Nasional

Cuma Seremonial, Walhi-SPI Kritik Kunjungan Presiden Jokowi ke Kalsel

apahabar.com, BANJARBARU – Aktivis lingkungan hidup, dan petani mengritik kedatangan Presiden Joko Widodo ke Tapin, Kalimantan…

Presiden Jokowi meresmikan Bendungan Tapin di Desa Pipitak Jaya, Kecamatan Piani, Kabupaten Tapin, Kamis (18/2). Foto: Istimewa

apahabar.com, BANJARBARU – Aktivis lingkungan hidup, dan petani mengritik kedatangan Presiden Joko Widodo ke Tapin, Kalimantan Selatan. Pasalnya, kedatangan sang presiden dinilai seremonial belaka.

Terlebih, ia urung mengunjungi warga terdampak banjir di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST). Padahal persiapan besar-besaran sudah dilakukan di sana.

“Seharusnya Jokowi tidak hanya seremoni peresmian Bendungan Tapin, apalagi biayanya yang hampir Rp1 triliun, dan pengorbanan dua desa untuk bendungan dan Kalsel masih dalam suasana penanganan banjir,” ujar Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono kepada apahabar.com, Jumat (19/2).

Untuk kedua kalinya, Presiden Jokowi mengunjungi Kalimantan Selatan, Kamis kemarin (18/2). Kedatangannya guna meresmikan Bendungan Tapin di Desa Pipitak Jaya, Kecamatan Piani, Kabupaten Tapin.

Kedatangan kedua Jokowi setelah 18 Januari 2021 lalu meninjau kondisi Sungai Martapura dari Jembatan Pekauman.

Dibangun sejak 2015, Bendungan Tapin menelan dana Rp1,058 triliun murni dari APBN multiyears dan menjadi salah satu proyek strategis nasional (PSN) di banua.

Kedatangan presiden tentu tidak sedikit menyedot anggaran. Seharusnya, kata Kis, dana itu dimanfaatkan untuk mengevaluasi dan memastikan penanganan banjir.

Persiapan Penyambutan RI-1 di HST Ambyar, Hotel hingga Peralatan Tak Jadi Dipakai

Dalam kunjungan, Kis sejatinya berharap Presiden Jokowi menggelar dialog terbuka di hadapan rakyat Kalsel terkait penanganan banjir dan kebakaran hutan lahan.

“Agar banjir dan karhutla tidak terulang terus di Kalsel, harusnya presiden mengundang pemilik industri ekstraktif tambang, sawit, HTI dan HPH,” ujarnya.

Lebih jauh, Jokowi mestinya juga memastikan ruang hidup dan kehidupan masyarakat desa yang ditenggelamkan untuk bendungan itu terjamin dan dijamin oleh pemerintah. Tidak hanya sekadar ganti rugi, tapi harus berkeadilan.

“Jangan sampai kesalahan Bendungan Riam Kanan terulang lagi. Transparansi penggunaan dana bendungan yang hampir Rp1 triliun, jangan sampai ada indikasi korupsi,” terangnya.

Terakhir, harapannya agar pemerintah turut memastikan Bendungan Tapin benar benar aman, dan bermanfaat agar tidak menjadi megaproyek yang mubazir.

“Posisi Bendungan Tapin ini berdekatan dengan konsesi PT AGM,” ujarnya.

Kepada Gubernur-Bupati, Jokowi: Banjir Jangan Terulang di Kalsel

Bendungan Tapin berjarak sekitar 20 kilometer (km) dari Rantau, ibu kota Tapin, atau 101 km dari Banjarbaru, pusat pemerintahan Provinsi Kalsel.⁣⁣Berkapasitas tampung 70,52 meter kubik, bendungan ini diplot untuk menjaga ketahanan pangan air dan pangan nasional.

Menariknya, Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Kalsel, Dwi Putra Kurniawan mempertanyakan pernyataan presiden soal korelasi Bendungan Tapin ke ketahanan pangan.

“Ada hal yang menarik dari pernyataan Presiden Jokowi tentang salah satu fungsi Bendungan Tapin untuk memperkuat ketahanan pangan. Hal ini selalu disampaikan oleh semua pejabat negara bahwa membangun bendungan untuk ketahanan pangan, padahal selama ini pandangan tersebut belum pernah terbukti,” ujar Dwi kepada apahabar.com, Kamis (19/2) malam.

Menurut kajian SPI Kalsel, ada sederet hal utama membangun kedaulatan pangan, kemandirian pangan dan ketahanan pangan.

Pertama yaitu reforma agraria atau lahan untuk petani bertani tanaman pangan.

“Tanah untuk petani ini yang menjadi objek utama,” ujar Dwi.

Sementara, subjeknya adalah petani langsung dengan program perlindungan sekaligus pemberdayaan oleh pemerintah.

“Selama 2 hal utama ini tidak jadi acuan dasar kebijakan pembangunan sektor pertanian pangan oleh pemerintah maka akan sulit tercapai ketahanan pangan,” ungkapnya.

Sudah banyak bendungan yang dibangun pemerintah sejak Indonesia merdeka 75 tahun silam.

Namun Dwi menganggap sampai sekarang pemerintah belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya sendiri.

