Diduga Lakukan Perbuatan Melawan Hukum, PT Pelindo III Digugat Rp8,1 Miliar

PT Pelindo III Banjarmasin diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum. Perusahaan ini juga digugat membayar ganti rugi Rp8,1 miliar.

PT Pelindo III digugat ke Pengadilan Negeri Banjarmasin atas dugaan perbuatan melawan hukum dan dituntut ganti kerugian Rp8,1 miliar. Foto: istimewa

bakabar.com, BANJARMASIN – PT Pelindo III Banjarmasin diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum. Perusahaan ini juga digugat membayar ganti rugi Rp8,1 miliar.

Penggugatnya adalah Makmum. Dia adalah Direktur dari PT Fitria Trans Tamara. Perusahaan yang sempat membangun perumahan Pelindo III pada 2016 silam.

Gugatan itu dilayangkan Makmum ke Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin dengan nomor perkara 78/Pdt.G/2024/PN Bjm. Hingga sekarang gugatan itu masih bergulir di persidangan.

Dalam petium gugatannya, Makmum selaku penggugat meminta Majelis Hakim yang diketuai Indra Mainantra Vidi untuk menerima dan mengabulkan gugatannya untuk seluruhnya. 

“Menyatakan TERGUGAT melakukan Perbuatan Melawan Hukum atas diterbitkan surat oleh TERGUGAT No.Pj06/121/Bjm-2017 tertanggal 06 Desember 2017 dan .Pj06/34/Bjm-201 tertanggal 19 februari 2018,” demikian bunyi isi petitum tersebut seperti dikutip dari laman SIPP PN Banjarmasin.

Makmum juga meminta agar majelis hakim menghukum PT Pelindo III selaku tergugat wajib membayar kerugian materiil dan immaterial. 

Adapun kerugian materiil yang harus dibayar berupa tagihan termin I yang tercantum dalam invoice sebesar Rp1.702.000.000, sebagai akibat langsung dari tidak dibayarnya tagihan. 

Penggugat mengalami kerugian berupa hilangnya hak untuk menikmati bunga akibat kelalaian (moratoir) tergugat, menurut hukum sebesar 6 persen per tahun selama 90 bulan, penggugat pun menelan kerugian sebesar Rp765 juta.

Kemudian kerugian immaterial yang telah timbulnya akibat kejadian itu berupa rasa kekecewaan yang sangat besar, waktu, tenaga, pikiran yang terbuang akibat tidak dibayarnya tagihan penggugat. 

“Kesemuanya itu sebenarnya tidak dapat dinilai dengan uang, tetapi demi untuk kepastian hukumnya ditetapkan sebesar Rp5.675.000.000,” lanjut bunyi petitum tersebut.

Kemudian tergugat juga dituntut membayar uang paksa (dwangsoom) Rp10 juta setiap hari. Apabila tergugat lalai melaksanakan isi putusan perkara ini terhitung sejak putusan berkekuatan hukum tetap nanti.

Adapun kasus ini bermula, ketika Makmum mendapat pekerjaan proyek perumahan dari PT Pelindo III pada tahun 2016 lalu. Letaknya di Jalan Tembus Mantuil, Banjarmasin Selatan.

Awalnya tak ada masalah dengan pengerjaan proyek perumahan tersebut. Namun, di tengah jalan, proyek pembangunan rumah sebanyak 13 unit rumah itu dihentikan lantaran bermasalah.

Yang menjadi persoalan Makmum selaku pengembang telah melaksanakan pekerjaan, bahkan beberapa bahan bangunan dari pekerjaan rumah dinas sudah dipesannya kepada suplier. 

Seperti yang disampaikan Anwar Hadi salah seorang saksi saat di persidangan, dia mengaku, sudah mengirimkan kayu untuk perumahan sebanyak 12 truk.

“Waktu itu dikirimkan sebanyak 3 truk, saya dibayar Rp100 juta. Dan karena saya percaya sebab ada perumahan yang berdiri, saya kembali mengirim hingga hitungan uang sebesar Rp500 juta,” terang Anwar dalam kesaksiannya.

Di tengah jalan, ternyata pembayaran macet. Dia baru tahu karena perumahan yang dia kirimkan bahan baku tersebut ternyata berhenti dibangun karena kabarnya bermasalah.

“Yang sempat saya lihat, berdiri bangunan rumah, dengan kerangka, lantai, dan atap. Semuanya ada 13 buah rumah,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejari Banjarmasin, Amir Giri Muryawan selaku jaksa pengacara negara (JPN) membenarkan perkara gugatan ini. Tak ingin berspekulasi, dia meminta agar menunggu hasil dari persidangan yang tengah berjalan. 

“Kami tak mau berspekulasi. Ikuti saja jalannya sidang, memang saat ini tengah berperkara di PN Banjarmasin,” ujarnya singkat.