Digitalisasi Sistem Pembayaran

Digitalisasi Pembayaran, BI Targetkan 45 Juta Pengguna QRIS di 2023

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan, BI menargetkan 45 juta pengguna Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) pada 2023.

Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Raker Komisi XI DPR RI, di Jakarta, Senin (5/6/2023). Foto: ANTARA

apahabar.com, JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan, BI menargetkan 45 juta pengguna Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) pada 2023.

Perry Warjiyo menyampaikan target pengguna QRIS itu dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi XI DPR RI bersama dengan Menteri Keuangan RI, Menteri PPN/Kepala Bappenas RI, Gubernur BI, Ketua DK OJK, dan RDP dengan Kepala BPS, di Jakarta, Senin (5/6).

“Pada 2023, fokus kami adalah QRIS yang terus kami perluas untuk mikro maupun untuk tarik tunai transfer dan setor tunai QRIS TUNTAS. Kami menargetkan 45 juta pengguna QRIS, demikian juga perluasan mengenai BI-FAST baik untuk kepesertaan maupun layanan lain debit, maupun direct-debit, bulk-credit, request for payment,” kata Perry, di Jakarta, Senin (5/6).

Sebagai upaya merealisasikan konektivitas pembayaran regional atau regional payment connectivity, Perry menjelaskan, BI akan terus memperluas kampanye penggunaan QRIS sebagai metode pembayaran digital di negara-negara kawasan, seperti Singapura, Filipina dan India.

Baca Juga: Kolaborasi dengan Banyak Pihak, BPD Bali Dongkrak Penggunaan QRIS

Adapun saat ini, Indonesia telah menjalin kerja sama untuk implementasi penggunaan QRIS dengan Malaysia dan Thailand. Implementasi QRIS sebagai metode pembayaran digital merupakan bagian dari bauran kebijakan BI untuk memperluas digitalisasi sistem pembayaran.

Selain itu, pada kesempatan yang sama, Perry juga mendorong implementasi dan sosialisasi Kartu Kredit Indonesia (KKI) segmen pemerintah. Pemanfaatan kartu kredit tersebut mendukung penggunaan anggaran belanja pemerintah secara lebih tepat guna.

KKI memfasilitasi transaksi pemerintah untuk penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Kartu kredit yang diresmikan pada Mei lalu itu mengakomodasi transaksi keuangan pemerintah pusat dan daerah dengan biaya nol persen untuk pemerintah dan biaya yang lebih efisien untuk merchant.

“Kami juga kemarin bersama Bapak Presiden sudah meluncurkan Kartu Kredit Indonesia untuk segmen pemerintah, dimana kartu kredit untuk segmen pemerintah ini bisa digunakan untuk belanja pemerintah baik pusat maupun daerah. Dengan menggunakan kartu kredit, biaya pemerintah adalah nol, sementara biaya untuk rekanan juga lebih rendah dibandingkan kartu kredit komersial yang lain,” katanya lagi.