Bangunan Bersejarah

Gedung Eks Rumah Dinas Residen Kedu, Saksi Bisu Penangkapan Diponegoro

Masyarakat Magelang menyebut gedung yang terletak di Jalan Diponegoro nomor satu itu Kantor Karisidenan Kedu.

Gedung eks Rumah Dinas Residen Kedu (Foto: Dok. Komunitas Koeta Toewa Magelang untuk apahabar.com)

apahabar.com, MAGELANG - Gedung bernuansa Belanda dengan halaman yang luas itu terlihat berdiri kokoh, meski usianya sudah lebih dari 100 tahun.

Masyarakat Magelang menyebut gedung yang terletak di Jalan Diponegoro nomor satu itu Kantor Karisidenan Kedu.

Sesuai namanya, bangunan tersebut memang awalnya merupakan rumah dinas Residen Kedu yang dibangun oleh Belanda pada 1819.

Baca Juga: Seulas Cerita Water Toren, dari Wabah Hingga Jadi Sumber Air Kota Magelang

Sejarawan sekaligus penggiat Komunitas Koeta Toewa, Bagus Priyatna (37) mengatakan, waktu itu, direksi pembangunan rumah Residen Kedu adalah Kolonel J.C. Schultze.

"Tak hanya bangunan lodji, di samping rumah residen juga di dirikan sebuah kazern (tangsi) yang juga masih terbuat dari bambu," kata Bagus kepada apahabar.com, Rabu (5/4).

Sebagai informasi, lodji merupakan golongan bangunan mewah kolonial yang mendapat akses untuk didirikan di kota-kota kolonial Hindia Belanda.

"Awalnya, rumah eks Karisidenan Kedu tersebut dapat memuat 18-20 orang," jelasnya.

Baca Juga: Mengupas Sejarah Soreng, Tentang Arya Penangsang dan Dendamnya pada Hadiwijaya

Namun demikian, menurut Bagus, berdasarkan penelitian data dari Belanda dan Indonesia, wilayah Kedu baru memiliki pimpinan residen pada tahun 1823.

Sedangkan nama-nama residen yang tercatat dalam sejarah yakni G. A. Burgerhoudt yang mulai menjabat 5 Juni 1940 dengan Sekretaris Residen G. M. Laarman (kontrolir kelas 1).

"Mereka mulai menjabat pada 7 Juli 1937," sambungnya.

Gedung eks Rumah Dinas Karisidenan Kedu 2023. (Foto: apahabar.com/Arimbi)

Setelah Burgerhoudt lengser, Bagus mengatakan Kepala Karisidenan Kedu dipimpin Hoofdcommies W.C. Sarapung mulai 2 Juli 1940.

Sedangkan Asisten Residen yang ditempatkan di Magelang pada waktu itu adalah H. Leenmans, mulai menjabat dari 16 Mei 1939.

"Pada masa itu, Asisiten Residen, Hoofd Luchtbeschermingsdienst yang ditugaskan adalah G. Topzand. Ia menjabat dari 16 Mei 1940," katanya.

Baca Juga: Kompleks Pemakaman Gunungpring Magelang Ramai Dipadati Peziarah

Pegawai Belanda lainnya yang juga bertugas di Kantor Karisidenan Kedu pada masa itu adalah Dr. J. Francois, Controleur atau Kontrolir yang mulai menjabat 18 November 1940.

"Mereka juga memiliki commies-redacteur yakni H. F Bastiaans mulai 23 September 1940," jelasnya.

Posisi bangunan yang salah namun disengaja

Letak gedung kolonial yang legendaris tersebut sebenarnya ‘menyalahi’ kaidah tata ruang kota tradisional.

Umumnya, gedung pemerintah terletak di sekitar Alun-alun dan berdekatan dengan rumah bupati. Tetapi rumah Residen Kedu ini justru berada menjauh di barat daya, berjarak sekitar 500 meter.

Bukan tanpa alasan, menurut Bagus, ada dua penyebab posisi gedung eks Karesidenan Kedu di Magelang menghadap ke barat.

“Orientasi pemilihan lokasi karena pemandangan yang indah berupa Gunung Sumbing, Perbukitan Giyanti, sawah dan Sungai Progo di sisi barat dan untuk mengawasi pergerakkan pasukan Diponegoro,” tuturnya.

Baca Juga: Pawai Ogoh-Ogoh dan Memaknai Hari Raya Nyepi di Magelang

Tak hanya itu, bangunan bekas rumah dinas pimpinan eks Karisidenan Kedu itu juga sudah mengalami sejumlah perubahan.

"Berubahnya diperkirakan karena bencana alam gempa atau gunung meletus yang sempat terjadi waktu itu," tuturnya.

Hal ini terlihat jika membandingkan dengan lukisan penangkapan Diponegoro karya Pieneman dan Raden Saleh.

“Bentuknya sudah mengalami perubahan,” katanya.

Baca Juga: Mendulang ‘Asah Asih Asuh’ dari Sekolah Kasih Magelang

Selain perubahan bentuk, Bagus mengatakan bangunan tersebut juga sudah pernah mengalami perubahan-perubahan pengguna dan fungsi.

"Misalnya pernah untuk kampus UGM cabang Magelang, Pembantu Gubernur dan Bakorwil II," tutur Bagus Priyatna.

Gedung eks Rumah Dinas Karisidenan Kedu 2023. (Foto: apahabar.com/Arimbi)

Catatan sejarah juga menuliskan jika Gubernur Jawa Tengah di era tahun 1945 juga pernah berkantor di gedung tersebut.

Bagus menambahkan, gedung eks Karesidenan Kedu memiliki keunggulan berupa perpaduan antara gaya lokal dan kolonial.

“Salah satunya terlihat dengan adanya selasar di samping dan depan gedung,” katanya.

Gedung tua tersebut juga menjadi saksi bisu penangkapan Pangeran Diponegoro saat bulan Ramadan, Minggu 28 Maret 1830.

Dikisahkan Bagus, kala itu, pagi-pagi, De Kock memerintahkan penggandaan jumlah pasukan pengawal berseragaman bersenjata, lengkap di Wisma Residen.

Baca Juga: Jelang Ramadan, Masyarakat Magelang 'Padusan' di Kolam Pisangan

Selain melipatgandakan jumlah pasukan pengawal di Wisma Reiden, De Kock juga memerintahkan pasukan hussar resimen ke-7 segera dikirimkan ke Bedono di perbatasan Kedu-Semarang.

Lebih lanjut, Bagus menuturkan, pasukan tersebut disiagakan untuk mengambilalih pengawalan tahap terakhir. Tidak ada anggota rombongan Dipanegara yang mengenakan busana perang atau membawa perangkatnya.

"Hingga akhirnya De Kock mengingkari janjinya dan melakukan penangkapan. Hingga akhirnya Pangeran Diponegoro diasingkan hingga wafatnya di Magelang," tukasnya.