Kalsel

Curahan Hati Istri Diananta, Jurnalis Kalsel yang Dibui karena Berita

apahabar.com, BANJARMASIN – Wahyu Dianingsih, istri Diananta Putra Sumedi, jurnalis yang dibui di Polres Kotabaru karena…

PLONTOS: Penampilan Diananta Putera Sumedi selama ditahan sebagai tersangka terait UU ITE berubah drastis. Tampak Diananta menjalani pemeriksaan oleh tim kesehatan dari IDI Kotabaru. Foto-IDI for apahabar.com

apahabar.com, BANJARMASIN – Wahyu Dianingsih, istri Diananta Putra Sumedi, jurnalis yang dibui di Polres Kotabaru karena berita hanya bisa berpasrah diri.

Jauh sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Nanta sudah mewanti-wanti sang istri agar siap menghadapi segala kemungkinan terburuk.

“Bahkan sebelum media tahu (kasus), Mas Nanta sudah tahu duluan. Menata apa yang harus dipikirkan dan dilakukan. Jadi sama-sama kita menghadapinya,” ungkap Wahyu saat dihubungi apahabar.com melalui sambungan telepon belum lama tadi.

Meski terpisah jarak, keduanya mencoba saling menguatkan satu sama lain. Sebab, ini bukan kali pertama Nanta hidup sebagai perantauan di Kalsel.

Eks pemimpin redaksi Banjarhits (partner Kumparan) ini sebelumnya juga pernah menjajakkan kaki di Bumi Lambung Mangkurat sebagai koresponden media lain.

“Sebelum nikah pun sudah berjauhan. Ini sudah kedua kalinya, pertama cuma 3 bulan, usia si kecil belum ada setahun. Jadi gak asing,” ujarnya

Sama-sama menanamkan rasa kepercayaan, peran Nanta sebagai seorang kepala keluarga juga tidak dikesampingkan.

Sebab, sang anak yang kini berusia 7 tahun sudah tidak asing hidup berjauhan dengan sang ayah.

“Bahkan si kecil jauh dari bapaknya sudah biasa. Dia tahu bapaknya kerja, nanti waktunya libur akan pulang. Hanya saja sekarang ini, jauhnya kita tidak seperti biasanya,” terangnya

Nanta juga selalu melibatkan Wahyu dalam setiap pekerjaannya. Semua tulisan yang dia terbitkan, tak pernah luput diketahui oleh sang istri. Komunikasi menjadi kunci penting dalam hubungan jarak jauh mereka.

“Dia update berita apa saja saya selalu tahu. Setiap harinya selalu telepon atau video call. Anak kami juga setiap hari setiap mau belajar selalu ngomong sama bapaknya, saya yang pegangin teleponnya,” ungkapnya

Semenjak Diananta resmi mendekam di balik jeruji besi, komunikasi dengan keluarga mulai terasa sulit.

Seperti baru-baru ini, Wahyu tidak bisa menghubungi Diananta meskipun hanya lewat sambungan video.
Petugas berdalih peniadaan jam besuk ataupun komunikasi kepada keluarga tahanan sebagai upaya pencegahan pandemi Covid-19 yang semakin meluas di Kotabaru.

“Hari ini gak bisa. Yang menjenguk saja gak bisa ketemu apalagi videocall. Katanya karena virusnya mulai mewabah di Kotabaru, gak ada alasan lain,” beber Wahyu.

Mencoba pasrah, Wahyu hanya bisa mengandalkan bantuan dari rekan Diananta yang tergabung dalam Koalisi untuk Masyarakat Adat dan Pers.

Info terakhir yang dia terima, Diananta telah menjalani pengecekan kesehatan oleh tim dokter dari IDI Kotabaru dan dalam kondisi yang sehat.

Menutup pembicaraannya kepada media ini, Wahyu berharap Tuhan memberikan kekuatan dan kemudahan bagi keluarganya dalam melewati ujian ini.

