Perdagangan Organ Manusia

Cerita Hanim: Jual Ginjal Demi Uang hingga Pimpin Sindikat TPPO

Koordinator sindikat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) bermodus jual beli ginjal, Hanim (41) mengaku sempat gelap mata lantaran membutuhkan uang

Koordinator utama sindikat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus jual beli ginjal, Hanim (41) di Mapolda Metro Jaya, Jumat (21/7). (Foto: dok istimewa)

apahabar.com, JAKARTA - Koordinator sindikat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) bermodus jual beli ginjal, Hanim (41) mengaku sempat gelap mata lantaran membutuhkan uang sehingga nekat menjual ginjal.

Himpitan ekonomi, kata dia, alasan utama ia bertolak ke Kamboja menyerahkan organ vitalnya untuk didonorkan demi sejumlah uang.

Hanim tak hanya mendonorkan ginjal saja. Ia tergiur kilaunya uang sehingga membuatnya didapuk menjadi koordinator sindikat TPPO.

Baca Juga: Menguak Tabir Kesaksian Koordinator Sindikat Perdagangan Ginjal

"Setelah itu (menjual ginjal) saya dipanggil lagi oleh broker itu untuk menjadi koordinator di Kamboja, untuk mengurus anak-anak di Kamboja," kata Hanim kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jumat (21/7).

Pria asal Subang itu mengaku kembali aktif beroperasi pada bulan September 2019.

Menurutnya, ia hanya bertugas sebagai koordinator pun hanya memastikan kelancaran konsumsi dan proses medical check-up di Kamboja.

Baca Juga: Kapolri Klaim Usut Keterlibatan Aipda M dalam Perdagangan Ginjal

Ia pun menampik bahwa ia berperan sebagai perekrut pendonor ginjal di media sosial. "Kalau waktu 2019 itu saya kurang hafal ya soalnya broker-nya yang memberangkatkan, saya tahunya, saya jaga anak-anak di Kamboja," ujarnya.

Hanim menceritakan bertemu dengan sejumlah orang yang serupa dengan dirinya, hendak menjual ginjal.

Ia mengeklaim broker yang menjadi mediumnya mendapatkan calon korban. Hal ini didapat melalui media sosial.

"Setahu saya broker saya itu cari lewat Facebook, dia membuat beberapa grup Facebook, di antaranya Forum Donor Ginjal Indonesia, kemudian Donor Ginjal Luar Negeri juga," kata Hanim menjelaskan.

Hanim mengaku pada awal menjadi koordinator dia hanya mendapat bayaran tak lebih dari Rp7 juta. Saat itu, Hanim masih menjadi bawahan dari seseorang yang bisa menyalurkan para korban ke Kamboja.

Baca Juga: Aipda M Berperan Hilangkan Jejak hingga Stop Kasus Jual Beli Ginjal

"Saya dibayar tidak tentu, malah kadang satu bulan itu Rp5 juta, Rp7 juta. Jadi nggak tentu," kata Hanim yang kini diborgol dan mengenakan baju oranye.

Hanim mengatakan, ia selalu menyembunyikan pekerjaannya dari keluarga maupun kerabatnya.

Oleh karena itu, tak ada satu orang dari keluarga maupun tetangga yang tahu pekerjaannya sebagai koordinator jual beli ginjal.

"Tidak tahu, tapi istrinya tahu proyek. Keluarga tahu kerja begini pas saya tertangkap," jelasnya.

Baca Juga: Terungkap, Modus Jual Beli Ginjal Ilegal Jaringan International

Sebelumnya, Polda Metro Jaya membongkar kasus TPPO dengan modus penjualan organ tubuh bagian ginjal jaringan Indonesia-Kamboja. Kasus ini setidaknya telah memakan 122 orang. 

"Ada 12 tersangka," kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (20/7).

Kesembilan tersangka ini terdiri dari 9 orang sindikat dalam negeri. Mereka bertugas untuk mencari korban, menampung, mengurus dokumen korban, dan mengirim korban ke Kamboja. 

Kemudian 1 tersangka lain adalah sindikat Kamboja. Dia berperan sebagai penyambung antara korban dengan rumah sakit tempat transplantasi dilakukan. Lalu ada 1 tersangka oknum petugas Imigrasi.

Baca Juga: Polisi Temukan Korban Pendonor Ginjal Mengenaskan, Luka Masih Basah

Terakhir 1 tersangka lainnya adalah oknum anggota Polri berinisial Aipda M. Bertugas merintangi penyidikan, supaya para sindikat tidak tertangkap. Dia pun menyuruh sindikat membuang handphone dan berpindah-pindah lokasi agar terhindar dari penangkapan.

"Pelaku melakukan eklspoitasi kepada korban. Kepada masyarakat kami ingatkan pemindahan atau transplantasi itu tidak dikomersialkan," jelas Karyoto.

Kasus ini sendiri terungkap berangkat dari informasi intelijen. Lalu dilakukan penggerebekan lokasi yang diduga dijadikan penampungan korban TPPO di Tarumanegara, Bekasi, Jawa Barat. Setelah didalami, kasus ini melibatkan jaringan internasional di Kamboja.