Skandal Akuisisi Martapura FC

Erick Cuekin Sengkarut Akuisisi Martapura FC ke Dewa United

Proses akuisisi Martapura FC ke Dewa United belum juga rampung.  Kendati begitu, Dewa United sudah bisa berlaga di Liga 1, kasta tertinggi sepakbola Indonesia.

Ketua Umum PSSI, Erick Thohir (Foto:apahabar.com/Daffa)

apahabar.com, JAKARTA - Proses akuisisi Martapura FC ke Dewa United belum juga rampung. 

Kendati begitu, Dewa United sudah bisa berlaga di Liga 1, kasta tertinggi sepakbola Indonesia. 

Lantas bagaimana mekanisme verifikasi yang dilakukan oleh PT Liga Indonesia Baru dan PSSI atas legalitas klub? Ketua umum PSSI Erick Thohir cuek saat ditanya mengenai hal tersebut.

Terpisah, pengamat sepak bola Akmal Marhali mengatakan mekanisme verifikasi yang dilakukan oleh PT Liga Indonesia Baru dan PSSI atas legalitas klub hanya sekadar formalitas.

"Tidak ada verifikasi sejauh ini, semuanya formalitas. Yang pasti jual beli lisensi klub dilarang FIFA," kata Akmal kepada apahabar.com, Kamis (10/8). 

Baca Juga: PSSI Lepas Tangan Skandal Akuisisi Martapura FC, Pengamat: Lapor Polisi

Nyatanya, jual beli lisensi klub menjadi bisnis ilegal yang menggiurkan di sepakbola Indonesia.

Padahal, praktik itu dilarang FIFA. Dalam regulasi FIFA artikel 4.4.1.7 halaman 20 yang dijadikan acuan Konfederasi (AFC) dan federasi (PSSI) dalam menetapkan regulasi lisensi klub secara gamblang dan tegas.

Itu sudah dijelaskan 'A licence may not be transferred' yang jika diterjemahkan artinya lisensi (kompetisi) tak bisa dipindahtangankan (dari badan hukum ke badan hukum lainnya).

Tapi, bukan Indonesia namanya kalau tidak menabrak aturan. Apalagi, banyak pejabat teras di PSSI yang menjalankan bisnis jual beli lisensi.

Baca Juga: Skandal Martapura FC ke Dewa United, Erick Thohir Lepas Tangan

"Bikin klub, dibuat promosi, lalu dijual. Bikin lagi, promosi, lalu dijual," ucap Akmal yang juga mantan anggota Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan. 

Maraknya jual beli lisensi sudah terjadi sejak 2004 saat Persijatim pindah ke Palembang dan berganti nama menjadi Sriwijaya FC.

Setelah itu hampir setiap musim praktik jual beli lisensi klub marak dilakukan. PSSI harus segera membuat regulasi dan sanksi tegas terhadap praktik kotor tersebut.

Perlu aturan hukum yang jelas terkait jual beli klub bahwa yang dijual sahamnya bukan lisensinya.

"Dibuat regulasinya, yang dijual bukan lisensinya, tapi sahamnya. Seperti Inter Milan dijual ke Erick Thohir kan sahamnya, bukan lisensinya. Namanya gak berubah jadi Inter Thohir, tapi tetap Internazionale Milan," ucap Akmal. 

Plus, tentunya harus ada regulasi yang mengikat bahwa satu klub tak bisa berpindah dan berganti nama dalam rentang tertentu, misalnya 5 tahun.

Aturan kapan boleh re-branding dan lainnya. Agar ekosistem sepakbola Indonesia tidak menjadi pasar gelap yang memperjualbelikan sesuatu sebagai bisnis haram dan ilegal.

Infografis skandal akuisisi Martapura FC. apahabar.com/Fahriadi Nur

Seperti diketahui, Martapura FC dijual pemiliknya setelah tim yang bermarkas di Stadion Demang Lehman Martapura itu didera masalah finansial pada 2021.

Mengalami krisis keuangan, badai pandemi Covid-19 menambah runyam situasi di manajemen Martapura FC. Liga Indonesia dihentikan seluruhnya, termasuk Liga 2 tempat Martapura FC berkompetisi.

Padahal musim itu kompetisi sempat berjalan satu laga. Para pemain sudah dikontrak, beban operasional membengkak.

Baca Juga: Skandal Akuisisi Martapura FC ke Dewa United Terbongkar

Manajemen akhirnya terpaksa mengambil langkah ekstrem dengan menjual klub kebanggaan warga Banjar tersebut. Laskar Sultan Adam dilego pada Februari 2021. Pembelinya Kevin Hardiman Cs melalui pihak ketiga.

"Manajemen Martapura FC bersedia diakuisisi karena harus memenuhi kewajiban atas beban dana operasional terutang yang sudah dikeluarkan untuk persiapan hingga sempat berlaga satu kali," cerita Ketua Martapura FC M Hilman.

Haruna Soemitro, seorang anggota Exco PSSI 2019-2023 yang juga mantan manajer Madura United, ternyata menjadi pihak ketiga dalam jual beli klub tersebut.

Nilai akuisisi yang disepakati mencapai Rp2,5 miliar. Namun pada prosesnya 75 persen pembayaran dilakukan di muka yaitu senilai Rp1,5 miliar.

Baca Juga: Skandal Akuisisi Martapura FC Disorot Erick Thohir!

"Dana transferan awal yang disampaikan orang ketiga digunakan menutupi beban pengeluaran klub tersebut," ungkap Hilman.

Bahkan, belakangan terungkap, nilai akuisisi sebenarnya adalah Rp8,5 miliar antara Dewa United dan pihak ketiga. "Yang saya dengar infonya sekitar 8,5 miliar," ungkap Hilman.

Hilman hanya bisa mendengar. Sebab, transaksi tanpa melibatkan dirinya. Selama transaksi terjadi, ia tidak bertemu langsung dengan pihak Dewa United. Sampai berita ini tayang, apahabar.com masih terus berupaya mengonfirmasi Haruna.