Setiap tahun, sambung Dwi, lahan pertanian terus berkurang akibat alih fungsi lahan. Begitu juga jumlah petani. Tiap tahun terus berkurang. Cukup kontras dengan jumlah pertumbuhan penduduk Indonesia.

“Jadi bendungan dan irigasi hanya prasarana pertanian bukan hal pokok utama permasalahan ketahanan pangan Indonesia,” tegasnya.

Lebih jauh, pemerintah dinilai tidak serius menjalankan perintah UU Nomor 5 tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Termasuk UU 41/2009 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), serta UU 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (Perlintan).

“Hal ini dapat dilihat juga ke Pemerintah Daerah Kalimantan Selatan yang memiliki Perda Nomor 2 tahun 2014 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Tanaman Pangan Berkelanjutan akan tetapi tidak pernah dijalankan hingga saat ini,” jelas Dwi.

“Kajian kami tersebut sejalan dengan pernyataan rektor IPB Bapak Arif Satria pada tanggal 17 Februari 2021 bahwa indikator pangan dunia menunjukkan Indonesia tertinggal daripada negara lainnya dalam lima tahun terakhir,” sambungnya.

Sebagai negara agraris, Dwi menganggap hal itu sebagai ironi tersendiri bagi Indonesia yang justru menempati peringkat terendah dalam indeks keberlanjutan pangan.

"Dulu kita tahu Ethiopia itu adalah negara yang identik dengan kelaparan. Ternyata punya ranking lebih bagus untuk food sustainability index dibanding kita. Zimbabwe dan Ethiopia jauh di atas Indonesia,” ungkap Dwi.

Untuk diketahui, Food Sustainability Index menempatkan Indonesia sebagai negara ke-60 dari 113 Negara.

“Semakin besar angkanya, peringkat semakin buruk. Peringkat Indonesia kalah jauh dengan Zimbabwe peringkat 31 dan Ethiopia peringkat 27,” pungkasnya.

Sekilas Bendungan Tapin

Bendungan Tapin yang masuk dalam proyek strategis nasional. Foto-Istimewa

Bendungan Tapin termasuk dalam program pembangunan 65 bendungan besar di Indonesia sebagaimana digagas Presiden Jokowi.

Bendungan Tapin dikerjakan oleh PT Brantas Abipraya (Persero) - PT Waskita Karya KSO. Tepat 2 Oktober 2020, pembangunan fisiknya rampung.

Tahap pengisian-perendaman air (impounding) Bendungan Tapin akan berjalan selama 5 bulan hingga Maret 2021 mendatang. ⁣⁣Penggenangan dilakukan sambil menunggu penyelesaian pembangunan jaringan irigasi dalam rentang 2020-2022. Sehingga dapat mengalirkan air sampai ke sawah-sawah milik petani seluas 5.472 hektare. ⁣⁣Bendungan Tapin dapat menyediakan air baku untuk wilayah Rantau sebesar 500 liter/detik, mereduksi banjir sebesar 107 m3/detik, konservasi air (ground water recharge), destinasi wisata di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Tapin, dan sumber air untuk PLTA sebesar 3,30 MW. ⁣⁣Kehadiran bendungan ini diharap pemerintah akan sangat berpengaruh pada ketahanan pangan Banua sebagai penyangga ibu kota negara di Penajam, Kalimantan Timur.

Tapin juga diharapkan menjadi salah satu lumbung pangan banua, selain Banjar. Yang mampu menyangga dan menyuplai kebutuhan pangan IKN nantinya.⁣Yang tak kalah pentingnya adalah daya listrik PLTA yang dihasilkan nantinya sebesar 3,30 megawatt. Diharapkan menjadi pelapis PLTA Riam Kanan (30 megawatt) menyuplai kebutuhan listrik Kalsel-Kalteng.

"Bendungan ini dibangun lima tahun yang lalu dari 2015 dan sekarang telah selesai," ujar Presiden dalam sambutan peresmiannya.

Sebelum diresmikan presiden, bendungan tersebut disebut telah mampu memberikan dampak instan atas kehadirannya di wilayah tersebut.

Penjabat Gubernur Kalimantan Selatan, Safrizal, melaporkan bahwa bendungan yang merupakan proyek monumental di Kalimantan Selatan itu mampu mereduksi aliran banjir yang membuat Kabupaten Tapin menjadi satu dari sejumlah wilayah yang memperoleh dampak minim saat terjadi banjir beberapa waktu lalu.

"Masyarakat bersyukur atas keberadaan Bendungan Tapin yang diresmikan Bapak Presiden hari ini. Sebelum diresmikan, atas berkat rahmat Allah. bendungan ini telah bekerja dengan sangat efektif. Dalam banjir besar kemarin, bendungan ini berhasil menahan banjir untuk Kabupaten Tapin sehingga kabupaten ini merupakan salah satu kabupaten yang paling kecil mendapat efek banjirnya," ucapnya.

Presiden Joko Widodo kemudian mengatakan dampak reduksi banjir dari keberadaan bendungan tersebut harus disertai dengan penanganan menyeluruh mulai dari sisi hulu hingga hilirnya.

"Penghutanan kembali, penanaman kembali di lahan-lahan terutama yang berkaitan dengan daerah aliran sungai yang ada ini perlu segera dilakukan secara besar-besaran kalau kita tidak mau lagi terkena banjir di masa-masa yang akan datang," kata Presiden.