Tak lupa, dia juga mengucap syukur atas dukungan dan bantuan yang diberikan selama mendampingi Diananta dalam proses hukumnya.

“Mohon doanya untuk lancar. Semoga Tuhan selalu melindungi kita semua. Khususnya keluarga kami, semoga dikuatkan menghadapi ini,” tutupnya

GANTI PENAMPILAN

Belum sepekan ditahan, penampilan Diananta berubah drastis. Tak ada lagi rambut sepinggang yang menjadi ciri khas jurnalis Kalimantan Selatan itu. Kepalanya kini plontos.

Sehari setelah Idulfitri 1441 hijriyah, Diananta yang dititipkan di ruang tahanan Polres Kotabaru diperiksa kesehatannya oleh tim dokter dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kotabaru.

Ketua IDI Kotabaru dr Aswin Febria turun tangan langsung memeriksa Nanta di Polres. "Nanta mengeluh pilek," kata dr Aswin.

Kelelahan selama perjalanan dari Banjarmasin dan belum bisa istirahat maksimal, serta perubahan lingkungan diduga menjadi penyebabnya.

Untuk keluhan pilek tersebut, dr Aswin memberikan sejumlah obat dan vitamin. Selain daripada itu dr Aswin menyebutkan kondisi vital Nanta normal.

Kondisi vital meliputi denyut nadi-detak jantung, tekanan darah, laju pernapasan, dan suhu tubuh.

Sampai saat ini, hanya dr Aswin saja yang bisa bertemu Nanta secara langsung di Polres Kotabaru. Para pengacara dan rekan-rekannya jurnalis yang juga hadir ke Polres Kotabaru pada Selasa 26/5 dilarang menjenguk.

“Tadi siang kami belum bisa masuk ke dalam membesuk. Alasan pelarangan dari petugas karena wabah Covid-19. Jadi, kami titipkan saja ke petugas sedikit bekal buat rekan kami Nanta,” ujar Iwan Hardi, jurnalis Kotabaru yang ikut menjenguk Nanta dalam siaran pers Koalisi Masyarakat Adat, dan Kebebasan Pers, Rabu (27/5).

Selain itu, dari foto saat dr Aswin memeriksa kesehatan Nanta, penampakan eks
jurnalis kumparan/banjarhits.id itu terlihat berubah.

Dari foto saat diperiksa dokter, tampak rambut Nanta yang semula panjang hingga melewati bahu yang juga jadi ciri khas Nanta, juga sudah tidak ada. Kepala Nanta kini plontos.

"Nanta minta dipotongkan rambutnya dengan teman satu selnya," kata Anang Fadhillah, jurnalis di Banjarmasin mengutip Kapolres Kotabaru Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Andi Adnan Syafruddin.

Namun demikian, tak urung perubahan penampilan Nanta memicu spekulasi di kalangan aktivis dan pengacara yang mendampinginya.

"Kami belum tahu langsung dari yang bersangkutan kenapa Nanta penampilannya jadi begitu," kata Kisworo, Direktur Walhi Kalsel, satu dari sejumlah aktivis yang peduli kasus yang menimpa Nanta.

Selama 20 hari di tahanan Polda Kalsel di Banjarmasin, Nanta bisa dijenguk dan tetap berambut panjang.

Status Nanta saat ini adalah tahanan titipan Kejaksaan Negeri Kotabaru untuk menunggu jadwal persidangan di Pengadilan Negeri Kotabaru.

Ia ditahan dalam kasus yang dilaporkan orang bernama Sukirman atas pemberitaan penggusuran lahan masyarakat oleh perusahaan perkebunan di Cantung, Kotabaru.

"Karena kami dilarang menjenguk Saudara Nanta, polisi barangkali bisa menjelaskan apa yang terjadi sesungguhnya," kata Muhammad Arsyad SH, satu dari 22 penasihat hukum Diananta Putera Sumedi.

