangat peduli tentang kesehatan mental dan kehidupan secara keseluruhan, berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya.

“Mereka lebih memikirkan tentang kemapanan salah satunya,” ujar Nova.

Meski Gen Z dinyatakan lebih terbuka soal isu kesehatan mental dan lebih rajin untuk mencari pertolongan, angka kasus bunuh diri di kalangan Gen Z justru meningkat drastis dalam empat tahun terakhir.

Di Jakarta, penelitian tahun 2019 terhadap 910 remaja usia 14 sampai 19 tahun menyatakan 13,8 persen berisiko bunuh diri di kemudian hari.

Sementara baru-baru ini di tahun 2023, Nova mengatakan angka risiko tersebut telah naik di atas 50 persen. Penelitian kedua ini dilakukan terhadap 612 mahasiswa di Jakarta.

“Ide untuk bunuh diri lebih banyak dialami pada perempuan, namun pada saat eksekusi atau benar-benar melakukan mayoritas jenis kelamin laki-laki,” kata Nova menjelaskan.