Menurut Arsyad, adalah hak tahanan untuk "bebas dari tekanan seperti; diintimidasi, ditakut-takuti dan disiksa secara fisik".

Hal ini sesuai dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

"Bila rambutnya dipotong tidak atas keinginannya, maka boleh jadi hak-hak tersebut tidak diberikan," lanjut Iron Fajrul Aslami SH MH, relawan penasihat hukum Nanta.

Iron menegaskan kepolisian sebagai pelaksana undang-undang terhadap tersangka mesti mengedepankan asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence) selama proses penyidikan sampai nanti keputusan dijatuhkan.

Menurut Kisworo yang juga berambut panjang hingga sepinggang, tidak mudah bagi orang yang biasa berambut panjang lalu memotong habis rambutnya seperti yang terjadi pada Nanta.

Sebelumnya, saat dihubungi terpisah, Kapolres Kotabaru AKBP Andi Adnan Syafruddin, juga mengaku baru tahu keadaan Nanta tersebut.

"Kapolres berjanji akan beri sanksi anggotanya yang bertindak di luar prosedur," kata Anang Fadhillah, koordinator Koalisi untuk Masyarakat Adat dan Kebebasan Pers yang juga mendampingi Nanta.

Anang menghubungi Kapolres sesaat setelah melihat perubahan penampilan Nanta tersebut dan baru mendapat respon beberapa lama kemudian. Belakangan Kapolres mengabari bahwa Nanta jadi plontos sebab keinginannya sendiri.

KRONOLOGI KASUS

Diananta Putera Sumedi ditahan sejak 4 Mei silam oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalsel sebab beritanya yang berjudul “Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel” pada kanan kumparan/banjarhits.id pada 9 November 2019 lampau.

Dalam berita tersebut Diananta mengutip pernyataan orang bernama Sukirman yang menyebut dirinya mewakili Masyarakat Adat Kaharingan, bahwa penyerobotan lahan oleh perusahaan tersebut dapat memicuk konflik etnis.

Belakangan, Sukirman membantah pernyataannya yang tertulis dalam berita dan melaporkan kumparan/banjarhits.id ke Polda Kalsel.

Pengaduan Sukirman ini diproses polisi. Polisi juga minta Sukirman mengadu ke Dewan Pers selaku yang berwenang menangani sengketa pers.

Kumparan/banjarhits.id tempat Nanta mempubliksikan berita tersebut adalah satu media yang bekerja sama dengan kumparan.com melalui Program 1001 Startup Media.

Melalui kerja sama tersebut berita dari wartawan banjarhits juga dimuat di kanal kumparan.com/banjarhits.

Meski sedang ditangani Dewan Pers, Polda Kalsel tetap melanjutkan proses penyelidikan. Penyidik memanggil Diananta melalui surat dengan Nomor B/SA-2/XI/2019/Ditreskrimsus untuk dimintai keterangan oleh penyidik pada Rabu, 26 September 2019.

5 Februari 2020, Dewan Pers kemudian memutuskan bahwa redaksi kumparan.com menjadi penanggung jawab atas berita yang dimuat itu, jadi bukan banjarhits.id selaku mitra Kumparan.

Dewan Pers kemudian merekomendasikan agar kumparan/banjarhits.id selaku teradu melayani hak jawab dari pengadu dan menjelaskan persoalan pencabutan berita yang dimaksud. Rekomendasi itu diteken melalui lembar pernyataan penilaian dan rekomendasi (PPR) Dewan Pers.

Masalah sengketa pers ini dinyatakan selesai. Pihak kumparan melalui banjarhits.id sudah memuat hak jawab dari teradu dan menghapus berita yang dipermasalahkan.
Kendati demikian, proses hukum di Polda Kalsel masih berlanjut hingga dilakukan penahanan terhadap Diananta Putra Sumedi di Rutan Polda Kalsel pada 4 Mei 2020.

Reporter: Musnita Sari
Editor: Fariz Fadhillah